Mohon tunggu...
Yudhistira Widad Mahasena
Yudhistira Widad Mahasena Mohon Tunggu... Desainer - Designer, future filmmaker, K-poper, Eurofan.
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

He/him FDKV Widyatama '18

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Brilliant Diamond and Shining Pearl (Bagian 2)

31 Maret 2022   18:05 Diperbarui: 31 Maret 2022   19:58 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bismillahirrahmanirrahim.

Sebelumnya di BDSP...
Jihan menjalani kehidupannya sebagai gadis remaja 17 tahun yang bersekolah di SMA Hammerlocke dan aktif sebagai tim pemandu sorak serta menjalani hubungan asmara dengan pacarnya, Jungwon, anak band. Ketika mengetahui ibunya berada di Turin, tempat JRB akan manggung di acara Battle of the Bands, Jihan berniat mengejarnya, yang membuat kaget teman-teman dan keluarganya karena mereka mengira dia selama ini anak tunggal dan piatu.

Sepulang sekolah...

"Jihan, kamu yakin mau pergi ke Italia?" tanya ayah Jihan di ruang makan.
"Lah, kenapa?" Jihan balik bertanya.
"Kamu harusnya di rumah! Kamu tidak Ayah izinkan pergi ke Italia! Memangnya ada apa di Italia selain pizza, spageti, dan AC Milan?" ayah Jihan menjadi marah.
"Mama ada di sana. Jihan mau kejar Mama. Jihan kangen," kata Jihan.
"Jihan, waktu Ayah dan Mama cerai, kamu masih terlalu kecil. Ayah membesarkan kamu sendirian sejak usia 12 tahun karena Mama gagal cari kerja di Italia," jelas ayah Jihan panjang lebar. "Jadi, ketika itu terjadi, keluarga Ayah memutuskan untuk tidak memberitahu kamu soal Mama kabur ke Italia," lanjut beliau.

Jihan ingin menangis, namun ditahannya. Dia malu, sudah besar, apalagi dilihat ayahnya yang menginginkan dia menjadi gadis kuat yang anti menampakkan air matanya di depan orang. Dia segera pergi ke kamar dan menunjukkan sesuatu yang sang ibu titipkan kepada keluarganya sebelum beliau bertolak ke Italia. Tiket ke Turin.

"Yah, Jihan anak Mama," kata Jihan sambil menunjukkan tiket tersebut ke ayahnya. "Masak seorang ibu tega ingkar janji ke anaknya sendiri? Mama padahal janji mau ngajak Jihan dan Ayah hijrah ke Turin kalo Mama sukses."
"Janji itu tidak akan pernah ditepati karena keluarga Ayah menganggap Mama dan keluarganya telah mencoreng nama baik keluarga kita," kata ayah Jihan.

(musik: Maro - "Saudade, saudade")

Sore hari yang hangat, namun tidak sehangat hati Jihan. Dia termenung di kamarnya, memikirkan saat-saat terindah bersama sang ibu. Dia mengambil fotonya saat bersama ibunya. Dia kembali ingin menangis, namun ditahannya lagi. Jihan ingat pesan ibunya sebelum bertolak ke Italia untuk mencari kerja, "Wanita terkuat tidak akan menangis dan menunjukkan perasaannya di depan orang."

"Ma... Jihan kangen..." kata Jihan dalam hati. Tidak tahu lagi mau melakukan apa, dia pun tertidur lelap. Bahkan panggilan dari ayahnya untuk mandi tidak dihiraukannya.

Keesokan paginya, Jihan berniat untuk mengantungi izin ke Italia. Tanpa sepengetahuan sang ayah, dia bergegas pergi ke rumah Hadi. Hadi dan Mirna kini tinggal serumah, bersebelahan dengan Jihan. Mereka akan menikah di akhir bulan. Di Galar, pernikahan muda sudah lumrah.

"Permisi!" kata Jihan sambil mengetuk pintu rumah Hadi.

Hadi yang baru selesai mandi dan berpakaian, langsung membukakan pintu.

"Siapa?" kata Hadi sambil membukakan pintu. Jihan ada di depan. "Eh, elu, Ji. Yuk, masuk," kata Hadi dengan ramah, namun dingin.

(musik: Mia Dimšić - "Guilty pleasure")

Jihan menceritakan semuanya kepada Hadi, termasuk keinginannya untuk ke Italia.

"Di, gue pengen ke Italia. Nyari nyokap. Lo punya kenalan di Italia yang bisa ngebantuin gue nyari nyokap di Italia?" tanya Jihan.
"Kenalan gue di Italia, ya..." kata Hadi, "Ntar gue cariin. Mir, tolong ambilin Jihan minum. Dia pasti haus, capek jalan, biarpun cuman tinggal sebelahan sama kita," pinta Hadi kepada sang calon istri tercinta.
"OK," kata Mirna.

Hadi menyalakan komputernya dan mencari kenalannya di Italia yang bisa membantu Jihan mencari sang ibu di negara berbentuk sepatu bot di Eropa Selatan tersebut. Beberapa saat kemudian, Mirna memberikan segelas air putih kepada Jihan untuk diminum, dan dia ikut menyimak sang calon suami mencari kenalannya untuk Jihan.

"Kim Minyoung... Nam Yujeong... Hong Eunji... Lee Yuna..." bisik Hadi sambil menatap layar komputernya.
"Itu bukannya anggota Brave Girls?" kata Mirna.
"Ssst, diam," perintah Hadi. Dia tidak suka diganggu saat sedang berkomputer ria. "Ini dia. Kim Minyoung. Anggota senior tim penyelamat luar angkasa Sersan Rowoon. Pangkatnya letnan. Kulitnya putih, rambutnya hitam panjang, dan selalu terlihat memakai baju luar angkasa berwarna biru, kecuali saat acara-acara penting. Menurut orang dalam, dia adalah ibu dari salah satu teman kita di SMA Hammerlocke, Sumin."
"Sumin anak Minyoung unnie?" kata Mirna. "Aku baru tahu..."

Jihan diam saja. Dia tidak mau identitas ibu Sumin terkuak.

"Ji, apa pun yang lo mau, kita kasih. Kita bakalan cari alasan lo ke Italia dan ungkap alasan tersebut ke bokap lo. Tapi dengan satu syarat - lo harus bisa nunjukin hasil terbaik di bimbel. Minimal nilai lo 75. Kalo lo bisa dapat 75 atau lebih, kita bakalan anterin lo ke Bandara Wyndon untuk ke Italia," kata Hadi kepada Jihan.
"Trims, Hadi," kata Jihan sambil memeluk Hadi. "Lo sahabat terbaik gue."

Satu pandangan dan Jihan tahu bahwa dia, Hadi, dan Mirna memiliki ide gila yang sama: mencari alasan untuk dia pergi ke Italia.

Sorenya, Jihan menjalani bimbel. Tempat bimbel Jihan cukup jauh dari rumah, tepatnya di dekat Hammerlocke Castle.

(musik: REDDI - "The show")

Makin ke sini, Jihan makin kehilangan semangat belajar. Yang di pikirannya hanya ibunya, ibunya, ibunya. Dia tidak berkonsentrasi penuh saat menjawab soal yang diberikan pihak tempat bimbel. Tetapi, dia mencoba menahan diri dari pikiran tentang ibunya dan menjauhkan matanya dari ponsel. Dan, seperti yang diduga, Jihan menjadi yang pertama selesai bimbel, walaupun dia sampai malam terjebak di tempat bimbel. Dia menyerahkan kertas soalnya ke guru bimbelnya.

"Berapa nilai saya, Pak?" tanya Jihan kepada guru bimbel.
"Saya tidak biasa melihat orang mengerjakan soal secepat ini. Di tempat bimbel kami, tidak ada yang mengerjakan soal bimbel dengan tergesa-gesa. Tergesa-gesa tidak menjamin anak-anak kami mendapat nilai sempurna. Tetapi, saya ingat, kamu adalah murid nomor satu di tempat bimbel kami. Kamu dapat 100," kata guru bimbel sambil menyerahkan kertas soal Jihan.
"YES!" teriak Jihan senang.
"Kamu boleh pulang. Ayahmu pasti mencari," kata guru bimbel lagi.
"Terima kasih, Pak," kata Jihan dengan senang. Lalu dia pulang ke rumah dengan berjalan kaki.

(musik: Lumix feat. Pia Maria - "Halo")

Malamnya, Jihan menyusuri gang kecil. Dia melihat bayangan empat orang. Ternyata merekalah empat wanita yang sama yang menangkap zombie alien yang menyebabkan kehancuran Kerajaan Antah-Berantah pada tahun 1994 lalu. Mereka menculik Jihan ke sudut kota.

"Tolong! Tolong!" teriak Jihan dengan kencang. Dia menangis sejadi-jadinya. Akhirnya dia tertidur di mobil yang dikendarai empat orang tersebut. Dia diturunkan di tengah hutan.

"Di... di mana aku?" tanya Jihan dalam hati. Dia berada di sebuah pondok rahasia di tengah hutan.

Empat wanita tersebut membuka helm mereka. Ternyata wajah mereka cantik sekali. Cerah dan halus, seperti yang biasa terlihat di iklan sabun wajah.

"Wah... c-cantiknya..." kata Jihan dalam hati. Dia tak mampu berkata-kata karena mereka cantik sekali. Ternyata merekalah Brave Girls.

"Kamu Jihan?" tanya Minyoung.
"I-iya... saya Jihan..." kata Jihan dengan gugup.
"Saya Minyoung, dan kami Brave Girls. Kami adalah anggota senior dari tim penyelamat luar angkasa Sersan Rowoon. Kami kenal baik dengan ibumu. Ibumu juga dulu bagian dari tim penyelamat," kata Minyoung. Dia dan Jihan berjabat tangan.
"Cantik banget, kulitnya lembut, dan rambutnya terasa halus di tanganku. Kurasa aku akan menyukai Minyoung unnie," batin Jihan.
"Aku Yujeong," kata Yujeong.
"Aku Eunji," kata Eunji.
"Dan aku Yuna," kata Yuna.
"Kami mendengarnya dari temanmu, Hadi. Kamu akan ke Italia untuk mencari Minkyeung, ibumu. Tolong yakinkan dia untuk kembali ke Galar dan hidup bersama keluargamu," kata Minyoung.
"Kalian kenal ibuku?" tanya Jihan.
"Jelas. Ibumu bersekolah di SMA yang sama dengan kami sebelum kami masuk tim penyelamat," kata Yuna.
"Pada saat yang bersamaan, kakakmu juga sudah tiga tahun berada di tim penyelamat dan pangkatnya kopral. Dia saat ini sedang menjalankan misi yang paling berbahaya sejauh ini. Michael Ben David, seorang ilmuwan jahat, berencana menghancurkan Italia dengan zombie alien penemuannya. Tolong yakinkan Arin untuk tinggal bersama keluargamu lagi. Kamu adik yang baik," kata Yujeong kepada Jihan, lalu membelai rambutnya dengan penuh kasih. Yujeong ternyata kenal Arin.
"Terima kasih, unnie-deul," kata Jihan.

Malam itu, setelah berbincang sebentar mengenai keberadaan ibunya, Jihan pulang ke rumah diantar Minyoung naik motor.

"Ayo, Jihan, aku antar kamu pulang," kata Minyoung. Minyoung mencintai warna biru, jadi barang-barang yang mereka miliki kebanyakan berwarna biru. Motornya biru, bahkan barang-barang di kamarnya kebanyakan biru.
"Sampai jumpa, Jihan! Kita akan bertemu lagi! Sampaikan salamku kepada Steven!" kata Eunji. Eunji ternyata teman masa kecil ayah Jihan.
"Jangan khawatir, aku akan!" kata Jihan.

Ketika masuk kompleks perumahan...

"Kamu sekelas dengan anakku, Ji?" tanya Minyoung.
"Nggak," kata Jihan.
"Sumin anak yang baik. Dia mau bekerja keras, ayahnya dulu seorang perancang busana, namun karena perusahaan tempat dia bekerja bangkrut, dia beralih menjadi ilmuwan," kata Minyoung tentang Sumin.
"Sumin berapa bersaudara, unnie?" tanya Jihan.
"Dia anak tunggal..." jawab Minyoung.

Sampailah Jihan di rumahnya. Dia sampai tepat waktu karena tidak ingin ayahnya marah. Seperti biasa, dia disambut dengan dingin lagi oleh sang ayah.

"Dari mana kamu jam segini? Anak nggak tahu diri. Kurang ajar!" kata ayah Jihan sambil menampar pipi putri bungsunya.

Ternyata ayah Jihan mendapatkan laporan dari guru bimbelnya bahwa dia mengerjakan soal bimbel dengan buru-buru. Padahal dia memang disuruh ayahnya pulang cepat.

"Jihan, kamu tahu kesalahan kamu apa?" tanya ayah Jihan.
"Jihan minta maaf, Yah. Jihan kurang konsentrasi saat bimbel dan ingin buru-buru pulang karena takut Ayah marah," Jihan meminta maaf.
"Masih untung kamu dapat 100. Kalo tidak, Ayah akan usir kamu dari rumah ini," kata Jihan.
"Ayah, Jihan tadi ketemu Minyoung unnie. Dia tahu soal keberadaan Mama, dan Jihan mau ketemu Mama secepatnya," kata Jihan.
"Yang di pikiran kamu itu Mama terus. NGGAK PERNAH KAMU ANGGAP AYAH SEBAGAI TEMAN?!" amuk ayah Jihan.
"You're just my father, Yah," kata Jihan sambil melengos masuk kamar.
"Ayah ini bertambah tua. Harusnya kamu di rumah, belajar dengan keras untuk masuk sekolah keperawatan sambil menjaga Ayah di rumah dan menganggap Ayah teman. Kamu nggak ingat Mama ngasih kamu amanat apa sebelum Mama pergi ke Italia pas kamu umur 5 tahun? Kalo penyakit jantung kamu kambuh lagi gimana?" ayah Jihan masih marah.
"Jihan waktu itu masih kecil. Anak kecil itu dijaga, bukan menjaga! Udah, Jihan mau tidur!" Jihan kali ini benar-benar kesal. Dibantingnya pintu kamar sekuat-kuatnya. BRAKKK!!!

Jihan menangis di kamarnya. Bantalnya basah berurai air mata. Ayah Jihan sebenarnya marah pada kelakuan putri bungsunya yang posesif dan pilih kasih terhadap ibunya. Belum lagi ayahnya menderita stres karena tuntutan pekerjaannya sebagai satpam, sehingga menuntut anak-anaknya sempurna. Jihan memeluk boneka Teddiursa-nya yang lembut bak beludru.

"Ma... Jihan kangen... Jihan janji nggak akan nyusahin Mama dan Ayah... Jihan akan ngeyakinin Mama untuk tinggal sama keluarga di Galar..." tangis Jihan dalam hati.

Keesokan harinya, Jihan akan diantar ke Bandara Wyndon. Dia sudah menyiapkan keperluannya sendiri untuk bertahan hidup di negara berbentuk sepatu bot bernama Italia. Sabun, sampo, kondisioner, sisir, bahkan gimbot untuk menghabiskan waktu di pesawat. Gimbot itu pemberian ayahnya yang selalu dia bawa ke mana pun, kecuali ke sekolah. Jihan sudah mantap mengantungi izin dari Hadi dan Mirna, walaupun ayahnya tetap tidak mengizinkan.

"Mau kau apakan anakku?!" tanya ayah Jihan kepada Hadi dan Mirna.
"Eh, Steven hyung. Begini, kami ini mau nganterin Jihan ke Italia," kata Hadi.
"Jangan bilang Jihan ingin ketemu ibunya. Minkyeung sudah merusak nama keluarga kami dan dia adalah pendosa besar," tegas ayah Jihan.
"Eh, nggak, kok, Steven oppa. Jihan ingin mendukung pacarnya yang akan ikut lomba band internasional, dan dia diminta menonton," kata Mirna.
"Siapa pun dia, apa pun namanya, anak band biasanya nyusahin. Tapi saya mengizinkan Jihan jika hanya sekedar menonton konser. Jangan permalukan anakku," kata ayah Jihan.
"Baik, oppa. Kami akan usahakan untuk tidak mempermalukan Jihan selama dia di Italia," kata Mirna.

Dan kata-kata yang ayah Jihan ucapkan ke putri bungsunya sebelum berangkat ke Wyndon untuk naik pesawat adalah...

"Jihan, jangan makan babi," kata ayah Jihan.

Jihan hanya mengangguk sopan. Dia mencium dan memeluk ayahnya walaupun beliau tidak menyambut.

(musik: Systur -"Með hækkandi sól")

Jihan hanya termenung sepanjang jalan dari Hammerlocke ke Wyndon. Perjalanan dari Hammerlocke ke Wyndon memakan waktu 2 jam 33 menit. Sesampainya di Bandara Wyndon...

"Pulanglah dengan selamat, Ji," kata Hadi.
"Berjanjilah untuk tidak mempermalukan keluargamu karena kami juga tidak akan mempermalukanmu," kata Mirna.

Jihan, Hadi, dan Mirna berpelukan. Jihan akan pergi dan memegang janjinya untuk pulang dengan selamat. Dia akan meyakinkan ibunya dan Arin untuk kembali ke Galar.

(musik: Amanda Tenfjord - "Die together")

Di pesawat, Jihan mengingat kejadian itu. Kejadian yang mengubah hidupnya selamanya mulai usia 12 tahun. Saat itu Jihan baru saja mengerjakan PR ketika orang tuanya berkelahi.

"Kamu itu nggak pernah mikirin aku, ya... kamu itu nggak pernah mikirin Jihan!" teriak ibu Jihan.
"Aku membesarkan Jihan dengan penuh kasih sayang! Dia aja yang nggak ngerasain kasih sayangku!" balas ayah Jihan tak kalah keras.
"Kasih sayang apanya?! Kamu selalu pulang ke rumah untuk minum obat antidepresan, dan itu memengaruhi pola didikmu terhadap Jihan!" kata ibu Jihan. "Jihan butuh seorang ibu yang bisa mengajaknya bicara!"
"Ya udah, kalo kamu nggak pengen ada di rumah ini, nggak usah balik ke rumah ini! Pergi aja sono ke Italia dan beradaptasi dengan pemerintahannya!" bentak ayah Jihan. "Semua wanita sama!"

Jihan merasa kehidupannya baik-baik saja sebelum ini. Dia dan ayahnya suka makan roti bakar isi cokelat atau keju. Ibunya suka makan nasi goreng atau mie goreng setiap pagi. Arin suka makan telur rebus dan kopi. Dan, bila ibu Jihan tidak bisa memasak, Arin-lah yang memasak untuk keluarga. Menurut Jihan, masakan Arin tak kalah enak dari ibunya.

Sejak itu Jihan menghabiskan hidupnya penuh kekangan dan kekakuan. Sibuk membahagiakan dan menghibur sang ayah sampai dia sendiri lupa bahagia dan harus menghibur diri sendiri juga. Jihan tidak pernah tahan melihat sang ayah sedih. Begitu mengingat kejadian tersebut, Jihan menangis sampai tertidur lelap.

Tiba-tiba muncul pengumuman dari speaker pesawat:

"Selamat siang. Ini kapten Anda berbicara. Pesawat Wolf Air 969 dari Wyndon akan segera mendarat dengan selamat di Bandara Turin. Kencangkan sabuk pengaman Anda karena kita akan segera mendarat. Terima kasih."

Jihan sudah berhenti menangis. Dia bahagia karena akan segera mendarat di Turin. Dia tertidur lelap sampai bermimpi dirinya bertemu dengan ibunya. Akhirnya pesawat pun mendarat dengan selamat di Turin, ibu kota wilayah Piedmont, Italia.

(musik: Subwoolfer - "Give that wolf a banana")

Jihan bergegas turun dari pesawat. Dia melepas ikat rambutnya dan mengibaskan rambutnya yang hitam legam dan berkilau. Dia memakai jaket karena udara Turin dingin, dekat dengan Pegunungan Alpen. Jihan tampak cantik dengan jaket pink yang membalut tubuhnya. Dia juga mengenakan kaus berwarna putih dan celana jins berwarna hitam. Jihan terus melemparkan senyum kepada semua orang yang dia temui di sepanjang jalan menuju pintu keluar bandara.

Di lain tempat, ada empat wanita muda mengenakan pakaian yang seperti pakaian luar angkasa. Oh, bukan. Bukan Brave Girls. Mereka adalah Sumin dkk. Sumin mengenakan pakaian luar angkasa biru, Seeun mengenakan warna ungu, Yoon mengenakan warna oranye kemerahan, sedangkan J mengenakan warna hijau. Mereka terlihat anggun dan cantik.

Ketika mereka bertemu Jihan...

"Jihan!" kata Sumin. "Ya ampun, apa kabar?"
"Gue baik," kata Jihan. Kelimanya berpelukan.
"Gue kira lo nggak akan jadi datang ke Italia. Kita dengar dari nyokap-nyokap kita kalo lo bakalan ke sini," kata Seeun.
"Lo udah izin ke bokap pas mau berangkat ke Italia? Apa katanya?" tanya J kepada Jihan.
"Katanya gue harus janji pulang kalo udah nemuin Mama dan Arin unnie," kata Jihan.
"Oh," kata J.
"Nih, hadiah dari gue, Ji," kata Yoon sambil menyodorkan kalung buatannya kepada Jihan. "Suka, nggak?"
"Suka banget! Ini lo yang bikin?" tanya Jihan.
"Dibantu nyokap..." kata Yoon.
"Yuk, ke tempat gue. Kita latihan pemandu sorak," kata Sumin.
"Ayo!" kata Jihan, Sumin, Seeun, Yoon, dan J serempak.

Jihan dan Sumin dkk. berjalan dengan anggun ke tempat Sumin di Turin. Sesekali, mereka menirukan gerakan tari "GTWAB" milik Subwoolfer. Itu tuh, duo komedi kakak-beradik serigala kuning berjas dari Norwegia yang viral.

Sesampainya di tempat Sumin...
Rumah tempat Sumin sangat mewah.

"Ji, lo tidur sama Yoon, ya. Ini kunci kamar lo berdua," kata Sumin sambil menyodorkan kunci kamar Yoon.
"Thanks, Min," kata Yoon.
"Kalo lo mau mandi, sabunnya bagi sama Yoon, ya," Sumin memperingatkan Jihan.

Kamar tidur Yoon sangat besar dan dominan merah, seperti warna kesukaannya dan Eunji. Eunji dan Yoon sama-sama mencintai warna merah dan barang-barang mereka kebanyakan warna merah di rumah. Jihan dan Yoon tidur seranjang. Bahkan kamar mandi mereka juga dominan dicat pink dan merah. Pink adalah warna yang dicintai Jihan.

"Ji, kalo lo mau mandi, kata Sumin sabunnya bagi sama gue, ya," kata Yoon.
"Ya," kata Jihan.

Jihan dan Yoon bergiliran mandi. Mereka berendam air hangat. Air hangat membuat mereka merasa santai, dan setelah berganti pakaian, mereka pun tidur siang. Sesekali, Jihan mengelus rambut Yoon dengan lembut dan menciumnya.

"Rambut lo makin wangi dan lembut... pake sampo apa, Yoon?" tanya Jihan.
"Hehehe... sampo botol hitam..." jawab Yoon.

Sorenya, Jihan bangun tidur dengan ceria. Ternyata J sedang memasak sesuatu.

"J, masak apa?" tanya Jihan yang baru keluar dari kamar.

Tanpa basa-basi, J memberikan sekotak berisi kue tiramisu kesukaan ibu Jihan.

"Nih. Kasihin ke nyokap lo, ya. Nyokap lo kan suka tiramisu," kata J. "Ntar balik, lo kasih tahu gimana reaksi beliau."
"Don't worry, I will," kata Jihan dengan mantap.

(musik: Rosa Linn - "Snap")

Ternyata ibu Jihan tinggal di sebelah tempat Sumin dkk. menginap. Jihan ke sana dengan berjalan kaki. Dia langsung membukakan pintu dan melihat ibunya di depan pintu.

"Lho, siapa?" tanya ibu Jihan dalam hati.
"Mama?" tanya Jihan.

Ibu Jihan masih tidak percaya.

"Ma, ini putri bungsumu, Jihan. Ini, Jihan bawain kue tiramisu kesukaan Mama," kata Jihan.

Butuh waktu tiga menit bagi ibu Jihan untuk mengatakan...

"Maaf, saya tidak mengenalmu," kata ibu Jihan sambil mengembalikan kotak kue dari J.

Jihan syok berat.

Jihan berdiri terus di depan rumah ibu Jihan sebelum akhirnya berjalan gontai ke tempat Sumin. Air matanya berlinang. Sesekali dia mencicipi kue tiramisu buatan J yang ternyata kurang enak.

"Bleh!" kata Jihan, lalu membuang kue tiramisu itu ke tempat sampah.

Malam itu, Jihan menceritakan semuanya ke sang teman curhat, Yoon.

"Nyokap gue pura-pura nggak kenal gue..." kata Jihan dengan suara serak.
"Tenang, Ji. Hidup ini memang untuk menghadapi masalah, karena di hidup ini kita perlu masalah. Tetapi, masalah itu harus kita hadapi dengan hati kuat," kata Yoon dengan bijak.

Jihan tidak menjawab karena masih menangis. Dia menjatuhkan diri ke ranjang dan menangis terisak-isak. Yoon segera keluar kamar karena akan makan malam.

Tiba-tiba... telepon berdering. Ternyata Hadi.

"Halo, Sumin? Ini Hadi," kata Hadi lewat panggilan video.
"Eh, Hadi. Kenapa, Di? Gimana kabar lo sama Mirna?" kata Sumin. Seeun, Yoon, dan J juga ikut nimbrung.
"Kami sehat. Gini lho, Min... tadi Jihan ngirimin gue SMS isinya emoji nangis semua... katanya nyokap dia pura-pura nggak kenal dia... jadi dia nangis nggak karuan..." jelas Hadi panjang lebar.
"APA?!" Sumin dkk. kaget.
"Ini nyokap nggak bener!" kata Sumin.
"Ayo, kita labrak dia! Gue wushu dia!" kata Seeun, yang pintar bela diri, dengan marah.

Jihan baru terbangun dari tidurnya, berhenti menangis, ketika menyadari Sumin dkk. sudah tidak ada di ruang makan lagi. Jihan kaget ketika mereka sudah keluar rumah dan berencana melabrak ibunya yang tinggal di sebelah Sumin! Sumin dkk. sudah memakai pakaian luar angkasa mereka lagi.

"Dia serigala!" kata Sumin.
"Sungguh menyebalkan!" kata Seeun.
"Gue pancung kepalanya!" kata Yoon.
"Husss, jangan ngomong gitu, Yoon," kata J.

Mereka terus menjelek-jelekkan ibu Jihan tanpa Jihan sadari.

"Sumin, Seeun, Yoon, J... WOI!" tiba-tiba Jihan marah dan membentak teman-temannya. "Kenapa sih, lo cuman bisa... Jihan, Jihan, Jihan ini, Jihan itu, Jihan anu, Jihan A, Jihan B... dengerin gue dong! Nyokap gue cuman manusia, kenapa lo mau bentak dia?!" Jihan menangis lagi.

Jihan sebenarnya tidak cengeng, tetapi dia akan menangis jika ada yang tidak beres menurutnya. Perasaan Jihan memang halus dan mudah menangis.

Sontak, Sumin dkk. saling pandang, lalu meminta maaf kepada Jihan.

"Tenang, Ji. Kita nggak marah, kok. Kita minta maaf," kata Seeun.
"Kita minta maaf banget, Ji. Padahal kita cuman ngelakuin yang bener menurut kita aja. Gara-gara lo, kita jadi kelewatan. Kita jadi nganggep lo... kayak anak kecil," kata Yoon.
"Padahal kita masih kecil," kata J. "Maksud kita, kita tuh mau ngebelain lo, tapi lo jadi sensi," kata J.

Jihan langsung menarik napas dan menghentikan tangisnya.

"Gue juga minta maaf kalo udah ngerepotin lo semua," kata Jihan.
"Iya, kita udah maafin lo, kok. Mau gelato dan hiking ke Pegunungan Alpen?" tanya Sumin sambil memeluk Jihan. Es krim adalah makanan favorit Jihan.
"Mau banget!" kata Jihan.
"That's my girl. High-five!" seru Sumin.

Jihan dan Sumin dkk. bertos berlima.

Mereka segera mendatangi kios gelato yang dikelola bapak-bapak berkumis tebal, stereotipe orang Italia. Karena Jihan tidak terlalu mengerti bahasa Italia, Sumin-lah yang memesankan untuknya, dirinya sendiri, Seeun, Yoon, dan J.

"Mi scusi, posso avere cinque gusti di gelato: cioccolato, vaniglia, fragola, pistacchio e biscotti e panna, per favore?" tanya Sumin.
"Certamente! Ecco qui," kata bapak-bapak penjual gelato sambil dengan cepat menyodorkan lima gelato dalam kerucut.
"Grazie," kata Sumin.
"Mi scusi, sto cercando mia madre. Mi manca tantissimo," kata Jihan dengan bahasa Italia yang pas-pasan, namun nekat.
"Davvero? Va bene. Ricorda gli hadith: tua madre, tua madre, tua madre, poi tuo padre," kata bapak-bapak penjual gelato yang ternyata bernama Alessandro Mahmood dan seorang Muslim. Mahmood berdarah Arab dari Mesir.

Jihan yang nonmuslim tidak tahu arti kata tersebut.

Setelah makan gelato, Jihan dan Sumin dkk. terkejut ketika mendapati sebuah bus besar. Ternyata bus tur yang ditumpangi JRB yang akan berangkat ke Pegunungan Alpen untuk mereka latihan band. Tanpa mereka sadari, mereka masuk dan duduk di sana. Walaupun begitu, Jihan beruntung bisa duduk di samping Jungwon.

"Aku kira kamu nggak akan datang, Ji," bisik Jungwon dalam bus. "Ini bus mau berangkat ke Pegunungan Alpen. Kami mau latihan band. Kalo kamu butuh sesuatu pas di Pegunungan Alpen, minta aja ama Sunghoon atau Soeun. Sunghoon sekarang ketua kelas kita, dan Soeun wakilnya," kata Jungwon lagi.

Pengaturan tempat duduk:
1. Jungwon x Jihan
2. Sunghoon x Soeun
3. Sumin x Seeun
4. Yoon x J
5. Intak x Changwook
6. Sieun x manajer JRB

Sedikit yang Jihan tahu bahwa perjalanannya ke Pegunungan Alpen akan mengubah hidupnya lagi.

Bus berjalan dengan pelan. Jihan tertidur dengan pulas. Sesekali, Jungwon menyetel lagu-lagu Loona selama perjalanan, lalu memasangkan earphone ke telinga Jihan.

(musik: Loona - "P.T.T.")

Sementara itu, di Pegunungan Alpen, Arin dkk. sedang menjalankan misi mereka yang menurut Yujeong paling berbahaya.

Bagaimana kelanjutan kisahnya?
Simak di bagian 3 yang akan keluar besok.

Tabik,
Yudhistira Mahasena

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun