Sebagai contoh, di Kota Semarang (domisili penulis) tersedia sistem layanan terpadu perlindungan perempuan dan anak hingga tingkat kelurahan. Payung hukumnya adalah Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 5 tahun 2016 tentang Perlindungan Perempuan dan Anak dari Tindak Kekerasan (Pemkot Semarang, 2016).Â
Dengan sistem ini, penanganan kasus dapat terdesentralisasi pada area layanan yang fokus di dalam satu kelurahan. Selain penanganan, sistem juga mengakomodasi kegiatan preventif berupa edukasi ke masyarakat (PKK, RT/RW, sekolah) terkait isu kekerasan terhadap anak. Bercermin dari banyaknya kasus, tentu isu kekerasan seksual terhadap anak tak dapat dikelola oleh satu pihak saja.Â
Perlu dibangun kolaborasi dan jejaring antara masyarakat, pemerintah, pihak swasta, praktisi, dan akademisi untuk bergerak melindungi anak Indonesia dari ancaman predator seksual. Mari lindungi anak dari kejahatan seksual dan kita ciptakan komunitas yang memberikan rasa aman bagi anak.
Daftar Referensi
Bustomi, M. I. (2020). Menyoal Dugaan Perkosaan dan Penjualan Bocah 14 Tahun Korban Pencabulan oleh Kepala P2TP2A Halaman all. KOMPAS.com.
Kementerian PPA. (2020). Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak. Data SIMFONI 2020.
KPAI. (2017). Rincian Data Kasus Berdasarkan Klaster Perlindungan Anak, 2011-2016 | Bank Data Perlindungan Anak. Data Kasus Kekerasan Seksual terhadap Anak Komisi Perlindungan Anak Indonesia.
Pemkot Semarang. (2016). PERDA Kota Semarang No. 5 Tahun 2016 tentang Perlindungan Perempuan Dan Anak Dari Tindak Kekerasan [JDIH BPK RI].
Rachmawati. (2020). Lakukan Kekerasan Seksual ke 305 Anak, WNA Perancis Iming-imingi Korban Jadi Model Halaman all---Kompas.com.Â
Republik Indonesia. (2014). Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Jakarta: Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
Suyanto, B. (2019, Juli 24). Orangtua, Pelindung atau Ancaman bagi Anak. Media Indonesia.