Sejak pertama kali Virus Corona (Covid - 19) dinyatakan telah menjangkit 2 orang WNI yang berdomisili di Kota Depok beberapa minggu lalu (2/3), kurva jumlah pasien yang terinfeksi virus ini sebagaimana dilansir dari situs covid19.go.id belum menunjukkan tanda - tanda penurunan.
Berdasarkan update terakhir jumlah warga masyarakat yang dinyatakan positif terinfeksi virus covid - 19 sudah mencapai 1.155 kasus dengan rincian 994 orang dalam perawatan, 59 orang sembuh dan 102 orang dilaporkan meninggal dunia.
Jumlah tersebut memang tidak sebanding dengan kasus yang terjadi di Amerika sebagai negara dengan kasus infeksi terbanyak di dunia sebanyak 123.271 kasus hingga 29 Maret 2020. Akan tetapi, mortality rate (tingkat kematian) masyarakat Indonesia yang terinfeksi virus ini merupakan yang terbanyak di Asia Tenggara, selain itu, sampai dengan saat ini Pemerintah Indonesia masih belum bisa memastikan kapan wabah ini akan berakhir.
Belum efektifnya usaha pencegahan
Guna mencegah semakin banyaknya warga masyarakat yang terinfeksi virus ini, berbagai kebijkan telah ditetapkan oleh Pemerintah mulai dari instruksi untuk merumahkan pelajar di berbagai tingkatan pendidikan hingga penerapan sistem Work From Home bagi pekerja terutama Pegawai Negeri Sipil.
Pengawasan di tempat - tempat yang rawan terjadinya penularan virus ini seperti bandara, pelabuhan, terminal dan fasilitas publik lainnya sudah mulai diperketat oleh pemerintah.
Bentuk pengawasan yang dilakukan bermacam - macam, mulai dari pengecekan suhu badan dengan thermo gun hingga mengatur Social Distancing antar individu.
Begitu pula langkah yang diambil oleh beberapa daerah yang ada di Indonesia, beberapa Pemda (Pemerintah Daerah) menugaskan satgas pencegahan virus covid - 19 ke batas daerah (Kabupaten/Kota/Provinsi) masing - masing, Setiap kendaraan yang akan memasuki wilayahnya wajib melewati screening atau pengecekan terlebih dahulu meliputi pengecekan suhu badan hingga penyemprotan desinfektan ke bagian - bagian kendaraan yang berpotensi menjadi media penularan.
Pada level tingkatan Pemerintahan terendah seperti RT/RW, Kelurahan dan Desa sudah menggalakkan kegiatan penyemprotan cairan desinfektan di wilayah masing - masing disponsori oleh Pemda setempat dan dibantu oleh aparat TNI dan Polri.
Akan tetapi, apakah bentuk pencegahan yang telah dilakukan sebagaimana yang tersebut di atas sudah efektif?. Menurut hemat penulis tindakan yang dilakukan belumlah efektif, kenapa? karena beberapa tindakan pencegahan yang sudah dilakukan di atas jika diibaratkan sebagai sebuah saringan, belum mampu menyaring partikel - partikel yang lebih kecil dan kelihatan samar.
Kebijakan untuk merumahkan pelajar maupun mahasiswa justru bisa menimbulkan masalah baru karena tidak adanya kontrol yang ketat sehingga beberapa diantara mereka yang dirumahkan memilih untuk mudik ke kampung halaman, masalahnya dimana? ketika mereka pulang kampung tidak ada yang bisa menjamin mereka dapat dikategorikan steril atau malah menjadi pembawa (carrier) virus covid - 19.
Kan di setiap bandara, pelabuhan, terminal bahkan beberapa batas daerah sudah ada petugas yang siap dengan thermo gunnya? ya benar.. tapi thermo gun hanya berguna untuk mengecek suhu badan seseorang bukan mengecek ada tidaknya virus di dalam diri seseorang.
Aksi penyemprotan cairan desinfektan yang digalakkan mungkin bisa mengurangi penularan virus covid - 19, tapi tidak maksimal, kenapa? karena kegiatan ini dilakukan tidak setiap hari ataupun setiap jam, bisa jadi benda ataupun tempat yang sudah di "sterilkan" tercemar kembali oleh virus covid - 19 yang dibawa oleh si carrier (pembawa virus).
Desakan untuk Karantina Wilayah dari berbagai daerah
Karena semakin bertambahnya jumlah pasien yang terinfeksi oleh virus covid - 19, beberapa Kepala Daerah di Indonesia berani mengambil kebijakan "nekat" demi melindungi masyarakatnya dari penularan virus yang semakin hari semakin meresahkan masyarakat ini.
Adapun kebijakan yang diambil merupakan kebijakan untuk melakukan "Karantina Wilayah" (nama lain dari istilah lockdown) untuk membatasi arus masuk orang - orang yang berkemungkinan membawa virus covid - 19 dari luar dan mencegah warga yang berdomisili di daerah tersebut agar tidak keluar dari daerahnya sehingga tidak berpotensi menjadi carrier virus covid - 19.
Kebijakan ini terbilang nekat karena pemerintah berkali - kali menegaskan bahwa kebijakan lockdown merupakan domain pemerintah pusat, bahkan Kepala Daerah yang nekat untuk mengambil kebijakan untuk melakukan lockdown bisa dipidana sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Langkah untuk mengkarantina wilayah (Lockdown) ini salah satunya secara tegas disampaikan oleh Walikota Tegal Dedy Yon Supriyono setelah diketahui ada warganya yang terinfeksi virus covid - 19 (26/3), walupun belakangan keputusan yang diambil oleh Pemerintah Kota Tegal ini diralat dengan menggunakan istilah Local Lockdown.
Selain Kota Tegal, kebijakan untuk mengkarantina wilayah ini juga kabarnya akan diikuti oleh beberapa daerah, namun yang sudah memastikan akan mengambil kebijakan serupa hingga saat ini adalah Provinsi Papua.
Sampai pada poin ini sebenarnya ada yang menjadi pertanyaan penulis terkait istilah Local Lockdown yang diterapkan oleh Pemerintah Daerah dan Lockdown yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat. Karena didalam Undang - undang Nomor 6 tahun 2018 tentang kekarantinaan kesehatan hanya mengenal istilah karantina wilayah "yang hanya" menjadi kewenangan Pemerintah Pusat dalam hal menutup ataupun melarang masyarakat untuk masuk ke suatu wilayah yang dikarantina.
Terlepas dari pertanyaan tersebut, sampai dengan saat ini beberapa Kepala Daerah mungkin memiliki pemikiran yang sama dengan Walikota Tegal untuk melakukan Local Lockdown ataupun Karantina Wilayah (atau mungkin bisa disebut sebagai Lockdown?) guna menjaga daerahnya agar terhindar dari bahaya covid - 19, akan tetapi keputusan tersebut belum berani direalisasikan karena masih ada "bayang - bayang" ancaman pidana bagi Kepala Daerah yang berani melakukan Lockdown terhadap daerah yang dipimpinnya.
Mengapa harus Karantina Wilayah?
Menurut hemat penulis saat ini karantina wilayah di daerah - daerah dengan status Zona Merah menjadi opsi penting sebelum semakin banyaknya warga masyarakat yang terinfeksi oleh virus corona (covid - 19).Â
Hal ini mengingat sebentar lagi akan memasuki bulan ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri, dimana pada bulan - bulan tersebut sudah menjadi tradisi bagi masyarakat kita untuk melaksanakan mudik ke kampung halaman masing - masing.
Bayangkan bila tidak ada ketetapan yang mengikat untuk mencegah masyarakat yang berkeinginan untuk mudik ke kampung halamannya masing - masing, akan ada berapa orang yang berstatus sebagai ODP yang harus di awasi oleh Pemerintah Daerah dengan kemampuan pengawasan yang belum tentu sama seperti Kota - kota besar seperti Jakarta, Bandung, ataupun Surabaya yang memiliki fasilitas dan tenaga medis yang lebih baik bila dibandingkan dengan daerah - daerah lain yang menjadi tujuan dari para pemudik.
Memang saat ini rapid test telah dipilih sebagai opsi, akan tetapi opsi ini tidak menjamin akan mengakomodir indentifikasi terhadap seluruh masyarakat yang positif terjangkit virus covid - 19, sehingga tidak ada salahnya opsi Karantina Wilayah (atau dengan nama lain) diterapkan di berbagai daerah yang dirasa perlu guna memutus mata rantai penularan wabah virus corona (covid - 19) ini.
Apabila ekonomi yang menjadi alasan tidak dipilihnya opsi karantina wilayah untuk memutus laju penularan virus ini, mungkin jawaban Presiden Ghana berikut dapat meberikan sedikit pertimbangan :
We Know how to bring the economy back to life. What we do not know is how to bring people back to life - Nana Akufo
Memang benar untuk dapat hidup seseorang membutuhkan uang dan pekerjaan, akan tetapi keluarga menjadi satu - satunya alasan mengapa seseorang membutuhkan uang dan pekerjaan.
Semoga bencana ini segera berlalu..
Cepat pulih Indonesiaku!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H