"Kenapa, Jiyoon?" tanya Trey yang sedang beristirahat dari tugas.
"Yah, Jiyoon dapat tugas esai astronomi, tapi ibu gak setuju... ayah tahu Jiyoon pengen jadi astronom, tapi ibu suruh Jiyoon jadi politikus kayak ayah..." kata Jiyoon sambil menangis.
Trey diam saja sambil geleng-geleng kepala. Memang, jika Jiyoon sudah punya mimpi, dia akan mewujudkannya dengan penuh keras kepala, walaupun mimpi tersebut ditentangnya. Jiyoon tidak mengerti apa-apa soal dunia politik, dan dia tidak punya minat di bidang politik. Minat satu-satunya adalah astronomi.
"Ayah gak marah Jiyoon bercita-cita jadi astronom?" tanya Jiyoon.
"Jiyoon, putri sulung ayah yang paling ayah cintai. Ayah cuman mau kasih tahu kamu kalo kamu tidak perlu merasa bersalah jika kamu tidak berhasil memenuhi keinginan kami, jadi politikus seperti ayah. Ayah membebaskan kamu untuk jadi apa pun yang kamu inginkan. Kejarlah impian tersebut sampai negeri Cina. Tapi ingat: di atas langit masih ada langit. Kalo kamu berhasil mencapai cita-cita tersebut, jangan sombong! Tetaplah rendah hati! Karena ayah dan ibu pasti bangga," kata Trey.
"Ayah baik-baik aja sekarang di kota?" tanya Jiyoon masih dengan berlinang air mata.
"Ayah di sini baik-baik aja. Ayah janji, ayah pasti pulang dengan oleh-oleh untuk Jiyoon, Yeojin, dan ibu. Ayah doakan kamu sukses mengerjakan esai tersebut! Ayah mendukung dari sini," kata Trey.
"Udah, ah. Jiyoon capek. Jiyoon mau tidur," kata Jiyoon.
"OK, kita sudahi dulu percakapan sampe sini. Kamu mau tidur, kan. Ayah juga mau lanjut kerja. Ayah janji, kita pasti bertemu lagi, jika kamu sudah menjadi pelatih Pokemon yang lebih kuat. Ayah dengar dari ibu kalo kamu dapat Pokemon dari teman ayah itu," kata Trey menutup percakapan. "Selamat malam, sayang."
"Selamat malam, Yah," Jiyoon menutup percakapan.
(musik: Remo Forrer - "Watergun")