"Bro lo seharusnya enggak usah repot-repot kayak gini." Dengan perasaan was-was dicampur dengan perasaan malu atau enggak jelas ini, aku berusaha menenangkan diri.
"Udahlah dev daripada harus naik ojek dari sini kan jauh pegel juga ntar."
Sesampainya disana aku dan teman-teman menyapa Istri Papaku dan adikku.
"Gimana Papa no?" tanyaku kepada adikku.
"Abang masuk aja ke dalem, Papa dari tadi nyariin abang."
Dengan perasaan sedikit berkecamuk dengannya aku menemui Papa ku. Kami sudah lama tidak bertemu karena dia sibuk bekerja dan mengurus keluarganya. Sebenarnya aku tidak ingin merepotkan dirinya karena kehidupanku yang sudah ku pilih. Aku berusaha meyakinkan dan menguatkan Papa ku yang sedang berbaring di kasur rumah sakit.
Mungkin ini bukan pertemuan intim antara anak dan ayah, barangkali seperti pertemuan formal disini. Kenapa tidak? orangtua ini bahkan berlagak seperti wanita yang merengek bilang rindu tetapi setelah datang mulut terdiam dan hanya melihat tatapan kosong, seperti tidak ada dosa. Padahal aku datang dari desa kemudian ke kota dengan harapan mungkin inilah jalan perdamaian ku dengannya.
"Pa diluar ada temen-temen Deva, kalo engga Deva keluar nih."
"Kuliah kamu gimana Deva?"
Akhirnya pria tua ini buka suara, dengan hampir menggunakan pertanyaan yang sama berulang kali.
"Lancar."