Mohon tunggu...
Rusj
Rusj Mohon Tunggu... Wiraswasta - Semoga bermanfaat.

Biasa saja

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pasca Tragedi Wamena: Dengarkan, Bukan Menggurui

4 Oktober 2019   12:47 Diperbarui: 4 Oktober 2019   15:10 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kegagalan dalam proses mendengarkan ini telah membuat rakyat papua sangat menderita, baik secara fisik jasmani maupun rohani. Mereka bukan hanya terpinggirkan secara sosial ekonomi, tapi sudah mati dilumbung sendiri. Mereka bukan hanya kehilangan eksistensi tapi juga jati diri.

"Pembangunan" yang pemerintah Indonesia lakukan di papua seperti halnya di Jawa, Jakarta khususnya, telah membuat masyarakat lokal mati. Mereka terpinggirkan, terlindas dan tak mampu bertahan di tempat tinggalnya sendiri. Kapital dan kekuatan ekonomi besar melindas tanpa berperi, di Jakarta. Sama halnya di papua, oap tak bisa bertahan dengan laju pembangunan yang ada. Mereka "MATI" !

Lalu pembangunan itu untuk siapa?

JIKA MAU "MENDENGARKAN" PASTI MUDAH MENGENALI DUDUK PERSOALAN

Proses mendengarkan memang tidak mudah, karena proses itu tidak sekedar memahami apa yang terucapkan, tetapi juga memahami keadaan, sejarah, latar belakang, sosial budaya dan kondisi yang sedang dialami dan dipersepsikan oleh si pembicara sekaligus apa yang diharapkan. Emosi, kegelisahan, keresahan sampai dengan kemarahan mewujud dalam berbagai bentuk dan ekspresi sesuai dengan kepribadian.

2 MASALAH MENDASAR

Mencoba memahami apa yang teman-teman papua paparkan, dan mencermati apa yang saya lihat dan rasakan, ada dua hal mendasar setidaknya dalam masalah Papua :

1. Jakarta tidak mendengarkan. 

Indonesia, Jakarta, tidak memahami kultur dan jiwa masyarakat papua. Seperti diungkapkan Rosa, bahwa masyarakat papua adalah masyarakat komunal (berkelompok). Ini artinya, pendekatan pembangunan harus menggunakan pendekatan komunal, bukan individual seperti selama ini dilakukan.

Yang kedua, Jakarta juga tidak melihat bahwa masyarakat papua tidak mampu untuk berdiri sejajar. Hal seperti ini jangan pernah berharap akan diungkapkan oleh masyarakat papua. Kitalah, sebagai masyarakat yang lebih maju untuk mau 'mendengarkan', keluh resah gelisah hingga kemarahan mereka menghadapi ancaman yang akan mematikan mereka. Bahkan kini proses pemusnahan komunal itu pun sudah makin nyata terjadi.

Ketiga, Jakarta tidak mau memahami apa yang diinginkan oleh masyarakat animha, tetapi memaksakan dan menggurui apa yang Jakarta anggal benar. Hal ini tentu saja selain menindas, melukai perasaan, juga akan mencabut masyarakat animha dari akar dan kultur budayanya. Masyarakat animha yang terbiasa hidup dalam harmoni dengan alam, dipaksakan untuk hidup dalam 'kebenaran' modernitas dan persaingan. Tentu saja hal ini mencerabut kebahagiaan masyarakat animha dan menempatkannya di alam kecemasan. Lalu untuk apa pembangunan jika tak membawa kebahagiaan. Jakarta, sekali lagi, jangan sok pintar.

2. Kerangka pembangunan Papua salah sasaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun