Aku berbaring di atas batu besar tempatku duduk sebelumnya. Matahari sudah mulai condong ke barat. Angin dingin dari gunung Nawang yang bertiup sepoi-sepoi perlahan meredakan emosiku. Menyesal juga tadi aku sudah bicara sekasar itu pada Agung. Nanti harus kucari cara untuk berbaikan dengannya.Â
Kutatap langit cerah biru muda bermotif bercak-bercak awan putih diatasku. Seperti lukisan yang dibuat oleh tangan anak-anak. Beberapa ekor burung entah dari jenis apa terlihat terbang berkelompok mengikuti arah angin. Gerakan terbang mereka yang halus dan berirama seperti menghipnotisku. Rasanya ingin sekali ikut terbang bersama mereka.
Ingin ikut…… ingin terbang….
Aku berlari kencang. Ibu mengejar sambil berteriak-teriak. Tak tahu apa yang dikatakannya. Deru suara angin menyelubungi telingaku. Kupercepat lariku. Ibu masih mengejar sambil terus berteriak. Aku sampai di ujung jalan setapak dan berlari memasukinya. Tubuhku terasa berat. Aku menoleh dan melihat ibu tak lagi mengejarku. Ia hanya berdiri menangis di ujung jalan sambil mengulurkan tangan, memanggilku kembali. Aku tak mempedulikannya dan terus berlari....
Gedung putih besar berjendela banyak itu terlihat penuh dengan orang-orang berpakaian putih dan kelabu yang sibuk berbicara dan bergerak kesana kemari. Ada yang tampak gembira, bersemangat, bingung, gugup dan bahkan ada yang terlihat ketakutan. Apa ya yang sedang mereka bicarakan ? Sepertinya menarik sekali. Aku bergerak mendekati mereka....
Â
Sesuatu terasa menggelitik kakiku. Aku terbangun dan menggoyangkan kaki. Rasa geli itu menghilang. Ternyata seekor serangga.
Hari sudah gelap. Dan aku masih berada di atas batu besar di sungai.
Mimpi aneh apa itu tadi ? Rasanya aku pernah bermimpi seperti itu sebelumnya. Wajah ibu yang menangis, dan orang-orang itu…
Aku melompat turun dari atas batu. Hembusan angin malam yang dingin membuatku bergidik.Â
Konyol sekali rasanya, bisa tertidur di sungai sampai hari gelap. Kakiku meraba-raba dasar sungai, takut menginjak batu tajam atau terperosok ke dalam lubang. Gelap pekat di sekelilingku. Deretan lampu rumah warga terlihat jauh dari sini. Tanganku menggapai kesana kemari mencari pegangan.Â