Mohon tunggu...
Yuli D A
Yuli D A Mohon Tunggu... Lainnya - Hanya Aku

Diam tanpa Ekspresi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tiga Sekawan "Kelas Ekstra" Part 6 (Tamat)

8 Juli 2022   08:00 Diperbarui: 8 Juli 2022   08:02 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lee tinggal di sebuah rumah sederhana peninggalan neneknya, rumah itu mempunyai dua buah kamar tidur satu untuk orang tuanya dan satunya lagi untuk kelima adiknya, sehingga ruang tamu berukuran 3x3 ketika malam menjelang, disulap menjadi tempat tidur.Hari itu begitu dingin, angin malam serasa menembus pintu dan menyelusup ke dalam selimutnya yang tak seberapa tebal.
Suara katak musim penghujan tak henti-hentinya bernyanyi mengiringi suara jangkrik yang kedinginan terguyur air hujan.


Lee tidak bisa tidur, matanya terus membayangkan kejadian hari itu. Masih ada tanda tanya besar, apa mungkin pak Kusain setega itu? Memang benar pak Kusain orangnya gampang marah, tetapi kalau sampai merencanakan pembunuhan- rasanya tidak mungkin. Apalagi korbannya Pak Ilham, tetapi semua bukti tertuju pada beliau. Lee tak habis pikir bagaimana itu bisa terjadi.


Lee menarik selimutnya yang tersingkap, membenarkan letak bantalnya kemudian merebahkan tubuhnya kembali di atas tikar berukuran 1,5 meter kali 2 meter.


Teng...teng....


Lee melirik jam dinding yang bertengger di atas televisi butut persis di depannya. Sudah jam 2 malam tapi matanya  belum juga ngantuk.


Lee menghela nafas panjang, kemudian memiringkan tubuhnya ke kiri menghadap ke tembok dan menutup matanya dengan tangan kanannya.


Tok...tok...tok...


Lee terkejut, membalikkan tubuhnya kembali ke arah semula, melirik jam dinding yang bertengger di atas televisi butut beralih  kearah pintu.


Jam segini, siapa yang bertamu?


Lee berdiam diri sejenak memastikan kalau ada ketukan berikutnya.


Bruak...


Terdengar suara jatuh. Lee terkejut lagi. Dengan ragu dia berkata lirih


"Siapa diluar?"

Hening tidak ada jawaban. Jantungnya serasa berhenti berdetak ketika bulu kuduknya merasakan sensasi yang berbeda di tengkuknya.


Kemudian Lee bangkit dari tidurnya, perlahan-lahan dia mendekati pintu, namun masih ragu untuk membukanya. Kemudian dia berbisik memastikan kalau ada seseorang diluar rumah.


"Siapa diluar? Manusia apa hantu?" suaranya terdengar gemetar.


"Lee....tolong aku!" suara rintihan dari luar melemaskan lututnya. Wajah Lee mulai memucat, di luar ada yang memanggil namanya.


Apa arwah Pak Ilham minta tolong, "Oh...tidak- apa yang harus kulakukan." gumamnya pelan.

 Lee ragu untuk keluar, dia menenangkan diri sejenak menarik nafas dalam dalam, menggenggam kenop, memutar dan menariknya perlahan.


Kriekkkkk....


Kepala Lee menjulur keluar melihat siapa yang ada di depan rumah.


Tidak ada siapa-siapa


Kemudian dengan ragu dilangkahkan kakinya keluar rumah menuju samping rumah.


Sosok hitam, wajah dan baju kotor terkena lumpur bersimpuh di bawah jendela kamar dan tangga bambu tergeletak di sampingnya.


"Donald?" Lee terkejut setelah mengenali sosok itu.


"Kenapa baru muncul, aku ketok jendela kamarmu kau tak respon, jadinya gini deh, kotor semua." Donald ngedumel.

mata Lee melirik pada jendela yang berada di atas Donald dan berkata.


"Eh, itu kamar bapakku."


"Ups. trus kamarmu dimana?"Donald menutup mulutnya dengan tangan kirinya.


"Aku nggak punya kanar, Udah-udah cepat masuk!" ajak Lee.


Lee membantu Donald berdiri dan merekapun beriringan masuk kedalam rumah. Donald duduk di kursi kayu panjang tepat di sebelah pintu. Lee masuk ke kamar untuk mengambil baju, kaos oblong dan celana bokser dipilihnya. kemudian dia kembali dan melempar baju yang telah di gulung jadi bola pada Donald.


"Kau ganti dulu, trus cerita ada apa malam-malam kesini!"


"Hem..." Donald mengangguk kemudian segera ke kamar mandi setelah diberitahu lokasinya oleh Lee.


Setalah selesai berpakaian Donald duduk di sebelah Lee dengan wajah lesu.


"Lee aku rasa, kita salah sangka,"ujar Donald ragu.


"Maksudmu?" Lee menoleh.


"Mungkin bukan Pak Kusain yang membunuh Pak Ilham." Donald menunduk.


"Aku tadi juga sempat berfikir seperti itu, tapi masalahnya semua bukti mengarah pada beliau."sahut Lee pelan.


"Emmm... Tadi aku mimpi Pak Ilham marah sama aku." Mata Donald menerawangke langit ruangan.


"Hah...?"


"Oh iya, aku punya satu petunjuk lagi." Donald langsung meraih tasnya yang masih kotor dengan lumpur, membukanya dan mengambil map biru dari dalamnya.


"Map?" tanya Lee penasaran.


"Iya, kamu ingat waktu Pak Ilham ketemu kita malam itu dan kemarin ngajarin kita, dia selalu membawa map ini terus, pas Zilong ambil Hpnya kemarin di kelas, aku lihat map ini tergeletak di meja, aku pikir ketinggalan jadi aku bawa saja. Ayo kita buka isinya, mungkin ini petunjuk terakhir." Donald penasaran.


Kemudian mereka membuka bersama-sama dan...


Benar prediksi merek di dalam map ada bukti-bukti foto-foto anak Pak Kusain memberikan amplop kepada panitia lomba matematika dan sebuah surat ancaman "Jangan lapor pada ayah atau aku akan menutup mulutmu selama-lamanya". mereka saling berpandangan.


"Jadi, Inul yang melakukannya," desis Lee.


"Berarti Pak Kusain, melakukan ini hanya untuk menutupi kesalahan anaknya."


"Oh... tidak, apa yang sudah kita lakukan." Lee lemas.

Akhirnya misterpun terungkap.

Keesokan harinya bukti itu di serahkan kepada polisi. Zainul yang kerap di panggil Inul akhirnya harus mendekam di penjara membayar atas kesalahannya,  dan ternyata pak bon juga ikut andil dengan memberikan kunci kamar mandi untuk menyembunyikan barang bukti di plafon. Dia pun juga menyusul Inul masuk penjara.

Cerita ini hanyalah fiksi belaka, apabila ada kesamaan nama tokoh atau kejadian, itu hanya kebetulan saya.

Sampai ketemu dicerpen- cerpen berikutnya.

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun