Tahun demi tahun berlalu.Hingga akhirnya tiba saat wisuda. Bapak, Â Ibuk dan adik datang ke Jogja.Â
Barangkali itu wisuda terakhir di masa sebelum pandemi. Beberapa bulan sesudahnya pandemi mulai merambah negeri dan Menik diminta segera pulang. Â Beberapa teman Menik berstatus ODP bahkan PDP.Â
Satu dampak pandemi adalah bisa berkumpul kembali dengan orang orang tercinta di rumah. Keakraban terjalin kembali, Â apalagi bapak dan ibuk harus wfh. Juga adiknya yang duduk di SMA.
Kemurahan Tuhan menyatukan kembali keluarga kecil itu dalam kehangatan.
Manusia terus berjalan dengan takdirnya tanpa mengetahui rencana apa yang dibuat oleh Sang Maha Segalanya. Â Tiba-tiba saja sore itu penyakit jantung bapak kambuh. Sebenarnya sudah beberapa hari bapak mengeluh masuk angin. Â Tapi selalu diabaikan tiap diajak periksa ke dokter. Â "Tidak usah, Â dikerok i saja Nduk, " kata bapak pada Menik.Â
Akhirnya sore itu Menik. ibuk dan adiknya membawa bapak ke UGD. Â Tapi apalah daya, manusia boleh berusaha tapi Tuhan yang punya segalanya.Â
Dalam perjalanan bapak tiada. Â Semua begitu cepat. Â Tidak ada firasat apa-apa sebelumnya, Â bahkan tadi pagi mereka:Menik, Â Ibuk dan Bapak masih menggoda adik yang rupanya mulai jatuh hati pada teman sekolahnya.
Dunia Menik seakan runtuh. Â Bertiga mereka berdiri di depan pusara setelah saudara dan para pelayat pergi. Â Menik merasakan tiupan angin begitu dingin. Gemerisik daun yang tertiup angin menambah suasana terasa sendu. Â Mereka mempererat pelukan.Â
Masih terngiang ucapan para pelayat. Â Sabar ya...,
Yang kuat ya...,
Kamu anak pertama, Â harus bisa menguatkan adikmu..,