"Eer ... oke," sahut Ann setelah berhasil naik ke punggung Armenia dan duduk dengan sikap canggung. Tangannya menggantung kaku, tak tahu mau berpegangan dimana.
"Kau boleh berpegangan pada bahuku," kata Armenia seolah mendengar isi kepala Ann.
"Oh ... baik. Terimakasih."
Â
Â
Armenia mulai melangkah. Â Berderap memasuki hutan.
Ann terkesima melihat pemandangan di sekitarnya. Tempat itu benar-benar seperti negeri dongeng. Perpaduan antara Wonderland, Neverland, Fairyland , Land of Oz, Antah Berantah Land, dan Land-Land lain yang pernah digambarkan dalam semua buku-buku cerita fantasi yang telah dibacanya sejak kanak-kanak.
Tanaman dengan bentuk-bentuk aneh, buah-buahan raksasa, dan pohon-pohon tua dengan batang ramping meliuk-liuk seperti tubuh penari balet. Â Bunga-bunga bermacam warna dengan ukuran besar dan kecil tumbuh di tempat-tempat yang tak wajar ; di batang pohon yang tinggi, keluar dari dalam tanah, atau menempel pada bebatuan. Binatang-binatang berbulu dengan wujud unik mengintip dari balik semak-semak dan pepohonan. Kupu-kupu dan serangga aneh lainnya beterbangan dengan sayap-sayap mereka yang melambai dengan indah. Hewan-hewan melata dengan corak yang cantik dan berukuran besar bergelantungan dengan damai di batang-batang pohon, mengamati Ann dan Armenia yang melalui jalan setapak berumput pendek di bawah mereka.
Semua  begitu memukau dan membuat Ann terperangah berkali-kali. Rasanya ia tak akan heran apabila di tengah jalan nanti Armenia mengajaknya mampir di acara jamuan minum teh sang kelinci ber-jas yang membawa jam bandul kuno.
Â
"Apakah kau merasa tidak nyaman ?" Armenia menoleh sekilas.