Beberapa anak tampak asyik dengan gawainya. Layar gawai berwarna-warni dengan beberapa tokoh yang ada didalamnya bergerak ke sana ke mari.
 Menyerang , menghindar, pasang strategi begitu terus berganti-ganti. Sesekali terdengar teriakan senang bahkan sedikit seruan gemas.
Ya, itu adalah pemandangan ketika anak- anak bermain game bersama. Ketika itu di sebuah event sebelum pandemi, sekolah kami  mengadakan lomba e-sport.Â
Sesudah penyelenggaraannya, lewat beberapa diskusi ternyata ada yang pro dan kontra terhadap diadakannya lomba ini.Â
Yang pro punya alasan bahwa game ini mempunyai prospek ke depan yang bagus. Game yang banyak memiliki manfaat di antaranya mengajarkan siswa berpikir cepat, adu strategi, belajar melakukan koordinasi yang baik antara mata, tangan dan otak.
Bagaimana yang kontra? Alasannya adalah game membuat anak kurang memperhatikan lingkungan sekitar. Mereka jadi tidak pandai bersosialisasi. Belum lagi jika ketagihan game, berapa banyak uang yang harus dikeluarkan? Atau membuat belajar jadi terganggu.Â
Meski terjadi pro dan kontra,seiring berjalannya waktu tidak bisa dipungkiri bahwa penggemar esport semakin banyak baik di kalangan anak-anak, remaja maupun dewasa.
 Menurut laporan Newzoo yang bertajuk Global Esports & Live Streaming Market Report,  mayoritas penggemar e-sport adalah laki-laki. Dengan prosentase penggemar laki-laki adalah 66%, dan perempuan 34%.
Penggemar e-sport laki-laki laki masih terbagi menjadi  31% berusia 21-35 tahun, 18% berusia 10-20 tahun, berusia 36-50 tahun sebanyak 16%, dan yang berusia 51-65 tahun sebanyak 1%.