"Sayang, udah di mana?"sapa Rindu dengan cepat.Â
"Aku masih di jalan. Kamu bisa ke sana sendiri? Aku nyusul nantil. Makan duluan juga nggak papa."
Rindu mengernyitkan kening. "Loh, memangnya kenapa?"
Bukannya menjawab, Al malah langsung mematikan sambungan telepon.Â
Rindu mendesah pelan dan memutuskan untuk naik bus menuju warung Pakde. Dua puluh menit berlalu hingga Rindu akhirnya tiba di tujuan. Gadis itu memilih tempat di ujung dekat dengan freezer. Memang tempatnya kurang estetik tapi nyaman.
"Pesan kayak biasa kan, Mbak?"
Pikiran tentang Al kembali menghantui Rindu, membuatnya tak fokus pada pertanyaan Pakde. Pria itu hanya melengos dan kembali asyik dengan pekerjaannya.
 Rindu kembali menelpon kekasihnya, tapi malah operator yang menjawab. Pesan yang tadi juga masih centang abu-abu. Apa mungkin Al masih bingung cari kado?Â
Rindu meletakkan gawai di tas ketika pandangannya bersirobok dengan semangkuk mie ayam dan kuah yang ditambah dua bakso di mangkuk lain. Wanginya sangat menggoda.Â
Tak lama dua mangkuk itu berpindah ke hadapannya. Rindu reflek mengambil sumpit, melupakan Al. Gadis itu yakin Al pasti memenuhi janjinya. Lagipula perutnya sudah keroncongan dari tadi.
Harum daun bawang yang berpadu dengan rempah dari ayam dan pangsit rebus segera menyergap hidung Rindu.Â