Aku tak tahu harus berbuat apa. Kalaupun rumah itu tak terkunci, tak mungkin aku berani masuk ke dalam rumah itu. Dengan memandangnya dari bawah sini saja sudah membuat tubuhku lumpuh seketika, apalagi jika harus berinteraksi langsung dengan makhluk yang kini aku sadar betul, adalah sosok hantu.
 Dan hantu itu masih saja berdiri di sana, bahkan semakin mendekat pada kaca jendela. Matanya melotot, bibirnya pucatnya perlahan membuka lebar, menampakkan rongga gelap di baliknya. Ia mengangkat kedua tangannya dan melakukan gerakan-gerakan seperti sedang berusaha menyampaikan sesuatu kepadaku.Â
Kutahan sekuat tenaga rasa takutku melihat penampakannya yang demikian mengerikan, sembari berpikir apa yang harus kulakukan.Â
Haruskah aku berlari ke dalam rumah itu dan menolongnya? Atau bagaimana?
Tiba-tiba terdengar suara keributan di ujung jembatan.Â
Serombongan orang-orang, yang sepertinya warga sekitar, berjalan beramai-ramai dipimpin oleh seorang laki-laki berwajah garang dengan pakaian serba hitam, ikat kepala bermotif lurik dan membawa benda-benda aneh dalam genggamannya.Â
Ada apa gerangan?
 Aku menoleh kembali ke arah jendela rumah angker itu. Sang hantu perempuan masih ada di sana, dan terlihat semakin mengerikan dengan matanya yang semakin membelalak serta mulutnya yang membuka semakin lebar. Kedua lengannya menggapai-gapai putus asa.Â
Laki-laki berpakaian serba hitam itu tiba di depanku. Dan menunjuk tepat ke wajahku.Â
Aku terkesiap.Â
Mulut laki-laki itu berkomat-kamit dengan cepat.Â