Mohon tunggu...
yudi howell
yudi howell Mohon Tunggu... Freelancer - Active Social Media User

Female, live in Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hubungan Kita

11 Mei 2020   06:28 Diperbarui: 11 Mei 2020   06:45 486
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Desember lalu, kamu datang padaku, membawa selembar surat. Sepertinya official. Wajahmu tampak gembira. 

"Aku ditugaskan di kantor pusat." katamu. Suaramu ringan berbunga-bunga, "Mulai Januari besok. Aku harus bersiap-siap mulai sekarang."

Di kantor pusat? Tokyo? Jepang. Kamu ditugaskan di sana? Baru setahun. Baru saja karyawan tetapmu diberikan sebulan lalu. Kamu luar biasa.Tapi kamu akan pergi dari sini. 

"Kenapa? Ini berarti promosi kan? Katamu, aku harus sukses. Aku harus maju. Mumpung masih sendiri."

Ya...memang itu  yang kubilang. Dulu sebelum ada rasa ini padamu. Sebelum terlalu banyak cerita kita tuliskan. Dan kamu bilang, kamu masih sendiri. Ohh...memang kamu masih sendiri, belum menikah, belum berkeluarga. Tapi tidakkah aku adalah bagian dari jiwamu? Tidakkah aku khusus buatmu?

"Terima kasih, Maria. Kamu telah banyak memberi semangat padaku. Jujur, kamu adalah penyemangatku. Kamu adalah energiku." katamu. Kamu genggam tanganku. Tapi kurasa itu genggaman seorang sahabat, bukan kekasih.

"Besok aku diminta ke Jakarta." lanjutmu, "Mengurus surat-surat pemberangkatan dan penempatanku. Akomodasi sudah disiapkan kantor. Tinggal aku tanda tangan kontrak saja di  sana."

Aku tidak tahu harus berkata apa. Aku akan berpisah denganmu. Gembira iya, tetapi juga sedih. Tidakkah kamu memiliki perasaan yang sama? Kali ini kita tidakkah satu jiwa?

"Maria, jangan pernah ragu untuk menghubungiku ya. Kalau ada apa-apa. Pasti aku akan rindu dengan ceritamu." Kamu genggam semakin erat tanganku.

"Kukatakan selamat tinggal sekarang saja ya." katamu. Kamu raih bahuku, kamu peluk erat, "Takutnya aku tiba-tiba harus buru-buru pergi dan tidak sempat bertemu denganmu lagi."

Kuyakini pelukanmu  sebagai sahabat. Walau rasaku tidak demikian. Aku ingin menangis di bahumu tapi kutahan. Aku tidak ingin kamu tahu rasaku, yang mungkin berbeda dengan rasamu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun