"Benar, mereka akan dapat gelar seperti kecil punya nama  dan kalau besar dusebutkan gelar ( ketek banamo, sudah besar bergelar)"
Semua adat harus diikuti. Tapi anak anak laki laki tidak dapat harta di Minang karena akan diwarisi kepada kemenakan. "
"Seperti abu diatas tunggul, cerai dan pergi tanpa membawa apa apa," Ucu tahu juga sedikit.
"Mungkin dahulu, karena istri memiliki pusaka dan suami membantunya berladang dan bertani," jelas Ida.
Pembicaraan kedua pasangan itu begitu asyik membahas cerita tenggelamnya kapal Vanderwick tulisan Hamka.
Setelah itu cerita tentang Siti Nurbaya yang seting cerita juga di Minang.
"Kamu jangan mau seperti Siti Nurbaya," ucap Ucu.
Ida mengangkat kepalanya.
"Apa salahnya?" Tanya Ida.
"Kawin dengan orang tua, karena harta," kata Ucu pula.
"Tentu tidak, ayahku tidak akan mencarikan jodoh dengan orang sembarangan, " ujar Ida.
"Apakah kamu setuju menikah dengan pilihan orang tua?" Tanya Ucu.
"Pilihan orang tua juga bagus karena mereka Tentu sudah melihat  buruk baiknya, pacaran juga tidak menjamin  utuh," Ida begitu pintar menjawab.
"Maksud kamu pacaran tidak bisa langgeng?" Tanya Ucu penasaran.
"Iya," sahut Ida.
Ucu hanya menggaruk garuk kepalanya yang tidak gatal.
"Aku cuma tidak ingin diduakan," kata Ida.
"Maksud kamu di "madu"?" Tanya Ucu dengan tegang.
"Iya," jawab Ida dengan cepat.
 Ucu menghela napas panjang.
"Aku takkan pernah melakukannya," jawab Ucu dengan sebal.
"Aku cuma ingin punya istri satu saja," tandas Ucu.
"Semoga begitu," jawab Ida.