Kemudian ia melemparkan sesuatu ke arahku. "Pergi! Pergi kau!" ucapnya kasar.Â
Sebelum sempat bertanya apa-apa, mendadak aku merasakan ada yang aneh pada tubuhku.Â
Aku merasa seolah melayang. Aku dapat merasakan ujung-ujung jari tanganku, jari-jari kakiku, dan puncak kepalaku seolah meregang. Seperti ada yang sedang berusaha melepaskan diri sedikit demi sedikit. Sebagian-sebagian kecil dari kepadatanku perlahan mulai melepaskan diri dan berbaur dengan udara. Aku merasa gamang diantara teriakan-teriakan dari para warga kampung yang berkerumun mengelilingiku.Â
 Dan mendadak muncul sepotong tangan berwarna putih pucat yang langsung mencengkeram pergelangan tanganku, dan menarikku dengan cepat ke atas; seperti terbang.Â
Aku tak sempat menyadari apa yang terjadi. Dan tiba-tiba saja aku sudah berada di dalam sebuah ruangan yang besar dan gelap.Â
Aku mengerjap-ngerjapkan mata; berusaha menyesuaikan penglihatanku dengan kegelapan ini.Â
Dan aku melihatnya.
 Hantu perempuan itu berdiri di hadapanku.Â
"Untunglah kau selamat," suara bisikan yang membangkitkan bulu roma itu keluar dari sela bibir pucatnya. "Hampir saja kau dihabisi oleh dukun itu."
 "Ap... apa...?" Aku tergagap tak mengerti.
 "Kau belum sadar juga, ya? Padahal aku sudah berusaha memanggilmu berkali-kali." Senyum mengerikan tersungging di wajah sang hantu. "Untuk tinggal di sini menemaniku."