Deretan pohon palem sepanjang jalan Ijen seolah tersenyum ramah menyapa kehadiran kami. Vario biru terus membelah keramaian Jalan Ijen dan akhirnya kami berhenti di sebuah bangunan besar di kiri jalan.
 Ya, kami sudah sampai di Museum Brawijaya. Salah satu museum yang menjadi kebanggaan warga Malang.
Berlokasi di Ijen Boulevard membuat museum ini sangat mudah dijangkau. Selain untuk menyimpan benda-benda bersejarah ada banyak kegiatan yang menggunakan beberapa bagian dari museum ini.Â
Kadang ada  kegiatan olah raga, pramuka, dan berbagai kegiatan lain utamanya di setiap hari Minggu di mana diadakan Car Free  Day di sepanjang Jalan Ijen.
Begitu memasuki Museum suasana militer sangat terasa. Ya, berbagai tank dan meriam menyambut kedatangan kita di bagian depan dan halaman museum.Â
Tank, senjata dan meriam adalah ciri khas dari Museum Brawijaya. Berfoto di depan tank sepertinya agenda wajib dari para pengunjung yang datang ke sana.Â
Apa saja tank dan meriam yang ada di depan museum Brawijaya?Â
1. Tank Amfibi AM Track (LVT)
Tank yang terletak di dekat tangga masuk museum ini pernah digunakan oleh Belanda untuk menggilas perlawanan tentara pelajar pada agresi militer I Â pada bulan Juli 1947.Â
Pertempuran terjadi di jalan Salak dan sekitar pacuan kuda yang lokasinya tidak jauh dari Museum Brawijaya.
Kini di jalan Salak terdapat makam para pahlawan pelajar yang gugur dalam pertempuran tersebut, dan dikenal sebagai Taman Makam Pahlawan TRIP Malang.
2. Meriam Si Buang
Buang mengambil nama dari seorang prajurit TKR bernama Kopral Buang. Beliau gugur dalam pertempuran ketika terjadi serangan Belanda pada tanggal 10 Desember 1945.
Dalam pertempuran ini meriam Belanda dirampas oleh para prajurit TKR dan laskar pejuang, dan untuk mengenang jasa Kopral Buang meriam ini dinamakan Meriam Si Buang.
3. Tank buatan Jepang hasil rampasan arek-arek Suroboyo pada bulan Oktober 1945.
Selanjutnya oleh rakyat Surabaya tank tersebut dipakai untuk melawan sekutu dalam perang 10 November 1945.
4. Senjata Penangkis Serangan Udara
Senjata ini direbut oleh pemuda BKR dari tentara Jepang dalam suatu pertempuran pada bulan September 1945
Tepat di tangga pintu masuk kita akan disambut oleh patung Jendral Sudirman.
 Sejenak saya tercenung mengamati biografi singkat pada patung tersebut. Jendral Sudirman lahir pada tahun 1916 dan wafat tahun1950. Beliau wafat dalam usia yang begitu muda.Â
 Ya, semuda itu sudah begitu banyak yang beliau lakukan untuk negeri tercinta ini.
Masuk ke dalam museum kita akan masuk lobi, dan di sana kita akan disambut oleh relief yang menunjukkan kekuasaan wilayah Majapahit.Â
Gambar relief perahu  menunjukkan bahwa Majapahit, kerajaan yang pernah berhasil mempersatukan Nusantara itu, memiliki armada laut yang demikian kuat.
Juga terdapat relief lain yang menunjukkan daerah-daerah tugas yang pernah dijalani oleh pasukan Brawijaya dalam rangka menegakkan kemerdekaan, dan  lambang-lambang kodam di seluruh Indonesia.Â
Ada pemandangan yang baru di bawah lambang-lambang Kodam tersebut. Yaitu adanya cerita tentang pertempuran 10 November 1945 di Surabaya.
Di bagian kiri dan kanan lobi museum terdapat ruangan yang berisi berbagai benda koleksi.
 Ruang koleksi I  memamerkan benda-benda dari tahun 1945-1949 yang meliputi berbagai foto dan lukisan bersejarah, peta perang, seragam prajurit, senjata, mata uang hingga mobil sedan yang dikendarai oleh Kolonel Sungkono, Panglima Divisi I Jawa Timur 1948.
Ruang koleksi II berisi benda-benda bersejarah mulai tahun 1950.
Di antara benda koleksi tersebut adalah komputer yang digunakan pada zaman dahulu, album nama prajurit Brigif 2 Dharma Yudha yang gugur dalam Operasi Seroja, Â foto-foto Kota Malang tempo dulu dan piagam tanda penghargaan dari satuan Kodam Brawijaya yang dilikuidasi.
Selain itu, Museum Brawijaya juga memiliki perpustakaan sebagai koleksi literasi yang dihimpun atas buku, majalah buletin, dokumen arsip, surat kabar dan kliping yang sebagian besar berkaitan dengan dunia militer.Â
Terdapat juga koleksi audio-visual berupa film seputar perjuangan masa revolusi tahun 1945-1949 yang hanya ditampilkan pada saat kegiatan tertentu.
Koleksi senjata banyak terdapat di museum Brawijaya.
Di ruang koleksi I terdapat senjata peninggalan Tentara Republik Indonesia dan senjata hasil rampasan pertempuran, sementara di ruang koleksi II terdapat meriam, senjata hasil dari rampasan PRRI/Semesta, rampasan Operasi Seroja, rampasan Operasi Trisula dan koleksi seputar pemberontakan lainnya seperti Gentong Besi hasil Operasi di Tim-Tim pada 1975.
Diterangkan bahwa gentong besi itu semula adalah salah satu peralatan pabrik oli di Portugal. Gentong tersebut lalu dibawa oleh misionaris Khatolik dan dipakai sebagai tempat air untuk pembaptisan umat Khatolik.Â
Ketika tahun 1975 Timor Timur bergabung dengan Indonesia gentong tersebut berubah fungsi menjadi sumur perlindungan dari penembakan yang menyelamatkan jiwa prajurit TNI Â Brigif 2 Kodam VIlI Brawijaya.
Lebih masuk ke dalam kita akan melihat koleksi menarik yang lain yaitu gerbong maut dan perahu segigir.
Gerbong maut adalah saksi kekejaman militer Belanda saat terjadinya Agresi Militer I pada tahun 1947.Â
Saat itu gerbong digunakan untuk mengangkut 100 tahanan pejuang Republik dari penjara Bondowoso menuju penjara Bubutan, Surabaya.
Gerbong maut di museum Brawijaya adalah salah satu dari tiga gerbong yang digunakan ketika itu. Satu gerbong mengangkut sekitar 30 orang dengan kondisi gerbong yang sangat minim ventilasi.Â
Teriakan panas dan kehausan para tahanan tidak dihiraukan. Akibatnya dari 100 orang tahanan, 46 orang di antaranya meninggal dunia, 11 orang sakit parah, 31 orang sakit, dan 12 orang dalam kondisi sehat.
Karena banyak sekali menelan korban inilah gerbong tersebut dinamakan gerbong maut.
Sedangkan perahu segigir adalah perahu yang digunakan oleh Letkol Chandra Hasan dalam memimpin pasukannya melawan Belanda pada bulan November 1947.
Chandra Hasan adalah Komandan Resimen Joko Tole dan saat hendak memindahkan pasukannya dari pulau Madura ke Paiton Probolinggo perahunya karam karena ditembak oleh pesawat udara sekutu.
Berkeliling di Museum Brawijaya sambil melihat semua benda koleksinya membuat kita tersadar betapa berat perjuangan yang telah dilakukan untuk mempertahankan kemerdekaan
Ya, kemerdekaan yang kita peroleh sekarang adalah berkat pengorbanan darah, air mata juga nyawa dari para pendahulu kita.Â
Sudah seharusnya kita menghargai jasa mereka dengan tetap mempertahankan dan mengisi kemerdekaan yang kita miliki sekarang ini. Karena bangsa yang besar adalah bangsa yang bisa menghargai jasa para pahlawannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H