Ada masalah ekonomi, masalah keluarga juga lingkungan pertemanan yang kurang kondusif sehingga siswa malas untuk melanjutkan sekolah.
Berbagai masalah yang timbul diperparah dengan pandemi yang membuat terpuruknya ekonomi sebagian besar masyarakat sehingga berdampak pada aspek kehidupan yang lain.
Pandemi juga membuat siswa semakin terbuka dengan dunia maya sehingga semakin rawan masuk dalam lingkungan pertemanan yang kurang baik.
 Glamournya dunia yang dipertontonkan lewat media sosial sering membuat siswa berpikir pendek dan tergoda untuk mendapatkan segala sesuatu secara instant. Akibatnya mereka merasa sekolah adalah hal yang sia-sia.Â
Menurut catatan selama penulis mengajar, Â sesudah pandemi jumlah siswa yang tergoda untuk putus sekolah mengalami kenaikan dibandingkan sebelum pandemi.Â
Sesudah pandemi sekolah harus bekerja ekstra keras menangani siswa bolos sekolah, atau bahkan mogok tidak mau meneruskan sekolah. Wali kelas dan BK terus menangani secara intens anak-anak yang bermasalah seperti iniÂ
Dalam proses penanganan  tentunya diperlukan kegigihan, kesabaran juga kerjasama yang baik antara sekolah dengan orang tua siswa agar siswa mau kembali ke sekolah.
Seperti halnya masalah Banu di atas, yang dilakukan sekolah adalah melakukan home visit agar keluarga juga ikut memberikan dorongan pada Banu untuk kembali ke sekolah.Â
Untungnya rumah Banu lokasinya tidak jauh dari sekolah sehingga home visit bisa dilakukan berkali-kali.Â
Home visit dilakukan tidak hanya untuk mengetahui kondisi keluarga Banu, tapi juga lingkungan masyarakat sekitarnya. Betapa ternyata di sekitar Banu juga banyak yang tidak melanjutkan sekolah dan bekerja untuk menolong ekonomi keluarga.