Ah, tak sabar rasanya menikmati es gandul Mas Jojo yang selalu stand by di depan langgar tiap sore hari. Apalagi uang dari Pak Miseri sudah menunggu manis dalam kantong celana kami.
"Cari capung, yuk?" kata Yayan tiba-tiba.
Kami memandang Yayan takjub. Rasa kantuk kami langsung hilang. Teman yang satu ini benar-benar tak pernah kehabisan ide dan tak kenal lelah.
Bobi langsung mengucek matanya dan menggeliat sebentar. Yap! Tanpa banyak kata kami langsung setuju dengan ajakan Yayan.
Bertiga kami mencari lidi dengan ujung diberi semacam getah sebagai perekat. Harapannya dengan lidi berperekat tersebut kaki atau sayap capung akan menempel sehingga bisa kami tangkap.
Tanpa kenal lelah kami kembali ke lapangan mengejar capung yang terbang kesana kemari. Begitu capung menempel pada lidi, ekornya kami ikat dengan benang dan capung tetap bisa terbang, tapi tidak lepas dari tangan kami.
Akhirnya kami mendapatkan masing-masing seekor capung. Capung kami main-mainkan dengan membiarkannya terbang, tapi tetap kami tahan dengan benang. Tak lama 'bergurau' dengan binatang-binatang itu, tiba- tiba terdengar azan Dhuhur berkumandang.
Kami langsung menghentikan permainan. Ya, sesibuk apapun, saat sholat kami harus segera sholat. Itu pesan orang tua kami. Kalau saat sholat tidak segera ke langgar, pasti ibuk kami akan mencari kami walau ke ujung dunia sampai ketemu. Jika hal itu sampai terjadi, jangan harap besok diperbolehkan bermain keluar rumah.
"Ayo nang langgar..!" kataku
"Capungnya?" tanya Bobi ragu.
"Lepas saja.. kasihan," kataku sambil melepas capungku. Masa capung mau dibawa sholat? pikirku.
Bobi segera melepaskan capungnya.