Mohon tunggu...
Yuliyanti
Yuliyanti Mohon Tunggu... Wiraswasta - Yuli adja

Yuliyanti adalah seorang Ibu Rumah Tangga memiliki kesibukan mengurus bisnis keluarga. Sebagai penulis pemula telah meloloskan 7 antologi. Penulis bisa ditemui di IG: yuliyanti_yuli_adja Bergabung di Kompasiana 20, Oktober 2020

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

[Ramadhan Penuh Berkah] Aku Menyambutmu dengan Sabar di Pembaringan

12 April 2021   22:24 Diperbarui: 13 April 2021   13:05 909
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada bulan sya'ban sudah menjadi tradisi bagi keluarga kami untuk memperingati berpulangnya Almarhum Bapak Keharibaan Allah SWT.

Sebuah acara sangat sederhana, namun sangat khusuk dalam tiap tahunnya. Seperti malam itu, tgl 28 Maret 2021 ba'da isya'  kami mengundang kurang lebih 30 orang untuk membaca surat yasin dan tahlil untuk memperingati berpulangnya Bapak. Iya, setiap saat bersamaan kami  berbagi sedekah atas nama beliau  wujud bakti pun doa sebagai anak sholeh-sholehah untuknya.

Karena kami sebagai anaknya bisa seperti saat ini tak luput dari perjuangan Almarhum.

Malam itu setelah acara selesai, saya membagikan sebagian makanan(nasi kotak dan snack) kepada kerabat pun tetangga yang telah membantu kerepotan saat acara berlangsung.

Sisa bahan di dapur pun seperti gula pasir, telur, teh, sedikit beras, akan ditambahkan Ibu esok hari. Alhamdulillah. Saya pun senang mendengarnya, tanpa diminta hati Ibu berinisiatif baik.

Malampun makin larut, saya pun suami berkemas untuk pulang, sedangkan anak saya memilih bermalam ditempat neneknya. Setelah sepakat saya pun pulang untuk kembali lagi besuk siang menjemput anak kami.

Jarak dari rumah Ibu ke rumah saya dalam hitungan menit, -+25 menit naik mobil. Sesampainya di rumah  saya beberes berbagai kudapan pemberian ibu. 

Lumayanlah, buat cemilan karyawan besuk. Ada tahu bakso bikinan sendiri jauh lebih enak, ada aneka kue buatan adik, ada tape ketan buatan Ibu yang rasanya maknyus manisnya tiada tara walau tanpa gula. Ibu memang pandai membuatnya. Masih banyak aneka kudapan lainnya, semua masuk kulkas.

***


Siang itu usai menjalankan rutinitas, saya dan suami bergegas untuk pulang. Terlebih dahulu mampir ke rumah makan padang presiden yang berjarak  10 menit dari rumah. Sekalian membelikan pesanan makan siang anak saya, paha atas Hara Chiken. Tak butuh waktu lama, kami pun sampai di rumah Ibu lagi.

Sesaat kemudian, saya bilang ke Ibu dan adik, akan lebih baik untuk silaturahmi ke tempat Ibu mertu adik yang seminggu lalu kecelakaan. Jatuh saat naik sepeda di Bayat. Akhirnya sepakat, tanpa suami ikut. Dengan alasan tak membawa celana panjang. Sore itu ba'da ashar saya, Ibu, adik dan keponakan berangkat dengan bersepeda motor. 

Ibu membonceng adik perempuan, sedangkan saya membonceng ponakan yang jauh lebih tinggi tubuhnya dari saya. Membutuhkan waktu lima belas menit untuk  sampai di desa mertua adik nomor tiga. Setelah menikah setahun yang lalu, atas permintaan keluarga istrinya adik saya(Tri) diminta untuk menetap di sana. Kami pun tak mempermasalahkan, asal mereka hidup bahagia.

Setelah cukup kami melanjutkan talisilaturahmi ke rumah adik bungsu ipar saya. Kebetulan dulu suaminya jatuh saat bersepeda kami belum sempat membesuknya.

Mbak Ning dan Mas Widodo, adik iparnya Tri, mereka senang saat kami berkunjung. Walau hanya sebentar karena waktu hampir pukul lima sore kami segera pamit.

Sekantung plastik oleh-oleh dari Mbak Ning, maklum beliau membuka kelontong cukup besar di desanya. Dulu saat adik belum menikah, Mbak Ning pelanggan setianya. Pada waktu Tri masih dagang sembako keliling. Setelah kecelakaan menimpa dia tak lagi meneruskan usahanya. Lebih memilih membantu saya di toko.

***

Sesampainya di rumah, saya membuka oleh-oleh dari Mbak Ning, ada tiga bungkus kripik bayam, 1 bungkus kripik pisang dan beberapa es lilin rasa rujak.

Saya mengambil 1 bungkus kripik bayam dan 4 buah es lilin rujak, begitu juga adik. Sisanya lebih banyak untuk Ibu.
 Saya pun pamit pulang, karena esok hari anak saya akan ujian.

Hari pertama puasa sunnah senin kamis, setelah operasi dulu, saya jarang puasa sunnah.
Hari itu awal bulan April, siswa kelas enam SD MIM Mlese. Saya ingin membatu anak dengan doa dan puasa, dengan harapan mereka diberi kemudahan saat ujian.

Sore itu seperti biasa, saat buka puasa secangkir teh manis berteman beberapa gorengan buatan sendiri menjadi teman santap berbuka puasa. Pada awal makan lidah tak merasakan adanya kejanggalan, semua enak. Namun, pada pagi hari tenggorokan saya taknyaman. Seperti mau batuk. 

Dalam hati saya bertanya, saya habis makan apa? Saya menggoreng gembus(ampas tahu yang telah di olah sedemikian rupa) hingga layak dikonsumsi. Kudapan tersebut sangat lezat saat dibumbui lalu digoreng dengan minyak baru.

 Olahan dengan minyak sendiri tidak akan menyebabkan batuk, batin saya.

 Kemudian saya buru-buru cari kencur di dapur. Sekitar satu jempol saya cuci, lalu diparut, diperas ambil airnya kira-kira satu sendok makan. Saya tambahin sedikit madu dan garam, aduk lalu diminum. Setiap tenggorokan berasa taknyaman itu jadi pertolongan pertama, Alhamdulillah batuk sembuh. Namun, satu penyakit lain pun datang.

Pada awalnya saya merasakan seluruh badan sakit, saya minta dikerokin. Benar, memerah darah bekas kerokan walau baru beberapa kali. Malam itu persedian tolak angin kebetulan habis. Ada stok sari buah, namun tidak cocok bagi penderita asam lambung.

Malam itu saya menikmati rasa sakit di seluruh tubuh, hingga demam tinggi. Merintih layaknya anak kecil. Keesokan hari lidah berasa pahit, badan pun lemah. Seharian hanya rebahan. Suami dan anak merayu agar saya periksa ke dokter. Namun, saya tidak mau.

 "Belikan saja paracetamol juga obat pereda nyeri." Pinta saya waktu itu.

 Setelah sehari semalam istirahat, pada hari kamis saya bisa bekerja, tetapi giliran suami tak enak badan. Karena gejalanya sama, obat saya jadi alternatif ketimbang periksa dokter, karena kami takut dikatakan kena covid, maklum sekarang lagi marak pasien sakit jantung, sakit paru-paru pun dibilang terpapar covid-19.

Setelah beberapa hari badan terasa tidak lagi sakit. Tetapi, saya mengeluhkan badan lemes, mau ngapa-ngapain bawaanya males, pinginya rebahan. Terkadang demam datang lalu seketika berubah dingin, lidah pahit sekali. Hingga suatu sore saya keluar rumah ke tetangga sebelah untuk beli nasi putih.

 Di sana ngobrol sesaat hingga dapat kesimpulan saya mungkin terkena tipes. Mengingat semasa lulus SD pernah mengalami sakit seperti itu. Akhirnya saya berani periksa ke dokter.

 Ternyata benar, dokter menyatakan sakit tipes juga lambung kambuh. Untuk tensi 120 normal, saya dianjurkan banyak istirahat.

Pada siang hari saat jam kerja suami merangkap kerjaan saya, saya hanya terbaring lemah, hingga malam tiba.

Setelah usai jam kerja, kami hanya bertiga di rumah. Saya belum sembuh suami pun ikutan sakit, badan terasa panas dingin lidah pun pahit.

Ujian yang kami alami bentuk kasih sayang Allah, untuk menghapus dosa-dosa kami, insyaa Allah. Saya pun dengan sabar menerima cobaan ini. Suami masih mendingan, bisa menikmati makan nasi dengan olahan yang berasa pedas( tidak ada pantangan) lain halnya dengan saya, untuk beberapa hari hanya memakan bubur  walau cuma beberapa sendok saja rasanya bosan.

 Untuk beberapa hari hanya tidur, untuk sholat saja dengan cara duduk, itu pun tidak kuat sekalipun hanya lima menit.

Dalam keheningan malam, saya berdoa mohon ampun. Ya Allah, akankah berakhir masa-masaku di dunia ini?
Dalam linangan air mata, saya hanya bisa pasrah.
Berulang kali pertanyaan itu terlontar diiringi derai air mata. Tiga keluarga.. istri adik yang di Bayat, lalu Ibu dan adik nomor dua juga nomor empat. Kemudian saudara dari suami pun sakit. Hingga saat ini semua sakit belum sembuh benar.

 Dalam pembaringan saya berusaha menulis, paragraf demi paragraf saya susun dengan untaian doa
Ya, Allah sampaikanlah umur kami hingga Ramadhan tahun ini dan tahun-tahun yang akan datang. Jangan jemput kami, karena belumlah cukup bekal kami untuk pulang. 

Biarkan kami menyambutmu  dengan sabar dipembaringan.
 Ampunilah
kami, sembuhkanlah segala penyakit, beri kesabaran dalam menjalani ujian ini atas izinmu.

  1. Imam Nawawi berkata, Laa haula wa laa quwwata illa billah, itu kalimat tanda menyerah  dan tunduk(pasrah).
    Dan sesungguhnya hamba itu tidak mempunyai sesuatu urusan pun. Dan tidak mempunyai daya dalam menolak jelek(jahat). Dan tidak mempunyai kekuatan untuk menarik kebaikan, kecuali dengan kehendak Allah ta'ala. Aku berkata, 'Telah sampai beberapa hadits yang lain dalam hal keutamaan.
     "Laa Haula wa laa Quwwata Illa Billah."

Diantaranya Hadits Abu Musa Al-Asy'ari. Di dalamnya terdapat, Wahai Abdullah binQais, ketahuilah, maukah kamu aku ajari kalimat, yang kalimat itu dari gudang surga, yaitu Laa Haula wa Laa Quwwata Illa Billah."

Sumber: Hadits Qudsi Shahih dan penjelasannya, Al Imam Abi Al Hasan Nuruddin, Ali bin Sulthan Muhammad Al-Qoriy. 


Tulisan ke-75. Klaten 12 April 2021

Referensi  1

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun