Mohon tunggu...
Yuliatul Mukaromah
Yuliatul Mukaromah Mohon Tunggu... Mahasiswa - 101190177/HKI G

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hukum Transfusi Darah Ditinjau dari Kaidah Adz-Dzararu Yuzalu

29 November 2021   10:58 Diperbarui: 29 November 2021   11:13 465
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

          Terdapat beberapa lafadz yang berakar dari lafadz dzararu yang terkandung dalam kitab suci, yaitu al-Quran. Dan pada lafaz ayat tersebut mengarahkan agar selalu berusaha melakukan kebaikan dan melarang tindakan yang dapat merugikan; misal kewajiban untuk mengikuti ajakan memperbaiki hubungan (islah) suami istri, hal ini kaitannya dengan QS. al-Baqarah ayat 228. Contoh yang lain yaitu tidak boleh merujuk istri dikarenakan maksud yang tidak baik (dziraran), hal ini kaitannya dengan QS. al-Baqarah ayat 231. Dan juga dalam hal membagikan warisan dilarang membuat keputusan yang dapat merugikan (ghaira mudzor), dalam hal ini dapat dilihat pada Al-Quran Surah al-Nisa (4): 12. Dan juga pada Surah al-Baqarah (2): 233 dikatakan bahwa dilarang membuat rugi sesama anggota keluarga antara suami, istri dan juga anak (laa tudzoor) dan juga menyusahkan istri (wa laa tudzoruuhunna) dalam hal ini terdapat pada al-Quran Surah al-An'am (6):

   Berikut ini adalah pendapat para ulama mengenai adz-dzararu:     

  1. Menurut Abu Bakar al-Jashas, Darar ialah suatu hal yang ditakutkan terjadinya sesuatu hal yang dapat membahayakan nyawa atau pada bagian tubuhnya.
  2. Al-Dariri berpendapat bahwa Darar merupakan bentuk penyelamatan dari ancaman kematian atau dari hal-hal yang dapat menyulitkan diri.
  3. Pendapat dari sebagian Ulama Mazhab Maliki mengatakan bahwa yang termasuk Darar ialah termasuk kekhawatiran diri dari kematian baik itu sudah yakin atau hanya dugaan saja.
  4. Imam al-Suyuti berpendapat bahwa Darar diumpamakan dengan situasi seseorang ketika berada pada suatu batasan, lalu jika enggan mengonsumsinya meski hal itu dilarang maka dapat dipastikan ia akan binasa.
  5. Dikatakan Dirar merupakan suatu hal yang dapat memberikan keuntungan pada dirinya namun dapat memberikan kerugian (mudarat) pada lainnya. Selain itu, Darar merupakan sebaliknya, yaitu tidak menguntungkan (mudarat) kepada dirinya diri namun menguntungkan pada lainnya. Pendapat ini merupakan pendapat al-Nadwi yang mengutip pendapatnya al-Khusni.

            Oleh karena itu dapat disimpulkan dari beberapa pernyataan ulama diatas yaitu Darar merupakan tingkat kesulitan yang dapat menentukan eksistensi manusia, apabila dibiarkan maka dapat membahayakan bagi jiwanya, agamanya, keturunannya, hartanya maupun kehormatannya maka diwajibkan menghindari atau menolaknya. Sebagaimana dikatakan bahwa Darar merupakan bentuk bahaya yang mesti dihindari dan ditolak..

C. Analisa Hukum Transfusi Darah Berdasarkan Kaidah Ad-Dzararu Yuzalu

        Berdasarkan fakta, bahwa memang tidak terdapat sumber-sumber yang orisinal dalam Islam tentang larangan praktik transfusi darah. Namun keterangan-keterangan yang ditemukan hanya menyebutkan bahwa darah adalah benda najis dan tidak boleh dikonsumsinya. Akan tetapi ketidakbolehan ini tidaklah berlaku ketika mendapati kebutuhan yang mendesak, yaitu ketika transfusi darah menjadi jalan terakhir untuk menyelamatkan nyawa seseorang. Hal ini berdasarkan kaidah fiqhiyah asasiyah yaitu kaidah yang ke-4 (empat) yaitu:

"Ad-Dzararu yuzalu"

Artinya kemadharatan harus dihilangkan.

          Dalam kaidah ini mengisyaratkan bahwa terdapat kelonggaran hukum yaitu misal dibolehkannya mengonsumsi makanan yang haram pada saat terdesak/terpaksa. Hal ini sejalan dengan kaidah:

"Laa haraama ma'adzarurati wa laa haraahata ma'alhaajati" 

Artinya: "tidak ada yang dapat menghukum haram kalau ada kemudaratan dan juga tidak ada yang dapat menghukum makruh kalau ada kebutuhan."

         Maka ketika seseorang berada di posisi dharurat yakni sangat memerlukan transfusi darah meski darah hukumnya haram maka menjadi halal untuk digunakan. Hal ini juga selaras dengan kaidah:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun