Mohon tunggu...
Fransisca Yuliyani
Fransisca Yuliyani Mohon Tunggu... Guru - Seorang pecinta bunga matahari | Gratitude Practitioner

Menaruh perhatian pada Law of Attraction dan manifestasi..

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pulang

30 Januari 2023   11:53 Diperbarui: 30 Januari 2023   12:47 467
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(gambar rumah dari artikelrumah123.com)

Bagai petir di siang bolong, Arum  berjengit. Matanya kini memindai wanita di sebelah Tino. Dengan wajah oval, hidung bangir dan mata cokelat itu, Tino sepenuhnya sudah melupakan Arum.

Tari mengulurkan tangan pada Arum dan mengulas senyum lembut. Pantas saja Tino cepat melupakannya. Tari begitu manis hingga Arum langsung kehilangan rasa percaya dirinya. 

Arum memaksakan senyum setipis mungkin pada Tari. Jangan tanya bagaimana hatinya kini. Sekian lama ia berusaha melupakan dan merantau. Saat ia kembali, malah dikecewakan. Takdir apa yang sedang ia jalani?

"Maaf ya, Rum. Aku berusaha ngabarin kamu, tapi selalu kamu tolak. Mungkin karena nomorku baru, makannya kamu ragu mau angkat. Ibumu juga bilang kamu sibuk kuliah jadi nggak sempat balas," jelas Tino.

Arum menatap sepasang insan itu bergantian. Ia kehilangan kata seiring rasa sesak yang menguasai. Pandangannya kini beralih pada Candi Prambanan yang menjulang di seberang sana. Kalau Roro Jonggrang menolak dengan halus permintaan Bandung Bondowoso untuk menjadi istrinya dan meminta seribu candi, Arum sudah menolak lamaran Tino dari awal. Beruntung Tino tidak mengutuknya jadi patung. Tino memberi kebebasan buat Arum memilih jalannya. Arum bisa membuka hatinya buat lelaki lain dan merangkai kisah bahagianya sendiri. Tino tidak akan lagi mengganggu hidupnya. Bukannya itu yang Arum mau sampai ia rela ke Jakarta?

Arum kembali menatap Tino yang kini membelai rambut Tari sambil mengucapkan entah apa. 

"Rum, aku pulang duluan, ya. Kami udah selesai belanja. Kamu hati-hati, ya," ujar Tino, mengusir keheningan di antara mereka.

Arum menghela napas panjang sebelum mengangguk. Matanya terasa panas dan berkaca-kaca. Namun, sosok Tari yang memeluk Tino sungguh jelas terlihat, membuat hati Arum teriris. Arum menutup sepasang mata, membiarkan bulir itu jatuh melewati pipi. Ini bukan salah Ibu Arum yang tidak memberi tahu soal Tino yang sudah menikah. Mungkin Ibu mau Arum belajar untuk menerima sakit sebelum merengkuh bahagia. Memang Arum harus tertatih-tatih merangkai hari baru, tapi akan ada waktu ia bisa kembali berlari.

SELESAI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun