TAHUN 126 SEMÂ
Phi memandangi lukisan yang terpasang di dinding rumahnya.
"Bolehkah aku melihat naskah aslinya, Ayah?" tanya Phi.
 Ayah menoleh. "Naskah asli?"
Phi menunjuk, "Naskah Ratu Semesta Alam. Aku ingin melihat gambar dan tulisan itu sebelum upacara pemujaan pagi ini. Bolehkah?"
Ayah menatap Phi sejenak. Kemudian tersenyum dan mengangguk. "Tentu saja, Nak. Tidak lama lagi kau akan menjadi penggantiku. Tentu kau harus mempelajarinya juga. Supaya bisa mengajarkannya kepada semua orang nanti."
Ayah membuka pintu lemari dindingnya dan mengambil sebuah kotak besar yang terbuat dari kayu tebal dilapis emas.Â
"Kotaknya dibuat oleh kakekku - Sang Ahli Bahasa - sehari setelah naskah ini tanpa sengaja ditemukan di lembah Ayesha - terkurung di sela akar sebuah pohon tua yang telah membeku. Sepertinya pohon itu terbawa angin badai dari suatu tempat yang sangat jauh."
Phi mengangguk. Jantungnya berdebar-debar menantikan kotak itu terbuka.
"Ini benda paling berharga Phi, kita harus sangat berhati-hati," ucap Ayah sambil mengangkatnya pelan-pelan.
Sebuah benda tipis tembus pandang melapisi bagian luar naskah itu.