Mohon tunggu...
Yuliyanti
Yuliyanti Mohon Tunggu... Wiraswasta - Yuli adja

Yuliyanti adalah seorang Ibu Rumah Tangga memiliki kesibukan mengurus bisnis keluarga, Leader paytren, Leader Treninet. Sebagai penulis pemula telah meloloskan 7 antologi. Penulis bisa ditemui di IG: yuliyanti_leader_paytren Bergabung di Kompasiana 20, Oktober 2020

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Jika Pernikahan sebagai Penyempurna Agama, Kenapa Harus Bercerai?

29 Mei 2023   20:20 Diperbarui: 30 Mei 2023   08:53 271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi anak-anak di tengah kericuhan orangtua. Sumber gambar https: Shutterstock.com

"Siapa sih yang mau bercerai? Setiap pasangan tentu tidak ingin mengalami perceraian."


Menikah sekali seumur hidup dengan kekasih hati, menjadi dambaan setiap orang. Pernikahan adalah ikatan suci, serta dianggap sebagai ibadah.

Sebab, terjadinya ikatan ada campur tangan Allah SWT, maka menikah juga disebut sebagai penyempurna separuh agama.

"Jika seseorang menganggap pernikahan penyempurna agama, kenapa harus bercerai?" 


Kalimat di atas mengingatkan saya pada kisah kehidupan yang dialami teman serta kerabat. 

Ya, pada suatu masa saya menghadiri pesta perkawinan seorang teman, di mana salah satu mempelainya kali itu melangsungkan pernikahan untuk kedua kalinya.

Rumor pun berseliweran. Ada yang yang mengatakan, ngantene mburu senenge dewe. [Pengantin tersebut hanya memburu rasa senangnya sendiri].

Mereka tidak memedulikan perasaan orang sekitar yang kesakitan karena keputusannya. Usut punya usut, pengantin pria menceraikan isteri dan berbagi anak demi menikahi wanita lain.

Kejadian di atas pun dialami salah satu kerabat saya.
Mahligai rumah tangga yang telah mereka bina bertahun-tahun akhirnya kandas di tengah jalan. 

Dan hak asuh anak pun jatuh pada sang ibu. Tentu saja mereka akan dijauhkan dengan buah hatinya. Tanpa kita sadari, justru anak yang lebih terkena dampak perceraian.


Dalam agama Islam, perceraian memang tidak dilarang. Tetapi Allah SWT, sangat membencinya. 

Pasalnya, cerai berarti melepaskan ikatan perkawinan. Dengan putusnya hubungan pernikahan, maka gugurlah hak antara suami isteri. Tentu saja bisa memengaruhi anak-anaknya.

Hidup adalah ujian

Manusia tak luput dari ujian(cobaan) takterkecuali bagi pasangan yang telah menikah. Roda kehidupan bagai sebuah jalan, ada kalanya mulus, terjal, hingga berkubang. 

Sebuah ujian bisa berupa kesenangan duniawi, termasuk juga kedukaan. Sebab hidup adalah ujian untuk mencapai puncak kebahagiaan.

Bagi pasangan yang tidak kuat menjalaninya, tentu akan saling menyalahkan. Jika berlarut tiada penengah yang  memberi solusi, ujung-ujungnya cerai.

Mempertahankan jauh lebih sulit daripada mengejar

Tidak semua pasangan mampu bertahan menghadapi cobaan. Sehingga dalam menjalani biduk rumah tangga terkadang pil pahit harus ditelan.

Dalam hal ini tidak ada salahnya berpikir ulang sebelum memutuskan cerai dengan pasangannya.
Namun, perjalanan hidup terkadang tidak sesuai harapan.

Agaknya pepatah masih berlaku, jika mempertahankan memang lebih sulit daripada mengejar. Sehingga berakhir dengan perceraian.

Menurut kaca mata penulis, jika perceraian sampai terjadi, selain suami ibu dan anak-lah yang paling menderita.

Dampak perceraian yang dialami orangtua dan anak:

1.Pihak Wanita yang dirugikan

Bagi pasangan yang mengalami perceraian, wanita--lah yang mengalami pukulan terberat.

Terlebih pada wanita yang memutuskan kerja setelah menikah dan memilih menjadi ibu rumah tangga, mengurus anak-anaknya.

Dalam hal ini, pihak wanita yang dirugikan. Pasalnya, seorang wanita akan memulai kehidupan barunya sekaligus menjadi tulang punggung keluarga.

Bekerja untuk menghidupi diri sendiri dan buah hatinya jika hak asuh jatuh padanya. Sebagai wanita paruh baya tidak mudah mendapatkan sebuah pekerjaan sesuai keinginan.

Jika pun diterima kerja, upah yang didapat lebih kecil ketimbang pria di bagian pekerjaan serupa.

2. Dampak perceraian Anak  merasa kesepian

Bagi pasangan yang telah dikarunia anak, jika perceraian menjadi satu-satunya jalan yang harus ditempuh, maka akan berdambak buruk pada anaknya.

Dampak perceraian anak merasa kesepian, kehilangan arah serta figur orangtua sebagai pengayomnya.

3. Menjadi beban mental

Perceraian bisa menjadi beban mental, fisik serta masa depan anak-anak yang tidak terarah. Anak akan mengalami dilema, malu, dan sedih berkepanjangan bahkan bisa lebih tragis.

4. Kekerasan dalam rumah tangga

Selain beban mental, dampak perceraian lainnya anak bisa menimbulkan kekerasan dalam rumah tangga. Bisa-bisa nyawa pun melayang karenanya.. 

Seperti yang baru-baru ini terjadi di Desa Tenggala Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo. Nasib malang dialami seorang bocah berusia 9 tahun, di harus meregang nyawa ditangan bibi dan pamannya.

Kisah di atas bisa dijadikan bahan pertimbangan, betapa dampak perceraian terlalu berat bagi yang mengalami, terutama anak-anak yang masih membutuhkan perhatian dan kasih sayang dari orangtuanya.

Sebagai orangtua, alangkah baiknya berpikir ulang jika ingin bercerai.
Pasalnya, cerai berarti melepaskan ikatan perkawinan. Dengan putusnya hubungan pernikahan, maka gugurlah hak antara suami isteri.

Sebagai pasangan yang sudah menikah dan dikarunia anak, alangkah baiknya mengalahkan "ego" dan selalu berdoa, mengupayakan perdamaian agar tidak terjadi perpisahan. 

Sebab, doa, saling menjaga dan menghormati pasangan menjadi tips sederhana menjaga pernikahan. 

Sebab doa bagai ujung panah yang meluncur bila dilepaskan, mampu menembus langit jika selalu dilangitkan. Sehingga dalam membina rumah tangga insyaa Allah bakal sakinah. Aamiin. Semoga bermanfaat.

Nah, itulah dampak perceraian menurut kacamata penulis. Bagaimana pendapat Anda?  

Referensi 

#DampakPerceraian
#ArtikelYuliyanti
#Tulisanke-477
#Klaten, 29 Mei 2023
#MenulisdiKompasiana

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun