"Lo nggak tahu, sih. Al pasti kasih gue kado. Dan itu pasti hal yang gue suka atau lagi pingin. Nggak muluk-muluk, kok. Paling jepit rambut lucu, aksesoris hape atau novel. Makannya gue excited banget."
Dewi hanya menganggukkan kepala dengan santai sementara Rindu sibuk membayangkan mie ayam favoritnya.
Mie buatan Pakde memang nggak ada duanya. Mienya lembut dan beda karena handmade. Toppingnya nggak kalengan. Ayamnya pas dengan perpaduan bumbu rempah yang nggak bikin eneg.Â
Rindu bisa merasakan kuatnya perpaduan bawang merah, bawang putih, kunyit dan sereh. Oh, jangan lupakan pangsitnya. Meski isian ayamnya sedikit, tapi lembut kulit pangsitnya membuat semua itu makin sempurna.Â
Sawi yang direbus dengan tingkat kematangan yang medium cooked jadi pelengkap makan yang asyik. Belum selesai dengan itu, masih ada sambal dan saus cabai pedas yang buat sensasi makan jadi lebih maknyus.Â
Rindu makin tak sabar bertemu Al dan makan bersama. Senyumannya bertambah lebar, membuat Dewi melambaikan tangan di hadapan temannya itu.Â
"Yah, kesambet nih kayaknya," ujar Dewi.
Beruntung bel masuk berbunyi nyaring, membuyarkan lamunan Rindu. Dewi bernapas lega ketika temannya kembali bersikap normal.
Memang kadang cinta membuat dunia jadi lebih berwarna, bukan?
**
Sepertinya sore enggan berlama-lama memberi waktu buat mentari bersinar. Buktinya Rindu sudah berada di halte, menanti Al. Rindu tak bisa berhenti tersenyum saat gawainya berdering panjang. Ah, itu pasti Al.