"B... bukannya... nenek sudah meninggal?" Mima terhuyung melihat sosok nenek dengan pakaian bersimbah darah berdiri di hadapannya.
 "Ayo Mima, ikut sama Nenek..." ucap Nenek.
 "Ng... nggak!" teriak Mima.
 Nenek bergerak maju mendekati Mima dengan kedua lengan terjulur.
**Â
 Mima menatap dinding kamar sembari mengingat-ingat cerita nenek dulu, tentang mitos yang mengatakan bahwa jika ada kupu-kupu masuk ke dalam rumah, berarti rumah tersebut akan kedatangan tamu. Kalau kupu-kupunya berwarna putih, maka tamunya berwajah rupawan. Tetapi jika yang datang adalah kupu-kupu berwarna hitam, berarti tamunya berwajah seram.
 "Nenek pernah kedatangan kupu-kupu putih?" tanya Mima saat mereka berdua sedang dalam perjalanan menuju ke rumah nenek di kampung.
 "Pernah," jawab nenek.
 "Siapa tamunya, Nek?"
 "Waktu itu yang datang budenya Nenek yang sudah lama tidak pernah berkunjung. Orangnya cantik dan baik. Nenek dan adik nenek dibawakan balon dan diberi uang jajan. Padahal waktu itu Nenek sudah SMP, nggak main balon lagi." Nenek tertawa.
 "Wah, berarti benar ya, mitos tentang kupu-kupu putih itu. Lalu, apa Nenek juga pernah didatangi kupu-kupu hitam?"
 "Pernah." Nenek mengerutkan kening. "Tetapi waktu itu, sampai dua hari setelah kupu-kupu hitam itu masuk ke rumah, tak ada satupun tamu yang datang."
 "Lho, berarti salah dong Nek, mitosnya?" tanya Mima.
 "Tidak salah." Nenek menggeleng. "Karena sebenarnya tamunya sudah datang. Hanya saja Nenek tidak bisa melihatnya, karena Nenek saat itu sudah besar. Yang bisa melihatnya hanyalah adik Nenek yang masih kecil. Pantas saja selama dua hari itu dia selalu ketakutan dan terus menangis."
 Mima tercengang. "Maksud Nenek?"
 "Tamunya... bukan manusia," bisik Nenek. "Ia arwah penasaran yang kebetulan masuk ke rumah. Ruh orang meninggal yang tersesat."
 "Iiih... seram, Nek!" Mima bergidik. "Mima nggak mau kedatangan kupu-kupu hitam!"
 Nenek tertawa dan memeluk Mima. "Jangan takut, Mima. Lagipula kejadian yang dulu itu mungkin hanya kebetulan saja."
Mima menyesal tak sempat bertanya lebih lanjut lagi kepada Nenek karena beliau keburu meninggal dunia. Â Dan sekarang batinnya dipenuhi pertanyaan. Bagaimana jika mitos itu benar, dan bukan sebuah kebetulan belaka? Bagaimana jika kupu-kupu hitam yang sudah dua hari hinggap di dinding kamar ini adalah pertanda datangnya sesuatu yang menyeramkan?
Dan baru saja ia berpikir begitu, mendadak suara jerit panjang melengking terdengar tepat di belakangnya.
Sontak Mima membalikkan badan dan nyaris pingsan terkejut ketika melihat sosok seorang anak laki-laki dengan wajah pucat berdiri kaku di ambang pintu.
Dan tiba-tiba sebuah sosok lain datang menghampiri. Sosok wanita berambut panjang dengan gaun putih.
Mima merasakan tubuhnya kaku dikuasai rasa takut.
 "Ibuuu!" anak laki-laki itu menangis. "Ada hantu, Buu!"
 "Hantu?? Dimana, Nak?" tanya wanita itu.
 "Ituuu... di dalam!" anak laki-laki itu menunjuk tepat ke arah Mima.Â
Sang wanita yang serta merta melihat ke dalam kamar merasa bingung karena tidak melihat apa-apa.
 Kemudian sesosok laki-laki dewasa datang menghampiri. "Dio kenapa, Bu?"
 "Ini, Yah," wanita itu menjawab dengan sedikit ketakutan, "mungkin Dio melihat ... itu... 'tamu' yang dibawa oleh kupu-kupu hitam yang sudah dua hari berada di dalam kamar ini."
 Sang laki-laki dewasa menatap gusar ke dalam kamar; melihat kesana kemari, meskipun tak menemukan apa yang dicarinya. "Sudah, Dio, jangan nangis," katanya, "yuk, bobo di kamar Ayah. Nggak usah takut, Bu, mungkin 'ia' hanya tersesat. Dan ketiga sosok itu pergi meninggalkan ruangan.Â
 Berganti dengan kedatangan sosok yang sangat dikenal Mima.
 **
 "Kamu dengar kan, Mima, kata-kata mereka tadi," ucap nenek, "tempatmu bukan di sini."
 "Nggak!" Mima menggeleng kuat-kuat. "Nggak mau!"Â
"Kita kan hendak pergi ke rumah Nenek di kampung. Yuk, kita lanjutkan perjalanan kita," bujuk nenek.Â
 Dan mendadak ingatan Mima terisi dengan gaung suara klakson kereta api yang dibunyikan berkali-kali dengan nada panjang nyaris putus asa, sebelum akhirnya suara benturan keras itu mengguncang gendang telinganya dan melontarkan tubuhnya memasuki alam ketidaksadaran.
 Mima menunduk memerhatikan sekujur tubuhnya; kemudian meraba wajahnya.  Dan menatap kupu-kupu hitam di hadapannya yang bergeming di dinding.
Ia mengerti sekarang, siapa sebenarnya tamu berwajah seram yang dibawa oleh kupu-kupu itu.
Mima mengangkat lengannya yang kotor berlumuran darah kering; menyambut uluran tangan nenek, dan bertanya, "Kita... sudah meninggal ya, Nek?"
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI