Mohon tunggu...
Yulianita Abu Bakar
Yulianita Abu Bakar Mohon Tunggu... Guru - Guru

There are things more important than happiness (Imam Syamil's son)

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Patah

27 Agustus 2024   03:34 Diperbarui: 27 Agustus 2024   04:02 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dia lahir di bawah bayang, cinta yang tak sempurna,  

Dari ibu yang dingin, kata-kata yang melukai jiwa.  

Dalam senyum yang dipaksa, dia sembunyikan luka,  

Menjaga hati kecilnya, meski rapuh dan tak berdaya.

Bertumbuh dalam sunyi, dia belajar bertahan,  

Merajut mimpi sendiri, di tengah malam yang kelam.  

Namun luka itu tetap di sana, selalu mengintai,  

Menggenggam hatinya erat, membuatnya terasa hampa.

Dia mencari teman, tempat berlindung dan percaya,  

Namun dunia penuh duri, tak seperti yang dia kira.  

Orang yang dia panggil sahabat, menusuk dari belakang,  

Meninggalkan luka baru, di hati yang tak lagi utuh.

Setiap kali dia jatuh, dia bangkit lagi berdiri,  

Namun hatinya semakin patah, meski tetap mencoba peduli.  

Dikhianati berkali-kali, dia terus mencari jawab,  

Mengapa kasih sayang selalu berakhir dalam gelap.

Di antara reruntuhan mimpi, dia berdiri sendiri,  

Menyadari, tak semua orang layak dijadikan sahabat sejati.  

Dia memungut serpihan hati, menyatukan yang tersisa,  

Menempa dirinya, menjadi kuat meski terluka.

Kini dia tahu, kepercayaan adalah hal berharga,  

Tak bisa diberikan sembarang, pada mereka yang tak peka.  

Luka ibu dan sahabat mengajarinya satu hal,  

Bahwa dalam patah, dia menemukan dirinya yang kental.

Patah, namun tak hancur, dia berjalan dengan hati waspada,  

Menghadapi dunia yang keras, dengan jiwa yang lebih dewasa.  

Meski luka-luka itu masih terasa, dia memilih untuk terus berjalan,  

Menemukan jalan, meski dengan hati yang penuh bekas luka.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun