Mati aku.., kami bertiga mulai panik. Kulihat Yayan begitu pucat, apalagi berbarengan dengan itu imam menoleh, mengucap salam sambil menatap Yayan dengan tajam meski cuma sekilas.
"Assalamu'alaikum warahmatullah..,"
"Assalamu'alaikum warahmatullah..,"
Saat zikir habis sholat dilaksanakan, tubuh kami begitu gemetar. Sungguh, aku tidak pernah merasakan ketakutan seperti hari itu
Habis sholat satu persatu kami salim pada imam dengan begitu tawadhuk. Ya, itu adalah wujud permintaan maaf atas kenakalan kami.
Yayan pulang paling akhir. Temanku yang sangat pemberani itu tiba-tiba tampak lemah tak berdaya. Tangan kanannya masih erat memegang benang agar capung tidak membuat ulah lagi. Sementara di depannya imam sholat duduk tenang sambil menatap Yayan.
Entah bagaimana lanjutan cerita hari itu, kami tak tahu. Yang jelas sejak saat itu kulihat Yayan begitu rajin mengaji di langgar.
Ya, sebuah kejutan manis bagi kami semua, ternyata imam sholat adalah guru ngaji kami yang baru pengganti Mbah Hambali yang sudah mulai sepuh. Namanya Ustad Imam dan beliau sangat memperhatikan Yayan.
Sekarang jangankan tidak datang mengaji, terlambat saja Yayan tidak berani. Ya, sebagai hukuman atas masalah capung itu, Ustad Imam memberi tugas pada Yayan untuk qomat setiap hari sebelum sholat Ashar dimulai.
Sekian.