Mohon tunggu...
Yuhana Kusumaningrum
Yuhana Kusumaningrum Mohon Tunggu... Penulis - Manusia

Tamu di Bumi

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Gaia - 2

19 Mei 2018   22:15 Diperbarui: 26 Juni 2018   06:24 726
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

( Sebelumnya )

SENANDUNG DARI BALIK JENDELA DAN BINAURAL BEATS

 

Sudah beberapa hari ini Ann selalu terlambat tidur.

Bukan karena kamar kost yang telah ditempatinya selama dua bulan itu tidak nyaman atau banyak nyamuk. Bukan karena telinganya yang terus-terusan berdenging. Bukan karena bau wangi tanpa sumber yang  selalu tercium di berbagai sudut di dalam kamarnya. Juga bukan karena tengkuk dan punggungnya yang sering terasa pegal dan berat tanpa alasan. 

Tetapi karena suara senandung itu.

Senandung merdu yang beberapa hari ini selalu terdengar dari balik jendela kamarnya. Suara yang mirip dengan suara alat musik tiup, tetapi seolah berdenting. Bening dan indah.

Berkali-kali sudah Ann mengintip dari balik tirai jendela. Tapi tak sekejap pun nampak wujud bersuara merdu itu. Yang terlihat hanya kegelapan malam dan pepohonan rimbun yang melingkupi komplek pemakaman yang berlokasi beberapa meter di belakang rumah kostnya.

 

"Elo emang aneh ya, Ann" komentar Ella, "Kalau gue sih, ada bau wangi-wangi nggak jelas gitu di kamar gue, pasti udah langsung pindah deh gue, ke kost-an lain."

"Iya iih Ann. Pindah gih dari situ," Santi bergidik takut, "Kamar lo tuh berhantu  tau !  Buktinya lo sering ngerasa berat dan pegal gitu kan, di leher bagian belakang ?"

"Iya lho ! Rasa pegal dan berat di bagian belakang tubuh itu kan ... biasanya ... berarti ... ada yang nempelin elo dari belakang Ann !" bisik Dian.

Ann bukannya tak memikirkan komentar teman-teman sekelasnya siang tadi selepas jam kuliah. Ann juga bukannya tidak merasa takut sedikitpun.  Tetapi untuk hal ini, entah kenapa, rasa penasarannya jauh lebih besar.

 

Suara nyanyian itu sudah menghilang sekarang.

Ann mendesah dan berbaring.  Memejamkan mata rapat-rapat, berusaha untuk tidur.

Tidak bisa.

Ia kemudian meraih smartphonenya dan mengetuk icon youtube pada layar utama.

Ah, ini dia.

Binaural Beats For Deep Sleep. 15 minutes.

Ann mengetuk tanda panah di tengah layar dan mulai mendengarkan.

Ia merilekskan tubuhnya sembari berusaha mencermati satu persatu detail bunyi-bunyian yang tertangkap oleh indera pendengarannya yang tajam.

Suara air terjun yang mengucur deras.

Gemericik air sungai.

Suara burung dari beberapa jenis yang berbeda.

Jangkrik berderik.

Suara katak bersahutan.

Tiupan angin semilir yang kadang lembut, kadang sedikit kencang.

Rasanya seperti sedang bermeditasi di tengan hutan rindang dengan ditemani suara alam.

Nyaman ... tentram ... menenangkan ...

 

***

 

Ann membuka mata. Gelap gulita. Ternyata mati listrik.

Binaural beatsnya sudah berganti menjadi musik lain yang terdengar sedikit menegangkan. Mirip ilustrasi musik film-film science-fiction produksi Hollywood.  Rupanya ia lupa tidak mematikan mode autoplay pada account youtubenya. 

Ann mencari penanda waktu pada layar. Sudah pukul 2 dini hari. Ia mematikan youtube playernya dan melepas earphone dari daun telinga.

Diluar kamar terdengar suara-suara penghuni kamar kost lain yang terbangun dan saling menanyakan persediaan lilin dan korek api. 

Ann tetap diam di atas tempat tidurnya. Merasa tak perlu ikut sibuk seperti yang lain. Biar sajalah, sebentar lagi juga pasti lampunya hidup. Hanya gelap segini saja kok. Tak perlu heboh.

 

Mendadak tercium aroma wangi yang sangat kuat. Tepat di depan hidungnya.

Ann membelalakkan mata.  Menatap tajam. 

Samar namun cukup terlihat, sebuah cahaya kuning terang melayang-layang di hadapannya.

Apa itu ?

Reflek, tangan Ann menyambar ke depan.

Suatu getaran halus seperti sengatan listrik berdaya rendah tiba-tiba mengaliri telapak tangannya.

Ann terkejut setengah mati.

Cahaya ini bergetar di dalam tanganku !

Meski takut, Ann berkeras tak mau melepaskan.  Tangannya mengepal semakin kuat.  Sesuatu dalam genggamannya memberontak. Mengguncang-guncang dan menggeliat. 

Ann bertahan sekuat tenaga.

Lalu... ...
 

ZAP !!

Ann pun menghilang dari kamarnya.

 

***

XIA

 

Ann melesat melalui sebuah lorong bercahaya terang.  Aliran listrik yang tadi hanya terasa dalam genggamannya, mendadak menjalari sekujur tubuhnya. Ia menahan napas. Tegang menantikan kejutan apalagi yang akan terjadi berikutnya.

Dan dalam beberapa detik, lorong itu habis.

Ann jatuh terbanting dengan keras.

.

.

.
"Adduuhh ! Kenapa kau ikut sih ?" sebuah suara nyaring di sampingnya terdengar marah.

Ann buru-buru bangkit berdiri dan menoleh ke arah asal suara itu.   Sesosok perempuan berukuran sangat kecil berdiri di sisi lututnya.  Ann membelalakkan mata lebar-lebar, tak percaya pada apa yang dilihatnya.

Perempuan kecil itu menepis-nepis dan merapikan gaun hijau yang dipakainya. Matanya melotot galak di bawah gulungan rambut kuning keemasan. Sepasang sayap transparan di punggungnya mengepak-ngepak marah.

"Kamu ... ka .. kamu ...," Ann tergagap, "Kok ... mirip sama.... "

"Enak saja ! Dia tuh, yang mirip aku !" tukas makhluk mungil itu cepat.

Ann mengangkat alis, "Eh ? Aku kan belum bilang apa-apa ?"

"Aku sudah tahu apa yang hendak kau katakan. Kau mau bilang aku mirip dengan tokoh gambar yang ada di buku-bukumu itu kan ?" 

"Err ... iya sih. Aku memang mau bilang begitu tadi. Jadi, kamu ... kamu bukan Tinkerbell ?"

"Tentu saja bukan !  Sudah kubilang kan, dia yang meniru aku. Tepatnya, manusia yang menggambar dia di dalam buku yang sering kau baca itulah yang awalnya meniru bentukku," makhluk itu melipat lengannya di dada dengan kesal.

"Begitu ya. Mm ... kalau begitu, namamu siapa ?"

"Namaku  X-i-a," jawabnya angkuh.

"Oh. Halo, Xia. Namaku Ann."

"Aku sudah tahu."

"Ha ? Tahu dari mana ?"

"Dari panggilan teman-temanmu. Dari halaman depan buku-bukumu. Dari mana-mana."

"Kamu ... mengintai aku ?"

Wajah Xia berubah merah padam.

"Enak saja ! Memangnya aku tak ada kerjaan lain apa ?" Xia melotot marah. 

"Iya iya, maaf. Aku kan cuma bertanya.  Tapi Xia, eh, ini ... kok, aku bisa ada disini ya ?"

Kali ini Xia yang mengangkat alisnya tinggi-tinggi .

"Kamu kan tadi memegangi tanganku saat aku hendak pulang ?  Sudah lupa ?  Nah. Salahmu sendiri," lalu Xia mengepakkan sayapnya kuat-kuat dan beranjak terbang.

"Eh, tunggu tunggu ! Iya, maaf ya, Xia. Soalnya selama ini aku penasaran dengan bau wangi yang sering kucium di dalam kamarku.  Jadi tadi itu, aku reflek aja menangkap kamu.  Emm ... rupanya kamu ya, yang selalu mengeluarkan aroma seperti bunga manis itu ?"

Xia yang sudah melayang beberapa jengkal di atas tanah, tiba-tiba berhenti di udara. Sayapnya mengepak konstan.

"Aroma.... bunga manis ?" tanyanya tanpa menoleh.

"Iya. Seperti wangi bunga. Harum dan manis. Wanginya lebih enak daripada semua parfum yang pernah kucium baunya."

"Hmm. Terimakasih," jawab Xia dingin.

"Ehmm ... jadi sekarang ... aku pulangnya gimana nih ?" ujar Ann sambil menoleh ke belakang, "Di sekitar sini nggak kelihatan ada pintu atau apapun."

"Cari saja sendiri. Atau tanya yang lain. Aku harus pergi."

"Eh ?  Yang lain itu maksudnya siapa ?"

 Tanpa menjawab lagi, Xia bergegas terbang melesat meninggalkan Ann.

 

Ann tak tahu harus melakukan apa.  Ia memperhatikan keadaan di sekelilingnya.

Banyak warna-warna cerah di tempat itu. Warna-warna yang tak lazim. 

Ann mengamati sebuah pohon besar di dekatnya.  Di sekitar pangkal batang pohon itu banyak tumbuh jamur berukuran besar dan kecil, semuanya berpayung warna merah dengan bulatan-bulatan putih. 

 

"Ehm."

Ann terkejut dan berbalik ke arah asal suara itu. 

"H ... halo ?" Ann terpana menatap sosok makhluk di hadapannya. Centaurus bertubuh tegap itu melangkah mendekat. Kulitnya coklat kemerahan.  Rambutnya yang hitam legam tergerai panjang melewati bahunya. Wajahnya sangat tampan. 

"Selamat datang," ia menyapa sembari membungkukkan tubuh bagian depannya dengan gerakan anggun, "Namaku Armenia."

"Eem ... terimakasih," Ann balas membungkuk dengan gerakan kaku, "Namaku Ann."

Armenia memperhatikan Ann sejenak.

"Kulihat kau tadi sedang mengamati jamur itu," katanya kemudian, "Kau pernah mencobanya ?"

"Nggak," Ann menggeleng, "Aku cuma sering melihat gambarnya di buku-buku cerita dongeng. Tapi kenyataannya sih, nggak ada jamur bermotif seperti itu."

"Kenyataan yang mana yang kau maksud ?"

"Ha ? Kenyataan ... yah ... kenyataan di ... di duniaku ... Oh iya, ngomong-ngomong, ini sebenarnya dimana ya ?" 

"Ini tempat tinggal kami," jawab Armenia, "Dunia-kami, untuk lebih tepatnya."

"Em... begitu ya.  Kalau ... kalau planetnya ?"

"Kami menyebutnya Gaia. Tetapi kalian manusia menamakannya dengan Bumi."

"Gaia ?  Eer ... lalu, kalau planetnya sama, berarti ini .... emm ... ini dimensi lain mungkin ya ?"

"Dimensi lain ; atau lapisan lain. Ya, duniamu ; dunia manusia, berada di lapisan lain di Gaia ini."

Ann terdiam sejenak. 

"Ah, maaf," Armenia membungkuk lagi, "Seharusnya aku bersikap lebih sopan sebagai tuan rumah.  Maukah kau ikut denganku sebentar ? Atau kau sudah ingin segera pulang ?"

"Tadinya aku memang berniat ingin segera pulang. Soalnya si Xia itu galak sekali. Tapi, selain aku nggak  tahu bagaimana cara pulangnya, sebenarnya sih ... aku masih ingin melihat-lihat dulu ..." jawab Ann sedikit malu.

"Baguslah kalau begitu," Armenia mengulurkan lengannya pada Ann, "Mari, naiklah ke punggungku." 

PERBINCANGAN DENGAN ARMENIA

"Mm ... memangnya nggak apa-apa kalau aku naik kepunggungmu ?  Kamu nggak keberatan ?" tanya Ann ragu.

"Tidak. Kecuali kau lebih memilih berlari di sampingku supaya kita dapat pergi bersama ?" tawar Armenia sembari menahan senyum.

"Ha ... lari ...?" Ann melirik keempat kaki jenjang Armenia yang terlihat sangat kuat dan kokoh, "Nggak deh, aku naik saja kalau begitu."

Dan Ann menerima uluran tangan Armenia lalu naik ke punggungnyaa. 

"Aku memang tak bisa membantumu mencari jalan pulang. Tapi mungkin nanti kita akan bertemu dengan seorang teman yang tahu caranya." 

"Eer ... oke," sahut Ann setelah berhasil naik ke punggung Armenia dan duduk dengan sikap canggung. Tangannya menggantung kaku, tak tahu mau berpegangan dimana.

"Kau boleh berpegangan pada bahuku," kata Armenia seolah mendengar isi kepala Ann.

"Oh ... baik. Terimakasih."

 

 

Armenia mulai melangkah.  Berderap memasuki hutan.

Ann terkesima melihat pemandangan di sekitarnya. Tempat itu benar-benar seperti negeri dongeng. Perpaduan antara Wonderland, Neverland, Fairyland , Land of Oz, Antah Berantah Land, dan Land-Land lain yang pernah digambarkan dalam semua buku-buku cerita fantasi yang telah dibacanya sejak kanak-kanak.

Tanaman dengan bentuk-bentuk aneh, buah-buahan raksasa, dan pohon-pohon tua dengan batang ramping meliuk-liuk seperti tubuh penari balet.  Bunga-bunga bermacam warna dengan ukuran besar dan kecil tumbuh di tempat-tempat yang tak wajar ; di batang pohon yang tinggi, keluar dari dalam tanah, atau menempel pada bebatuan. Binatang-binatang berbulu dengan wujud unik mengintip dari balik semak-semak dan pepohonan. Kupu-kupu dan serangga aneh lainnya beterbangan dengan sayap-sayap mereka yang melambai dengan indah. Hewan-hewan melata dengan corak yang cantik dan berukuran besar bergelantungan dengan damai di batang-batang pohon, mengamati Ann dan Armenia yang melalui jalan setapak berumput pendek di bawah mereka.

Semua  begitu memukau dan membuat Ann terperangah berkali-kali. Rasanya ia tak akan heran apabila di tengah jalan nanti Armenia mengajaknya mampir di acara jamuan minum teh sang kelinci ber-jas yang membawa jam bandul kuno.

 

"Apakah kau merasa tidak nyaman ?" Armenia menoleh sekilas.

"Maksudmu ... ?" Ann mencondongkan sedikit tubuhnya untuk berbicara, khawatir deru angin menenggelamkan suaranya.

"Apa aku berlari terlalu kencang ?"

"Oh ... nggak, sama sekali nggak kok. Aku malah merasa sangat nyaman," sahut Ann. Di dalam hatinya sangat kagum akan kesopanan yang ditunjukkan Armenia. 

"Syukurlah," sahut Armenia, "Apa kau suka pemandangan yang kau lihat ?"

"Suka ! Suka banget !" jawab Ann bersemangat, "Ini benar-benar indah ! Eh iya, apa Xia juga tinggal di sekitar sini ?"

"Tidak," Armenia menggeleng, "Bangsa Peri tinggal di bagian hutan yang lebih dalam lagi."

"Oh, begitu," Ann mengangguk.

"Maafkan Xia. Kuharap kau tak tersinggung dengan sikap ketusnya tadi."

"Iya. Nggak apa-apa kok.  Eh, berarti kamu tadi mendengar semua pembicaraan kami ya ?"

"Aku sedang berada tak jauh saat kalian tiba. Karena kulihat Xia meninggalkanmu, maka kupikir kau pasti memerlukan bantuan. Tapi aku yakin saat ini Xia pasti merasa khawatir. Karena sebenarnya dia suka padamu."

"Suka padaku ?"

"Ya. Saat pertama kali menemukan kamarmu, dia sangat senang karena melihat banyak buku-buku cerita fantasi di lemarimu. Kau memberikan energi yang sangat kuat padanya." 

"Energi ?"

"Bangsa peri memperoleh usia panjang dalam kehidupan mereka dengan cara mengumpulkan energi baik. Salah satunya energi mimpi indah dari manusia."

"Energi mimpi indah ?"

"Ya. Karena kegemaranmu adalah membaca cerita fantasi, maka mimpimu bisa dipastikan banyak terpengaruh oleh cerita-cerita itu.  Xia menyukai kebiasaanmu itu.  Dia bahkan sering pulang terlambat karena ikut membaca buku di balik punggungmu."

"Apa ?"

"Dan dia juga sering tertidur sambil bersandar padamu."

"Ooh ! Apa ... jangan-jangan dia ya, penyebab tengkuk dan tubuh bagian belakangku sering terasa berat ?"

"Ya. Itu berarti tubuhmu cukup sensitif untuk dapat merasakan kehadirannya." 

"Kenapa dia nggak mencoba bicara aja padaku ?"

"Xia pasti sudah pernah berusaha melakukannya. Tetapi frekuensi gelombang suara di Bumi berbeda dengan Gaia. Kau hanya akan mendengar bunyi dengung tinggi di telingamu jika Xia mencoba berbicara."

"Ohh ! Jadi itu juga penyebab telingaku sering berdenging ?"

"Ya. Tetapi, kalaupun kau dapat mendengar apa yang dikatakan Xia, kurasa itu hanya akan berbahaya untukmu."

"Berbahaya kenapa ?"

"Kau pasti akan dianggap tidak waras oleh manusia lain."

"Ah, masa sih ?"

"Aku tahu bagaimana perkembangan  pemikiran manusia Bumi sejak jaman dahulu hingga sekarang. Di masa lalu kalian, jika terdengar suara tanpa wujud, maka manusia yang mendengarnya akan dikatakan mendapat pesan atau pencerahan, lalu mendapat posisi tinggi dan terhormat di masyarakat.  Tetapi di masa sekarang, saat ada manusia yang mendengar suara tanpa wujud, pasti manusia lain akan mengatakan pikirannya sakit, lalu dimasukkan ke rumah sakit  jiwa, tempat paling hina di duniamu."

"Hmm. Iya ya, benar juga. Eh, kok ... kamu tahu banget tentang hal-hal yang terjadi di duniaku ?" 

"Semua informasi tentang perkembangan di segala lapisan dunia dapat kami akses dengan bebas disini. Tanpa terkecuali. Berbeda dengan di duniamu, semua informasi yang berasal dari luar lapisanmu, diblokir dengan berbagai cara. Sejak kecil, di otak kalian telah ditanamkan pemikiran baku untuk tidak mendengarkan apapun atau siapapun kecuali sesama manusia yang bisa kau lihat di depan mata. Benar begitu ?"

"Iya, iya. Benar."

"Itulah penyebab kalian menjadi tak bisa mendengar kata-kata makhluk lain. Tak mendengar para binatang, tanaman dan benda-benda lainnya yang kalian pikir adalah benda mati."

"Maksudmu, semua benda yang ada di sekitar kita itu, semuanya hidup ?"

"Ya."

"Hmm. Batu ?  Tanah ?"

"Ya. Mereka juga hidup. Hanya saja mereka tidak bicara dengan cara yang sama dengan kita."

"Lalu gimana kamu bisa mengerti bahasaku ?  Kamu belajar bahasa manusia juga ?"

"Kami tidak begitu mengerti apa itu bahasa. Kami hanya berbicara saja. Mungkin karena tidak ada perasaan ingin berbeda dari yang lain, dan tidak ada keinginan untuk mengelompokkan diri hanya karena bentuk yang berbeda. Kami merasa sama, karena itu kami bisa saling mengerti. Begitu juga kau saat berada disini. Di telingaku, apa yang kau katakan sejak tadi, terdengar sama saja seperti aku mendengar makhluk lain berbicara disini." 

"Wow, asik banget ya ! Berarti kalian nggak perlu susah-susah belajar bahasa lain untuk bisa berkomunikasi dengan bangsa lain dong."

"Itu tidak perlu."

"Duh, padahal aku ingin bisa ngobrol dengan Xia. Pasti asik ya, mendengar cerita tentang bangsa Peri."

"Sekali lagi, maafkanlah dia. Dia sebenarnya ingin berteman denganmu. Tapi dia juga merasa ragu, karena kalian bangsa manusia selalu begitu sombong."

"Sombong ?  Memangnya aku sombong ?"

"Bukan kau. Manusia pada umumnya. Kalau kalian tidak bersikap sombong, dulu kalian tidak akan pergi dari sini dan memisahkan diri dari kami."

"Ha ? Maksud kamu ... manusia dulu tinggal di sini ? Di Gaia ?  Di lapisan yang sama dengan kalian ?"

"Ya. Sebelum timbul pikiran mereka untuk melakukan hal yang berbeda. Selalu bersaing dan harus selalu lebih maju daripada makhluk lainnya. Ingin menguasai segala hal hanya untuk mereka saja. Dan demi kepentingan-kepentingan itu, manusia yang terdahulu, menutup dan memodifikasi panca indera mereka sehingga tidak bisa melihat dan merasakan keberadaan makhluk lain selain dari jenis mereka. Dan kamipun menjadi tidak dapat melihat kalian."

"Memodifikasi panca indera ?  Bagaimana caranya ?"

"Dengan teknologi. Manusia merubah sistem kerja beberapa bagian tubuh mereka sendiri. Bola mata, indera perasa, gelombang otak, dan bagian-bagian lainnya sehingga proses tersebut menyebabkan kita tidak bisa lagi berada pada tingkat kepadatan yang sama. Dan secara otomatis terciptalah dinding-dinding pembatas dimensi yang memisahkan kita. Kau bisa lihat pada bangunan-bangunan jaman dahulu, lukisan-lukisan atau catatan-catatan kuno di duniamu. Banyak yang menyebutkan tentang kami kan ?"

"Kami itu, maksudnya siapa saja ?"

"Semua makhluk selain manusia yang kalian yakini sebagai mitos belaka."

"Ooh. Iya. Ada banyak kisah-kisah tentang makhluk-makhluk ajaib dan menakjubkan di dalam cerita-cerita kuno. Sejak dulu aku memang selalu bertanya-tanya, kenapa manusia bisa melukis, membuat patung, menulis cerita tentang makhluk-makhluk ajaib yang pada saat ini tak pernah kami lihat di Bumi. Rasanya tak mungkin kalau sekedar khayalan."

Armenia mengangguk.

"Pada dasarnya semua yang diciptakan manusia itu adalah ide turunan atau pengembangan dari hal yang sudah ada sebelumnya. Misalnya, saat kalian menciptakan pesawat terbang, kalian terinspirasi dari burung yang terbang di langit.  Kemudian ide untuk membuat kapal laut atau kapal selam, kalian dapatkan dari ikan dan makhluk laut lainnya. Manusia-manusia yang menulis cerita-cerita tentang makhluk ajaib yang kau katakan tadi, entah sadar atau tidak, telah terpengaruh oleh memori masa lalunya. Misalnya, manusia pertama yang menulis tentang makhluk kecil bersayap yang berterbangan di antara pohon-pohon di hutan yang disebut Peri, sebenarnya dia pernah mendengar cerita itu waktu dia kecil. Mungkin dari orang tuanya, yang mendengar dari orangtuanya lagi, yang mendengarnya dari pendahulunya lagi, yang mungkin pernah berinteraksi langsung dengan makhluk tersebut. Sebelum kita terpisah seperti sekarang."

"Mmm, tapi Ar, ehh ..." Ann mendadak terkejut sendiri karena telah seenaknya memberi nama panggilan, "Maaf, boleh nggak aku panggil kamu Ar ?  Soalnya nama kamu kepanjangan ..."

Armenia tertawa. Tawa yang terdengar menyenangkan.  Sekaligus melegakan karena sama sekali tidak mirip dengan suara ringkik kuda.

"Tidak apa-apa," jawabnya tenang,"Kau boleh panggil aku apa saja."

"Oh, terimakasih," sahut Ann lega, "Lalu Ar, kalau memang kita selama ini terpisah oleh dinding pembatas dimensi itu, bagaimana dengan aku saat ini ?  Kok aku bisa ada disini ?"

"Sepertinya terkadang ada celah atau robekan yang entah disebabkan oleh apa yang menimbulkan persinggungan antar lapisan. Atau mungkin juga faktor dari personalmu. Bagian dari otakmu yang mempercayai keberadaan kami membuat kesadaranmu berpindah kesini."

"Hmm ... begitu ya ..." Ann mengangguk-angguk walau tak begitu mengerti apa yang dikatakan Armenia.

 

Angin bertiup menggoyangkan pepohonan di sekitar.  Ann dan Armenia telah memasuki bagian hutan yang lain.  Kali ini lebih banyak warna hijau redup dan lebih sedikit warna-warna cerah. Udara terasa lebih sejuk.

"Bagaimana dengan hantu ?  Apa mereka juga ada di sini ?"

"Hantu ?"

"Iya, itu lho, yang sering menakut-nakuti manusia dengan tampilan menyeramkan.  Mereka kan juga berada di dimensi lain ... eh, lapisan lain kan ?  Tapi terkadang bisa terlihat oleh manusia."  

"Oh. Maksudmu para Alpha Centaurian ?"

( Selanjutnya )

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun