Mohon tunggu...
Sam
Sam Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Padi tumbuh tak berisik. -Tan Malaka

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kisah Ibuku, Bekerja Demi Sekolah Anaknya

9 Maret 2016   00:15 Diperbarui: 4 April 2017   17:52 1662
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seminggu setelah itu, setelah mengirim surat lamaran dengan bantuan temannya, akhirnya ibuku bekerja di sebuah pabrik pembuatan mie tak jauh dari rumah. Ayah sempat tidak menyetujui hal tersebut karena bukan kewajiban seorang istri untuk bekerja. Alhasil, hari pertama ibu bekerja hanya setengah hari kemudian pulang karena sakit dan muntah, katanya tidak tahan dengan dinginnya AC. Percobaan awal bekerja gagal karena tak ada restu dari suami.

Ibu terus memaksa untuk bekerja demi terus menyekolahkan anaknya. Dengan ijazah SLTA, ibu lebih mudah mencari pekerjaan meskipun hanya sebagai buruh pabrik. Dengan berat hati akhirnya ayah merestui ibu bekerja. Setiap hari ayah mengantar serta menjemput ibu di sebuah pabrik pengolahan udang dan kepiting. Gajinya sementara cukuplah untuk belanja kebutuhan keluarga.

Sebulan setelahnya, ayah juga mendapat pekerjaan, kali ini sebagai sopir distributor air mineral. Alhamdulillah kali ini keluargaku berkecukupan kembali. Ibu yang sudah asyik dengan pekerjaannya, tidak mau disuruh berhenti oleh ayah. Akhirnya ayah dan ibu sama-sama bekerja seiring dengan aku yang semakin rajin dan semangat untuk sekolah. Aku tidak mau menyiakan perjuangan kedua orang tua.

Nasib rumahku

Karena kedua orang tuaku bekerja, yang terkadang ibu harus bekerja di malam hari karena shift, membuatku harus mengurus pekerjaan rumah. Tiap pagi aku menyiapkan sarapan, malam harinya aku memasak nasi, sore hari aku harus menyapu dan mencuci piring. Tapi aku menikmati rutinitas tersebut, sembari membayangkan betapa beratnya kewajiban seorang ibu di rumah.

Aku tidak pernah memasak sayur karena tidak bisa. Jadi makanan sehari-hari hanya berlauk tempe atau telur ceplok. Dengan makanan yang seperti itu ayahku tetap saja bersikeras tidak mau mengambil lauk. Katanya lauk itu untuk anaknya saja, ayah cukup makan nasi sama kecap. Ayahku ini memang lelaki sejati. Sayur hanya bisa dinikmati di hari minggu saat ibu libur.

Seharinya rumahku sepi, ibu harus berangkat subuh-subuh dan pulang saat maghrib jika shift pagi. Jika shift malam, ibu berangkat setelah sholat ashar dan pulang jam 7 pagi. Ayah berangkat kerja sambil mengantar adik ke sekolah. Jam 9 malam kami sekeluarga sudah tertidur karena rasa lelah.

Sekarang

Rutinitas itu aku lakukan mulai dari SMP hingga tamat SMA. Katanya, sekarang adik menggantikan pekerjaanku di rumah, semangat ya. Saat ini aku duduk di bangku kuliah semester 4 dengan beasiswa pendidikan penuh. Alhamdulillah sudah tidak memberatkan orang tua lagi, aku sudah bisa swasembada pangan.

Ayahku tetap bekerja sebagai sopir distributor air mineral sampai sekarang. Begitu juga ibu, dia sangat senang ketika melihatku pulang ke rumah tiap 6 bulan sekali. Aku juga senang bisa melihat keluargaku sehat dan makin harmonis semenjak aku kuliah.

Terima kasih Ibu, Ayah, dan adikku. Aku bangga menjadi bagian keluarga kalian. Aku berjanji suatu saat nanti pasti bisa membahagiakan keluargaku lebih dari ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun