"Nggak usah, Bu," aku tersenyum, "Rea tinggal di sini aja sama Ibu. Nanti lama-lama juga terbiasa dengan jaraknya."
 "Ya sudah, kalau begitu sekarang kita makan dulu, yuk," ajak ibu lagi.
 "Iya, Bu," jawabku sembari memaksakan tubuhku yang terasa berat, mengikuti langkah ibu menuju ruang makan.
   ~o0o~
 "Jangan bengong terus, Re," sapa Febri teman sekelasku, "ke kantin, yuk."
 "Mager ah, Feb," sahutku lesu.
 "Malas ketemu mereka ya, di kantin?" bisik Febri.
 "Ih, nggak kok," elakku, "memang lagi malas makan aja."
 Febri tersenyum. "Aku mengerti kok, Re. Kamu pasti masih shock, marah dan sedih atas kejadian itu. Kalau aku jadi kamu juga pasti aku stress berat."
 Aku hanya menghela napas menanggapi perkataan Febri.
 "Re, kalau kamu susah move on, kamu cari pacar lagi aja," ujar Febri lagi, "yah meskipun cari pacar itu nggak gampang dan nggak bisa asal-asalan, tapi aku yakin kalau kamu sudah dapat pacar baru, pasti kamu akan bisa melupakan sakit hati kamu terhadap Dio dan Leny deh."