Mohon tunggu...
Inovasi Pilihan

Harus "PHT", Menyikapi Pasar Pangan Global

15 Maret 2017   14:45 Diperbarui: 16 Maret 2017   22:00 824
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Dalam bab ini diulas jawaban atas pertanyaan-pertanyaan para peserta training dan seminar mengenai maksud dan tujuan penerapan pengendalian hama-penyakit terpadu. Para pembaca buku yang menerapkan usaha pertanian dan para sahabat petani banyak yang menanyakan jenis-jenis pestisida kimia dan cara penggunaan pestisida tersebut yang benar terhadap kasus serangan hama dan penyakit yang dialaminya di lapangan)

Penerapan sistem pengendalian hama-penyakit terpadu didorong oleh beberapa faktor, antara lain: 1) Program pembangunan nasional yang berwawasan lingkungan, 2) Kegagalan pengendalian hama penyakit selama ini, dan 3) Kesadaran terhadap keamanan pangan.

Dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman dinyatakan bahwa perlindungan tanaman ditetapkan dengan sistem PHT (Pengendalian Hama-Penyakit Terpadu), dan pelaksanaannya merupakan tanggungjawab pemerintah dan masyarakat. Tujuan dikeluarkannya undang-undang ini adalah dalam rangka pembangunan nasional yang berwawasan lingkungan. Lebih jauh undang-undang tersebut bernuansa ekonomi dan politik, agar Indonesia tidak tersisih dari persaingan global.

Hasil penelitian oleh Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Lembang-Bandung, menginformasikan bahwa pengendalian hama penyakit tanaman secara kimiawi terhadap tanaman sayuran di Jawa Barat sudah melampaui batas yang direkomendasikan. Interval penyemprotan dilakukan sampai 2-3 kali per minggu. Dosis yang diterapkan sudah melebihi dari dosis anjuran. Bahkan beberapa petani sudah mulai mencoba mencampur sendiri beberapa pestisida sejenis untuk kepentingan pengendalian hama penyakit tanaman, karena menggunakan pestisida tunggal dianggap sudah tidak efektif lagi. Namun demikian tingkat serangan hama penyakit tanaman masih cukup tinggi.

Masalah keamanan pangan sudah menjadi masalah global. Beberapa negara maju sudah memberikan perhatian khusus untuk mengurangi akibat residu bahan kimia beracun dalam makanan terhadap gangguan kesehatan konsumen. Salah satu upaya yang ditempuhnya adalah dengan pembatasan kandungan residu pestisida pada makanan segar dan olahan. Contoh negara yang sangat ketat memberlakukan aturan ini adalah Jepang dan Singapura. Apalagi dalam era perdagangan bebas seperti sekarang, maka sudah saatnya semua pihak untuk menerapkan sistem PHT dalam penanggulangan hama penyakit tanaman. Jika tidak, maka Indonesia nantinya hanya akan menjadi negara importir hasil pertanian dari negara lain.

Prinsip Dasar Pengendalian Hama-PenyakitTerpadu (PHT)

Penerapan Pengendalian Hama-Penyakit Terpadu (PHT) dilandasi oleh empat prinsip dasar, yaitu: a) Budidaya tanaman sehat, b) Pemanfaatan perangkap dan musuh alami, c) Pengamatan Rutin, dan d) Melatih petani sebagai pakar PHT.

a. Budidaya Tanaman Sehat

Prinsip ini merupakan faktor terpenting dalam upaya pengendalian hama penyakit tanaman. Tanaman yang sehat dan kuat akan mampu bertahan terhadap serangan hama penyakit. Seandainya sempat terserang, maka akan lebih cepat mengatasi kerusakannya akibat serangan hama penyakit tersebut. Oleh karena itu setiap rencana penanaman sayuran, mulai dari pemilihan lokasi, penentuan varietas/kultivar, penyemaian, persiapan lahan, pemeliharaan tanaman dan sebagainya, disarankan untuk mengacu pada prosedur standar yang sudah teruji di lapangan. Dengan demikian akan diperoleh vigor tanaman yang sehat dan kuat, sehingga tahan terhadap serangan hama penyakit.

b. Pemanfaatan Perangkap dan Musuh Alami

Beberapa jenis hama tanaman sayuran (contohnya thrips, lalat daun dan lalat buah) tidak harus menggunakan pestisida untuk membasminya. Perangkap hama tersebut yang cukup sederhana bisa digunakan untuk menekan populasinya. Salah satunya adalah perangkap lekat yang memanfaatkan botol bekas air mineral atau potongan pipa paralon yang diolesi dengan produk dengan merek glumon atau cherry glue . Atau lempengan plastik warna kuning atau biru muda yang diolesi dengan lem tikus (bisa juga menggunakan botol bekas air mineral yang ke dalamnya dimasukkan gulungan kertas warna kuning). Untuk memudahkan pengolesan lem tikus bisa dengan dua cara, yaitu: 1) lem tikus dipanaskan pada api, 2) lem tikus dicairkan dengan sedikit bensin (premium). Akan lebih efektif hasilnya jika dicampurkan cairan “eugenol” (feromon sintetis) dalam lem tikus yang akan dioleskan.

Pengendalian dengan musuh alami hanya bisa dilakukan pada penanaman di rumah kasa. Dengan adanya musuh alami yang mampu menekan populasi hama penyakit, diharapkan akan terjadi keseimbangan antara populasi hama penyakit dengan musuh alaminya dalam agroekosistem. Dengan demikian populasi hama penyakit tidak sampai melampaui ambang toleransi yang dapat menyebabkan kerugian secara ekonomi. Sayangnya hingga saat ini musuh alami (predator) yang digunakan dalam penanggulangan hama penyakit masih impor dari negara lain (Belanda) dengan persyaratan keimigrasian yang ketat, sehingga biaya produksinya menjadi tinggi.

c. Pengamatan Rutin

Agroekosistem bersifat dinamis, karena banyak faktor di dalamnya yang saling mempengaruhi satu sama lain. Oleh karena itu agar bisa mengikuti perkembangan populasi hama penyakit dan mengetahui perkembangan kondisi tanaman, maka harus dilakukan pengamatan rutin.

Kegiatan pengamatan rutin tersebut harus tercatat, berdasarkan: 1) jumlah tanaman contoh, 2) letak tanaman contoh, dan 3) variabel pengamatan. Dari data dan informasi yang tercatat akan digunakan sebagai dasar tindakan yang akan dilakukan.

Jumlah tanaman contoh yang diamati menurut pengalaman adalah sebanyak 10-20 tanaman per luasan 1.000 m². Letak tanaman contoh yang diamati sebaiknya diambil secara acak, baik secara diagonal (dari pojok ke pojok) maupun secara sistematis (dari lajur panjang atau lajur lebar). Sedangkan variabel pengamatan meliputi:

Persentase intensitas serangan hama thrips, aphids, kutu daun, dan tungau per tanaman contoh. Nilai ambang pengendaliannya sebagai berikut:

Thrips:

Fase Vegetatif (0-5 minggu): 2,7 ekor per daun.

Fase Berbunga (6-11 minggu): 0,3 ekor per daun, dan 0,8 ekor per bunga.

Fase Berbuah (≥ 11 minggu): 0,3 ekor per daun.

Aphids dan kutu daun: 

7 ekor per 10 daun (0,7 ekor per daun).

Tungau (mite): 

jika kerusakan tanaman sebesar 15% akibat tungau.

Persentase intensitas serangan hama ulat, kumbang, belalang dan siput babi per tanaman contoh, dengan nilai ambang pengendaliannya adalah jika kerusakan daun sebesar 5% akibat hama-hama tersebut.

Persentase intensitas serangan penyakit bercak daun, busuk daun, karat daun, downy mildew, dan powdery mildew, dengan nilai ambang pengendaliannya jika tingkat serangannya sudah mencapai 5% dari luas daun.

Jumlah tanaman yang terserang penyakit layu fusarium, layu bakteri dan penyakit virus kompleks. Untuk ketiga jenis penyakit ini tidak dibatasi oleh nilai ambang pengendalian. Jika ditemukan gejalanya harus secepatnya dilakukan eradikasi selektif (disingkirkan dan dimusnahkan), hanya diperlukan data tercatatnya saja yang akan digunakan sebagai dasar pertimbangan pergiliran tanaman selanjutnya.

Jumlah tanaman yang menunjukkan gejala kekurangan unsur hara tertentu. Data yang diperoleh untuk digunakan ambil tindakan pemupukan selanjutnya.

d. Melatih Petani sebagai Pakar PHT

Penerapan PHT harus disesuaikan dengan kondisi agroekosistem setempat. Rekomendasi PHT yang dikeluarkan oleh instansi terkait maupun oleh para pakar pertanian hendaknya dikembangkan oleh petani sendiri sesuai kondisi setempat. Dengan demikian nantinya justru petani sendiri yang lebih ahli tentang penerapan PHT di daerahnya masing-masing.

Ir. Wahyudi (Cianjur, Jawa Barat). Praktisi pertanian, konsultan pertanian, trainer pertanian dan penulis buku pertanian. wahyudi.richwan@gmail.com

(Bersambung)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun