Mohon tunggu...
Yuliatul Mukaromah
Yuliatul Mukaromah Mohon Tunggu... Mahasiswa - 101190177/HKI G

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hukum Transfusi Darah Ditinjau dari Kaidah Adz-Dzararu Yuzalu

29 November 2021   10:58 Diperbarui: 29 November 2021   11:13 465
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

PENDAHULUAN

           Darah merupakan zat cair berwarna merah yang diproduksi oleh tubuh yang dikaruniakan oleh Allah untuk menunjang kehidupan manusia. Darah adalah sesuatu yang amat berguna dalam menjaga kelangsungan dan kualitas hidup setiap manusia. Seseorang yang kehilangan darah dalam jumlah yang besar seperti operasi, pendarahan setelah persalinan, kecelakaan lalu lintas, dan sebagainya dapat terancam keselamatan jiwanya. Penanganan sangat tepat untuk keadaan yang gawat darurat ini yaitu dengan melakukan tranfusi darah. Dengan melakukan transfusi darah yang cukup, masa-masa kritis seorang (individu) tersebut dapat teratasi dan memungkinkan untuk dilakukan penanganan lebih lanjut. 

            Namun dalam Alquran menyatakan bahwa darah itu najis, sedangkan transfusi darah itu memasukkan darah ke dalam tubuh yang pada hakikatnya barang yang najis.  Kaitannya pada praktik transfusi darah ini bahwa bisa jadi terjadi risiko yang tidak dinginkan yaitu menimbulkan madharat atau masalah bagi diri pihak pendonor maupun pihak penerima donor (resipien).

            Oleh karena itu, dari apa yang dipaparkan mengenai masalah diatas maka perlu dikaji secara mendalam mengenai hukum dilakukannya praktik transfusi darah oleh pihak pendonor kepada penerima donor darah (resipien) dengan menggunakan teknik analisis kaidah Fiqhiyah asasiyah yaitu Adz-Dzarar yuzalu. Oleh karena itu maka artikel ini akan difokuskan pada analisa Hukum Transfusi Darah berdasarkan kaidah Adz-Dzarar yuzalu.

PEMBAHASAN

A. Pengertian Transfusi Darah

          Kata transfusi darah berasal dari bahasa Belanda, yaitu blood transfusi, yang berarti menyalurkan darah dari seseorang kepada orang lain untuk menyelamatkan jiwanya. Menurut pandangan Islam mengenai transfusi darah, umat muslim tidak dilarang untuk menyumbangkan darahnya demi tujuan kemanusiaan, bukan komersialisasi, baik darahnya disumbangkan secara langsung kepada orang yang memerlukannya atau bisa juga diserahkan pada Palang Merah Indonesia (PMI) atau bank darah untuk disimpan jika sewaktu-waktu untuk menolong orang yang memerlukan.

            Adapun definisi transfusi darah menurut Syekh Al-Husain Muhammad Makhluf mengatakan yaitu transfusi darah merupakan menerima manfaat dari darah seseorang, yaitu yang sehat jasmaninya lalu dipindahkannya ke tubuh orang yang sakit atau yang membutuhkan karena untuk mempertahankan hidup. Oleh karena itu,bisa diartikan bahwa transfusi darah merupakan cara menyalurkan darah dari pemilik darah kepada orang yang membutuhkan. 

B. Pengertian Kaidah Ad-Dzararu Yuzalu

"Ad-Dzararu yuzalu artinya kemadharatan harus dihilangkan."

            Segala hal yang dapat mendatangkan kemaslahatan dengan memberikan manfaat dan juga dapat menolak kemafsadatan yang memberikan mudarat atau setidaknya dapat meringankannya, hal itu merupakan tujuan dari syariah (Maqasid syari'ah). Contoh orang yang sakit demam, langkah yang seharusnya ia lakukan adalah periksa ke dokter dan meminum obat bukan membiarkannya saja, sehingga dapat menyebabkan kehilangan nyawanya. Hal dengan peristiwa tersebut wajib dihindari. Oleh karena itu semua jenis kemudaratan itu harus dihindari.

          Terdapat beberapa lafadz yang berakar dari lafadz dzararu yang terkandung dalam kitab suci, yaitu al-Quran. Dan pada lafaz ayat tersebut mengarahkan agar selalu berusaha melakukan kebaikan dan melarang tindakan yang dapat merugikan; misal kewajiban untuk mengikuti ajakan memperbaiki hubungan (islah) suami istri, hal ini kaitannya dengan QS. al-Baqarah ayat 228. Contoh yang lain yaitu tidak boleh merujuk istri dikarenakan maksud yang tidak baik (dziraran), hal ini kaitannya dengan QS. al-Baqarah ayat 231. Dan juga dalam hal membagikan warisan dilarang membuat keputusan yang dapat merugikan (ghaira mudzor), dalam hal ini dapat dilihat pada Al-Quran Surah al-Nisa (4): 12. Dan juga pada Surah al-Baqarah (2): 233 dikatakan bahwa dilarang membuat rugi sesama anggota keluarga antara suami, istri dan juga anak (laa tudzoor) dan juga menyusahkan istri (wa laa tudzoruuhunna) dalam hal ini terdapat pada al-Quran Surah al-An'am (6):

   Berikut ini adalah pendapat para ulama mengenai adz-dzararu:     

  1. Menurut Abu Bakar al-Jashas, Darar ialah suatu hal yang ditakutkan terjadinya sesuatu hal yang dapat membahayakan nyawa atau pada bagian tubuhnya.
  2. Al-Dariri berpendapat bahwa Darar merupakan bentuk penyelamatan dari ancaman kematian atau dari hal-hal yang dapat menyulitkan diri.
  3. Pendapat dari sebagian Ulama Mazhab Maliki mengatakan bahwa yang termasuk Darar ialah termasuk kekhawatiran diri dari kematian baik itu sudah yakin atau hanya dugaan saja.
  4. Imam al-Suyuti berpendapat bahwa Darar diumpamakan dengan situasi seseorang ketika berada pada suatu batasan, lalu jika enggan mengonsumsinya meski hal itu dilarang maka dapat dipastikan ia akan binasa.
  5. Dikatakan Dirar merupakan suatu hal yang dapat memberikan keuntungan pada dirinya namun dapat memberikan kerugian (mudarat) pada lainnya. Selain itu, Darar merupakan sebaliknya, yaitu tidak menguntungkan (mudarat) kepada dirinya diri namun menguntungkan pada lainnya. Pendapat ini merupakan pendapat al-Nadwi yang mengutip pendapatnya al-Khusni.

            Oleh karena itu dapat disimpulkan dari beberapa pernyataan ulama diatas yaitu Darar merupakan tingkat kesulitan yang dapat menentukan eksistensi manusia, apabila dibiarkan maka dapat membahayakan bagi jiwanya, agamanya, keturunannya, hartanya maupun kehormatannya maka diwajibkan menghindari atau menolaknya. Sebagaimana dikatakan bahwa Darar merupakan bentuk bahaya yang mesti dihindari dan ditolak..

C. Analisa Hukum Transfusi Darah Berdasarkan Kaidah Ad-Dzararu Yuzalu

        Berdasarkan fakta, bahwa memang tidak terdapat sumber-sumber yang orisinal dalam Islam tentang larangan praktik transfusi darah. Namun keterangan-keterangan yang ditemukan hanya menyebutkan bahwa darah adalah benda najis dan tidak boleh dikonsumsinya. Akan tetapi ketidakbolehan ini tidaklah berlaku ketika mendapati kebutuhan yang mendesak, yaitu ketika transfusi darah menjadi jalan terakhir untuk menyelamatkan nyawa seseorang. Hal ini berdasarkan kaidah fiqhiyah asasiyah yaitu kaidah yang ke-4 (empat) yaitu:

"Ad-Dzararu yuzalu"

Artinya kemadharatan harus dihilangkan.

          Dalam kaidah ini mengisyaratkan bahwa terdapat kelonggaran hukum yaitu misal dibolehkannya mengonsumsi makanan yang haram pada saat terdesak/terpaksa. Hal ini sejalan dengan kaidah:

"Laa haraama ma'adzarurati wa laa haraahata ma'alhaajati" 

Artinya: "tidak ada yang dapat menghukum haram kalau ada kemudaratan dan juga tidak ada yang dapat menghukum makruh kalau ada kebutuhan."

         Maka ketika seseorang berada di posisi dharurat yakni sangat memerlukan transfusi darah meski darah hukumnya haram maka menjadi halal untuk digunakan. Hal ini juga selaras dengan kaidah:

"Adz-Dzaruratu tubiihul mahdzurati"

Artinya: "kemudharatan-kemudharatan itu membolehkan larangan-larangan"

        Keadaan darurat menjadikan kebolehan untuk mengerjakan suatu hal yang bersifat larangan terkecuali pada kondisi seorang donor darah tersebut sudah memenuhi persyaratan keamanan dari prosedur yang ditentukan. Ketika si pendonor menyetujui untuk mendonorkannya maka hak atas darahnya berpindah kepada resipien. Namun menurut hukum Islam dilarang seseorang mendonorkan darahnya apabila berakibat buruk pada keselamatan dan kesehatannya. Dalam hal ini berdasarkan kaidah:

"Adz-Dzararu laa yuzaalu bidz dzarari"

Artinya: "kemudaratan itu tiada kebolehan untuk diganti pada mudarat lainnya".

            Penjelasan dari kaidah diatas ialah suatu hal yang bersifat mudarat tidak dibolehkan diganti dengan mudarat pula pada tingkat kondisi yang sama. Meski dalam hal ini seseorang sangat membutuhkan darah akan tetapi apabila mendonorkan akan berdampak buruk bagi pendonor tersebut maka haram hukumnya dilakukan transfusi darah.

PENUTUP

         Sebagaimana penjelasan di atas maka dapat disimpulkan yaitu hukum transfusi darah adalah boleh. Meskipun tidak terdapat sumber-sumber orisinal Islam tentang larangan praktik transfusi darah. Namun keterangan-keterangan yang ditemukan hanya menyebutkan bahwa darah adalah benda najis dan tidak boleh dikonsumsinya. Akan tetapi ketidakbolehan ini tidaklah berlaku ketika mendapati kebutuhan yang mendesak, yaitu ketika transfusi darah menjadi satu-satunya jalan untuk menyelamatkan nyawa seseorang. Hal ini selaras dengan kaidah adz-darar yuzalu.

          Sekian apa yang dapat saya sampaikan, bila ada kurangnya saya mohon maaf dan semoga apa yang dapat saya sampaikan berguna untuk kedepannya. Saya tunggu kritika yang membangun untuk menjadi pembelajaraan kedepannya agar lebih baik. Terima kasih.

DAFTAR PUSTAKA

Azhari, Fathurrahman. 2015. Qawaid Fiqhiyyah Muamalah. Banjarmasin: Lembaga Pemberdayaan Kualitas Ummat (LPKU).

Djazuli, A.. 2006. Kaidah-Kaidah Fikih: Kaidah-kaidah Hukum Islam dalam Menyelesaikan Masalah-Masalah yang Praktis. Jakarta: Kencana.

Ebrahim, Abul Fadl Mohsin. 2007. Fikih Kesehatan: Kloning, Eutanasia,   Transfusi Darah, Transplantasi Organ, dan Eksperimen pada Hewan. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta.

Firani, Novi Khila. 2018. Mengenali Sel-sel Darah dan Kelainan Darah. Malang:   UB Press.

Ibrahim, Duski. 2019. Al-Qawa`Id Al-Fiqhiyah (Kaidah-Kaidah Fiqih). Palembang: Amanah.

Madjid, Ahmad Abd. 1991. Ushul Fiqh. Pasuruan: Garoeda Buana Indah.

Roestam, Masri. 1978. Almanak Transfusi Darah. Jakarta: Lembaga Pusat Transfusi Darah Palang Merah Indonesia.

Yusuf, Muhammad. 2017. Masail Fiqhiyah. Jakarta Pusat: Gunadarma Ilmu

Nama: Yuliatul Mukaromah

NIM   : 101190177

Kelas : HKI G

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun