Nawangwulan melayangkan pandangan ke sekelilingnya. Sawah, kebun, sungai dan rumah-rumah penduduk. Tempat-tempat dimana ia belajar banyak hal sekaligus mendapatkan pengalaman baru.
Hatinya terasa berat. Ia sudah merasa betah sekali disini. Desa ini adalah rumah kedua baginya.
Ia membelai lembut pipi Nawangsih yang berada dalam pelukannya. Air matanya merebak.
Ia tak mungkin membawa Nawangsih pulang.
Tapi bagaimana nasib Nawangsih nanti ? Nawangsih masih membutuhkan air susunya. Dan siapa yang akan memandikannya ? Siapa yang akan menyanyikan lagu pengantar tidur untuknya ? Jaka Tarub pasti tak sanggup mengurusnya sendirian.
“Jangan khawatir, Nawangwulan. Nenek akan membantu mengurus Nawangsih. Dan menjaganya sampai ia besar nanti,” ujar Nenek Imas yang tiba-tiba sudah berdiri sebelahnya.
Cepat-cepat Nawangwulan menghapus air matanya.
“Tapi…. ia akan dibenci oleh semua orang, nek… Dia tidak akan punya teman…..”
“Kenapa kau berpikir begitu ?” tanya Nenek Imas.
Nawangwulan menoleh ke belakang.