Jelang subuh, saya dan suami bangun bersamaan untuk salat berjamaah. Tetapi sakit kembali menghampiri, ulu hati bagai dihantam palu godam lalu dicengkeram.Â
Rasa-rasanya ada sesuatu yang hendak keluar dari raga. Dan sulit bernapas. Saya kembali menghempaskan tubuh memegang dada, meringkuk kesakitan.Â
Astaghfirullah ya, Allah...
La haulla wala quwata illa billahil' aliyyil adzim. Â Usai salat subuh, saya melafalkan kalimat di atas berkali-kali sambil rebahan.
***
Nyeri sisi kiri ulu hati kerap menghampiri, sakitnya tembus ke punggung. Saya berusaha menahannya sampai gulung kuming, alias terguling meringkuk di tempat tidur.
Suami tidak tega melihatnya. Beliau mengajak ke dokter atau rumah sakit terpilih. Tetapi saya tidak mau, dengan alasan takut di vonis covid-19, seperti maraknya kasus tahun 2021.
***
'Astaghfirullah ya Allah, aku mohon ampunan-Mu. Jika ujian sakit ini sebagai penggugur dosaku, aku ikhlas menerima serta menjalani takdir-Mu.'
Mengerang kesakitan selama 4 jam membuat tubuh lemas, berkeringat dingin, membuat saya ketir-ketir (berpikir yang tidak-tidak).
 'Ya, Allah pemilik umur dan jiwa ini, bilamana takdirku hanya sampai di sini, aku ikhlas untuk kembali ke sisi-Mu, ya Rabb.'
Tetapi jika hamba masih diberi umur panjang dan kesehatan, izinkan untuk berikhtiar.
Â
Astaghfirullahhal' adzim
Allahumma Sholli'ala sayyidina Muhammad Wa'ala Ali sayyidinna Muhammad
Laa illah haa illah
Laa illah haa illah
Laa illah haa illah Muhammadarusulullah
La haula wala quwwata illa billahil'aliyyil adzim
Saat di titik nadir, saya mengucapkan kalimat di atas dengan terbata-bata.