Mohon tunggu...
Yudistira Putra
Yudistira Putra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga

Seorang mahasiswa dengan minat tinggi dalam hal filsafat, musik, dunia medis, dan segala macam paradigma sosial-budaya yang menggatalkan telapak kaki peradaban kita.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Agus Salim: Dedengkot Diplomasi Indonesia

21 Oktober 2024   13:44 Diperbarui: 21 Oktober 2024   14:09 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah merdeka, Haji Agus Salim masih melanjutkan jurnalismenya. Atas jasa-jasanya, Haji Agus Salim diangkat sebagai Ketua Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia pada tahun 1952.

Haji Agus Salim juga menjabat sebagai Menteri Luar Negeri di sejumlah era kabinet, seperti Kabinet Amir Syarifuddin I (3 Juli 1947 -- 11 November 1947), Kabinet Amir Syarifuddin II (11 November 1947 -- 29 Januari 1948), Kabinet Hatta I (29 Januari 1948 -- 4 Agustus 1949), dan Kabinet Hatta II (4 Agustus 1949--20 Desember 1949)

Ia kemudian mengundurkan diri dari dunia politik, namun masih menjabat sebagai seorang Penasihat Menteri Luar Negeri hingga akhir hidupnya.


AKHIR HIDUP DAN PENINGGALAN

Agus Salim sebagai seorang pahlawan nasional meninggal dunia pada 4 November 1954 di Rumah Sakit Umum Jakarta di usia 70 tahun dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta Selatan. 

Atas segala jasa-jasanya, pada tanggal 27 Desember 1961, Agus Salim dianugerahi gelar Pahlawan Nasional melalui Keputusan Presiden RI No. 657 Tahun 1961.

Namanya sekarang dikenang melalui nama jalan di sejumlah tempat di Indonesia dan dijadikan nama sebuah stadium di Padang, Sumatra Barat.

Namun, yang terpenting, Haji Agus Salim mengajarkan kepada kita bahwa peperangan tidak hanya dimenangkan lewat otot saja, namun bahwa terkadang bolpoin lebih tajam daripada pedang. Ia menjadi sebuah teladan bagi diplomat-diplomat di Indonesia, bahwa memang perjuangan dan peperangan itu sangatlah pahit dan getir, namun kemerdekaan itu rasanya manis dan begitu indah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun