Nah, kan. Siapa yang bisa berkelit lagi kalau begitu? Jadilah Arum memesan tiket bus yang bisa dadakan dan memasukkan pakaian secukupnya ke tas. Dan di sinilah Arum sekarang. Di sebuah bus Antar Kota Antar Provinsi yang mengantarnya pulang.
**
Mentari masih malu-malu terbit ketika Arum tiba di Terminal Yogya. Ia merenggangkan badan sambil menguap. Semalam ia tidur nyenyak, mengabaikan penumpang lain yang turun untuk makan.Â
"Sampai di Prambanan mampir beli soto dulu, deh," batin Arum.
Perlahan wanita itu merapikan tas, memakai masker dan beranjak turun. Ia harus mencari bus yang menuju Candi Prambanan.Â
Arum memang sengaja naik bus agar ia tiba lebih lama. Entah sampai kapan ia siap bertemu Tino lagi. Apalagi dengan kabar kalau lelaki itu makin sukses sekarang. Berbeda saat ia melamar Arum dengan keadaan yang pas-pasan.
Candi hindu yang megah menyambut Arum setelah satu jam perjalanan. Biasanya Ayahnya akan menjemput di seberang candi, tapi hari ini Ayah masih ada pekerjaan yang harus diselesaikan. Ini juga keuntungan buat Arum untuk berlama-lama di warung soto.
Arum belum memasuki warung saat seseorang menepuk bahunya berkali-kali. Refleks, wanita itu berbalik, menemui seorang lelaki dengan rambut hitam pendek dan badan tegap yang ideal. Arum terkesiap dan membuka mulutnya lebar. Otaknya mengumpulkan informasi mengenai sosok di hadapannya. Ini beneran Tino? Seperti sebuah kebetulan yang nggak pernah diduga. Dan, ya ampun. Kenapa dia makin terlihat menawan?
"Rum, apa kabar? Masih ingat aku, kan?"
Arum menatap dalam sepasang mata hitam itu. Begitu damai hingga ia melupakan rasa laparnya. Apa mungkin rasa yang tersimpan ini masih milik Tino?
"Hum, ya. Aku baik. Kamu?"jawab Arum, simple. Pertanyaan sederhana dari seorang mantan kadang seperti menjawab pertanyaan saat sidang skripsi.Â