Dalam Undang-undang No.40 Tahun 2004 dalam sistim SJSN disebut bahwa PT.Asabri dan PT. Taspen digabung ke PT. Jamsostek yang berubah jadi BPJS ketenagakerjaan.Â
Empat purnawirawan ABRI mengajukan uji materi ke MK terhadap
UU BPJS tersebut. Pasal 65 ayat (1) UU BPJS menyatakan, "PT ASABRI (Persero) menyelesaikan pengalihan  paling lambat tahun 2029."
Dalam permohonannya, Endang dkk menganggap hak konstitusionalnya dirugikan akibat berlakunya beleid dalam UU BPJS tersebut.
Seperti dikutip dari situs MK, Kamis (30/9), para pemohon mendalilkan pasal tersebut berpotensi menimbulkan kerugian hak konstitusional para Pemohon yang berlatar belakang sebagai prajurit TNI yang memiliki karakteristik risiko yang sangat berbeda dibandingkan dengan aparat negara dan atau pegawai/pekerja pada umumnya.
Singkat kata, pensiunan ABRI merasa adanya ketidak pastian hukum terhadap manfaat yang diterima apabila masuk BPJS KetenagakerjaanÂ
Kalau alasan itu, sebenarnya bukan relevan. Tapi alasan bahwa TNI/Polri memiliki kateristik berbeda ada sedikit dapat dipahami. Alasan ini juga dipakai ketika Asabri berdiri tahun 1963 ketika menjadi instansi sendiri.Â
Terlepas dari alasan tersebut, sekarang MK telah mengabulkan permohonan dari para purnawirawan ABRI yang mengajukan usul pembatalan.
MK membatalkan UU BPJS Â Pasal 65 ayat (1) UU BPJS dan Asabri batal gabung ke BPJS Ketenagakerjaan .
Meski Asabri dilanda mega korupsi 23.7 triliun terbesar dalam sejarah pesertanya masih merasa nyaman dijamin Asabri.
Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus Pasal 57 huruf f dan Pasal 65 ayat 2 UU Nomor 24 Tahun 2011 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Kedua pasal di atas adalah pasal peleburan Taspen ke BPJS.
"Mengabulkan permohonan untuk seluruhnya. Menyatakan Pasal 57 huruf f dan Pasal 65 ayat 2 UU Nomor 24 Tahun 2011 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat," kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang yang disiarkan channel YouTube MK september 2021.
Bagi pegawai negeri juga, ada kenyamanan dalam Taspen yang umurnya jauh lebih tua dari BP Jamsotek.Â
Jamsostek didirikan Tahun 1977 sedangkan Taspen tahun 1960 dan dirintis sebelumnya. Â Asabri tahun 1963.
Jadi ada juga kecemburuan si kakak kepada adik yang kecil tiba-tiba besar dan 'mencaplok' sang kakak.
Jamsotek memang memiliki keunggulan dari kakaknya Taspen dan Asabri yakni dari penerimaan Iuran, investasi dan pengembangan.Â
Jamsostek penerimaannya tidak melulu dari Iuran perusahaan saja, tapi dari Iuran Jaminan Kecelakaan Kerja.
Itu berasal dari JKK/JK proyek sebesar 0.2 persen sampai 0.5 persen dari harga kontrak proyek pembangunan APBN, APBD dan swasta.Â
Keunggulan yang tidak dimiliki Taspen dan Asabari yang Iurannya hanya dari pemerintah dan peserta saja.
Konon dengan penerimaan itu, bumn ini lebih leluasa mensubsidi Jaminan bagi pesertanya.Â
Dari Jaminan JKK yang tidak terbatas sampai bantuan PHK dan sebagainya.
Malahan semasa bumn ini melaksanakan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan yang selalu "tekor" tidak mengganggu keuangan dan investasi perusahaan.Â
Perusahaan menunggak Iuran Jaminan Pemeliharaan Kesehatan tetap saja diteruskan.Â
Pada akhirnya utang dari Jaminan Pemeliharaan kesehatan"milyaran rupiah" tidak bisa ditagih lagi karena dialihkan ke BPJS Kesehatan dan secara bisnis tentu saja  kerugian.
Demikian juga, banyaknya permintaan JHT sebelum usia 56 tahun, bumn ini tidak pernah mengeluh.
Seperti yang kita lihat, investasi tahun 2015 ke 2020 naik hampir pesat. Dari 250 trilun menjadi lebih dari 520 triliun.Â
Masalahnya sekarang, apa yang terjadi pada kedua asuransi sosial yang batal bergabung?
Ini mungkin pekerjaannya Dewan Jaminan Sosial Nasional.Â
DJSN sebagai lembaga negara  yang dibentuk berdasarkan undang-undang yang diatur dan ditentukan lebih lanjut dengan peraturan presiden akan menyelesaikan masalah tentang SJSN di Taspen dan Asabri.
Kabarnya ada sejumlah rekomendasi yang akan dikeluarkan.Â
Kesimpulannya, peserta BPJS Ketenagakerjaan tidak perlu takut dana mereka tidak dikelola dengan baik.
Menurut kita, yang perlu dituntut adalah terus ada peningkatan Jaminan dan manfaat JHT serta Jaminan Pensiun bagi peserta dengan meningkatnya dana badan ini.
Peserta "harus" Â diberi kebebasan, kalau sudah di PHK mengambil tabungan atau tidak.Â
Kalau hasil pengembangan lebih besar dari deposito, peserta mungkin lebih membiarkan tabungan mereka "besar" disitu dan melihatnya di aplikasi pemberitahuan JHT setiap tahun.Â
Mungkin tulisan ini sedikit berlebih lebihan atau ada kesalahan, tentunya diharapkan ada koreksi dan komentar Karena penulis juga mungkin awam masalah ini. Terima Kasih.Â
Artikel lain berkait,
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H