Mohon tunggu...
Yuli Anita
Yuli Anita Mohon Tunggu... Guru - Guru

Jangan pernah berhenti untuk belajar

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal Artikel Utama

Merasakan Slow Living di Kota Malang, Mengapa Tidak?

1 Januari 2025   10:21 Diperbarui: 5 Januari 2025   01:33 731
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Monumen Melati di dekat Museum Brawijaya (dokumentasi pribadi)

Dalam keseharian kota kami memang sering macet di titik titik tertentu, terutama saat jam berangkat dan pulang sekolah atau kerja. 

Ya, di kisaran jam setengah tujuh pagi dan jam setengah empat sore banyak jalanan macet, sebutlah jalan Semeru, Kawi, Kahuripan, Sawojajar dan banyak lagi.  Semua serba terburu-buru dan takut terlambat.

Kendaraan umum, mobil pribadi, sepeda motor pribadi, ojek berlomba-lomba. Lalu lintas demikian sesak karena semua diburu waktu. 

Tapi semua pemandangan itu hilang di kala liburan semester plus nataru seperti sekarang ini. Tiba-tiba saja semua terasa begitu lambat. Ritme kehidupan terasa demikian slow.

Beberapa hari yang lalu saya menyempatkan diri untuk berjalan-jalan bersama anak saya.

"Ibuk harus banyak jalan, sehari paling tidak lima ribu langkah, " kata anak saya sesudah membaca sebuah artikel kesehatan. Mungkin ia melihat ibuknya agak malas jalan kaki juga.

"Oke, ayo besok kita jalan," ajak saya. 

Esok hari setelah bersih-bersih rumah sebentar, jam setengah tujuh pagi kami berangkat jalan-jalan sesuai rencana. Suasana dalam kampung masih sepi, demikian juga di jalan raya depan gang.

Tempat pejalan kaki di Ijen Boulevard (dokumentasi pribadi)
Tempat pejalan kaki di Ijen Boulevard (dokumentasi pribadi)

Beberapa ibu tampak berjalan menuju pasar, pedagang makanan mulai menyiapkan meja untuk menata dagangannya, para penjual sayur keliling mulai stand by di depan gang. 

Demikian juga penjual kue pukis tampak mulai menyalakan kompor untuk mulai memasak adonannya.

Di perempatan Jalan Ijen lampu menyala merah.

"Terus, atau belok?" tanya anak saya.

"Terus saja, kita ke arah museum," jawab saya 

Ketika lampu menyala hijau untuk pejalan kaki kamipun menyeberang menuju Jalan Ijen atau Ijen Boulevard.

Berjalan melintasi Jalan Ijen selalu mengingatkan saya ketika kecil. Saya sering jalan-jalan di sini. 

Tempat yang paling ramah untuk pejalan kaki. Dengan berpagar pohon palma  di sepanjang jalannya, trotoar menjadi tempat jalan kaki yang begitu romantis. 

Semasa SMP saya setiap hari melalui jalan ini menuju ke sekolah saya yang terletak di jalan Lawu. Aih, seandainya trotoar-trotoar secantik jalan Ijen, pasti banyak orang yang suka berjalan kaki, dan kita tidak dinobatkan sebagai negara yang warganya paling malas berjalan kaki. He..he

Pemandangan sekitar Museum Brawijaya (dokumentasi pribadi)
Pemandangan sekitar Museum Brawijaya (dokumentasi pribadi)

Di depan museum tampak beberapa orang berolah raga. penggemar fotografi tidak mau ketinggalan. Mereka mencari posisi yang pas untuk mengambil gambar. 

Suasana pagi di kawasan Museum Brawijaya benar- benar cantik. Tak heran jika di daerah ini sering dijadikan sasaran bidikan para penggemar fotografi.

Perjalanan kami teruskan ke gereja Ijen. Ornamen natal yang cantik tampak menghiasi gereja. Ada sinterklas, rusa salju juga rumah-rumahan yang demikian cantik. 

Ornamen natal di depan Gereja Ijen (dokumentasi pribadi)
Ornamen natal di depan Gereja Ijen (dokumentasi pribadi)

Saya bisa berfoto pas di belakang kereta Natal. Yang menarik di bagian belakang  kereta, dekat hiasan natalnya ada tulisan sholawat nabi dalam bahasa Arab. 

Mungkin pemilik mobil sewaan adalah orang Islam dan sticker itu sudah sejak lama tertempel di mobilnya.  Aha, ini wujud keragaman di negara kita bukan?

Berfoto dekat kereta natal (dokumentasi pribadi)
Berfoto dekat kereta natal (dokumentasi pribadi)

Dari Jl Ijen kami berbelok menuju Jl.Taman Slamet. Ini adalah tempat kami anak-anak kampung Bareng bermain zaman dulu. Sekarang di Jl. Taman Slamet terdapat sebuah taman tempat jalan kaki dan olah raga yang ditata demikian cantik. Namanya sama, Taman Slamet.

Taman Slamet (dokumentasi pribadi)
Taman Slamet (dokumentasi pribadi)

Dari Taman Slamet perjalanan kami lanjutkan ke daerah sekitar Stadion Gajayana tepatnya Jalan Tenes. Pohon-pohon besar sekitar Jalan Tenes seolah menyapa kehadiran kami. Beringin tua yang ada di dekat parkiran MOG tetap kokoh berdiri. 

Stadion Gajayana (Dokumentasi pribadi)
Stadion Gajayana (Dokumentasi pribadi)

Di jalan ini dulu semasa sekolah saya bersama seorang teman sering mencari bunga untuk dimasukkan ke dalam vas guna dibawa ke sekolah untuk hiasan di meja guru. Ya, saat itu setiap hari secara bergantian regu piket kami membersihkan kelas. Dan saya sering diberi tugas membawa bunga.

Di sebelah kanan Jalan Tenes Stadion Gajayana berdiri dengan kokoh.

Stadion yang sering dipakai berbagai event baik olah raga maupun non olah raga di Kota Malang.  Peringatan-peringatan seperti Hari Anak, Hari Olah Raga ataupun Hari Guru sering menggunakan stadion ini.

Yang berbeda jika dulu lapangan olah raga terbuka di sekitar stadion sering dipakai anak anak kampung untuk main bola sekarang tidak lagi. Lapangan ini lebih banyak digunakan  latihan oleh club club sepakbola.

Kami terus berjalan menuju arah bagian belakang MOG. Monumen bola yang dulunya banyak dipakai bermain anak-anak kecil pagi itu masih sepi. Mungkin anak-anak sekarang kurang tertarik bermain di situ karena lebih banyak bermain dengan gadget mereka? Entahlah.

Bunga yang saya temukan dalam perjalanan pulang (Dokumentasi pribadi) 
Bunga yang saya temukan dalam perjalanan pulang (Dokumentasi pribadi) 

Hari semakin siang. Sebelum pulang saya masih sempat memotret bunga yang tumbuh di halaman sebuah rumah. Cantik. Warnanya merah menyala dengan kelopaknya yang sedikit berbulu.

Saya tidak tahu nama bunga itu. Tapi sekilas sepertinya ia menyapa dan tersenyum pada kami. Sejenak berjalan lambat dalam ritme kehidupan bukan hal yang salah. 

Jadi dengan berjalan lambat kita bisa lebih menikmati keindahan alam yang tersaji di sekitar kita, meski dalam bentuk yang sederhana.

Selamat Tahun Baru 2025...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun