Wanita itu menatap matahari yang masih bersinar malu-malu. Sepagi ini mendung sudah menggantung, membuat suasana menjadi agak redup.Â
Apakah ini semua mewakili suasana hatinya?
Teh yang sudah sejak tadi tersedia di meja kecil di sebelahnya sudah mulai dingin. Â Wangi teh yang menguar dari tadi sama sekali tak membangkitkan keinginannya untuk menyeruput barang sedikit.
"Lho, Â tidak diminum, Buk? " sebuah suara membuyarkan lamunannya. Â Wanita itu tersenyum sambil memandang sang pemilik suara. Anaknya yang tertua, selalu penuh perhatian padanya. Â Apalagi saat kondisinya sedang sakit seperti ini.Â
"Nanti Nduk, Â masih kenyang, " jawabnya kemudian.
"Ah, Â kenyang apa to Buk? Â Masih pagi begini? " tanya anaknya lembut.
Senyum wanita itu berubah jadi tawa, meski lirih.Â
"Tadi makan roti yang kamu belikan semalam, "
Sang anak meninggalkan ibunya yang kembali tenggelam dalam lamunannya.Â
Wanita itu menghela nafas panjang. Tiba-tiba saja ingatannya terlempar ke masa lalu.Bertahun ditinggalkan suaminya telah mengubah segala sesuatu pada dirinya. Â Ya, Â dengan amanah anak-anak yang masih kecil ia harus bangkit dan tegar menghadapi hari-harinya yang terasa begitu panjang.Â
Wanita itu telah membuat banyak perubahan dalam dirinya. Â Ia yang semua penakut kemana-mana harus diantar kini harus menjadi panglima yang harus berdiri paling depan di antara anak-anaknya. Â Ia harus bisa memberi contoh sekaligus mendorong anak-anaknya untuk berani melangkah. Â Sebab sesedih apapun dunia akan tetap berjalan dengan segala ketidak peduliannya.Â