**
Aku hanya cawan kopi teraduk fana dunia,
Waktu memporak porandakan jiwa, hati yang:
telah berlumuran debu jalanan.......
Serpihnya menghitam, debunya bertebaran
Di langkah-langkah jalan yang tak seharusnya,
Akukah tersesat pada rasi bintang dan cahaya redup,
Bulan pucat pasi, matahari hanyalah teriknya,
Di dada kesombongan berkecambah ......
Lalu, jurang merayukan dedaunan dan ranting
Yang tumbuh di tebing curam,
Goresan cadas melukai hati, deburnya menyesatkan pilu,
Lalu hening terhampar setelah gulita,
Lalu cahaya redup penghasut senja,
Tak lagi menatap arti sianghari,
Tak menikmati alunan nyanyian malam
**
Akal fikiran penuh mendung gelap,
Di matanya seakan buta tertatih lirih,
Katanya seakan dera neraka, menjelma
Kerontang dedaunan dan lampu pudar,
Bening kaca telah retak,
Air anyir selokan dan gorong waktu
**
Namun, aku tak biarkan terjajah  rasa,
Pada dosa-dosa dan kealfaan,
Rasa yang porandakan jiwa dan raga,
Mencabik mimpi dan nyanyian senja,
Ketakutan pada Mu dalam gulita,
Dari debu- debu itu,
Raihkan tangan Mu, bukakan pintu,
Untukku  leburkan dosa pada Mu,
**
Bandung, 17 Juli 2017