Mohon tunggu...
Yuli Anita
Yuli Anita Mohon Tunggu... Guru - Guru

Jangan pernah berhenti untuk belajar

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Kisah Sang Marbot

7 Mei 2021   12:01 Diperbarui: 7 Mei 2021   12:03 1041
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Bapak tidak ingin ikut mereka? " tanyaku lagi.

"Tidak ah,  saya tidak mau merepotkan anak-anak, " katanya singkat.  Aku tidak berani bertanya lagi.  Padahal daripada di sini sendiri kan lebih enak berkumpul dengan anak?  Ada cucu pula?  Tapi entahlah.  Tiap orang punya jalan pikiran masing masing. 

Pak Ali ternyata teman bicara yang menyenangkan.  Kami ngobrol sampai sore.  Dari ceritanya ternyata istrinya sudah meninggal sepuluh tahun silam.  Untuk mengisi hari-harinya sepeninggal anak dan istrinya Pak Ali  dua hari sekali mengajar anak-anak kecil mengaji dan akhirnya diminta menjadi marbot di langgar. Aku tidak kenal anak-anak Pak Ali karena sejak kecil keluargaku pindah-pindah mengikuti tugas bapak.

Sambil ngobrol kami menyiapkan alat-alat terbangan yang sedianya akan dipakai anak-anak untuk takbiran di malam Idul Fitri lusa.

***

Lebaran kurang sehari lagi.

Bau kue yang dipanggang menguar di mana-mana.  Bau yang selalu membuat rindu.  Bau kue berpadu dengan bau cat tembok,  kombinasi yang aneh tapi terasa begitu hangat.  Ya, menjelang Idul Fitri banyak orang di kampung mengecat rumahnya.  Persiapan kalau ada tamu,  katanya.  Padahal siapa yang mau bertamu di masa pandemi seperti ini?

Tidak seperti biasanya siang ini tidak ada suara azan dari Pak Ali.  Demikian juga saat shalat,  terpaksa aku jadi imam dengan makmum empat orang. Tiga anak muda dan satu anak kecil.

Kemana Pak Ali?  Pikirku.  Aku melangkah menuju biliknya.  Tertutup rapat.  Ah,  barangkali beliau masih beristirahat. Kuhalau anak-anak kecil yang tampak tidak sabar untuk segera memainkan terbang supaya Pak Ali tidak terganggu istirahatnya. 

Saat ashar tiba.  Suara azan yang kurindukan tidak juga datang.  Namun sebagai gantinya ada pengumuman lelayu dari pengeras suara di langgar.

Pak Ali!  Jantungku berdegup kencang.  Bergegas aku lari ke langgar yang sudah ramai orang.  Wajah-wajah sedih tampak begitu sibuk. Ada yang menyiapkan tempat untuk memandikan jenazah juga mengkafani . Dari pembicaraan orang-orang diperkirakan Pak Ali meninggal satu jam yang lalu.  Satu jam?  Seandainya aku tadi mengetuk pintunya mungkin masih ada kesempatan bagi kami untuk bicara.  Atau barangkali aku masih bisa mengantar Pak Ali ke dokter atau RS. Dadaku rasanya sesak.  Aku benar- benar merasa kehilangan.  Hanya dua hari kami kenal, akrab dan tiba-tiba harus berpisah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun