Dari sini kita tahu bahwa Gabe sama dengan Hotman, lulus kuliah jurusan hukum. Andri Nadeak, juga dari grup Obama, menanyakan apakah kuliah Gabe tidak sayang jika dia justru meniti karir di bidang komedi. Menurut Pak Domu, Gabe melawak hanya sementara karena dia ingin menjadi hakim atau jaksa, sehingga dia sebentar saja akan berhenti melawak. Orang Batak berkeyakinan bahwa anak harus mencari pekerjaan yang jelas, sesuai jurusan, bukan malah meniti karir di bidang hiburan, sebagai pelawak atau penyanyi. For context, Boris Bokir lulus dari Universitas Katolik Parahyangan dengan gelar sarjana hukum, dan punya keinginan mendirikan kantor pengacara, seperti stereotipe orang Batak yang berkiprah di ranah hukum.
Gabe diperankan oleh komika Lolox, seorang komika berdarah campuran Nias dan Minang. Walaupun bukan orang Batak (berdarah Nias dari sang ayah dan Minang dari sang ibu), Lolox dapat bertutur dalam logat Batak dengan baik karena tinggal di Medan sejak lahir. Cowok Taurus bertubuh gempal ini terkenal lewat acara "Street Comedy" di Indosiar.
Orang Batak lainnya yang terkenal yang berkiprah di ranah hukum adalah ayah mertua dari aktris Jessica Mila, Otto Hasibuan. Beliau pernah menangani kasus kopi sianida dan korupsi e-KTP yang sempat hangat. Ada juga Hotman Paris Hutapea, Kamaruddin Simanjuntak, Adnan Buyung Nasution, Hotma Sitompul, dan Juan Felix Tampubolon. Gabe memilih untuk tidak mengikuti jejak mereka karena nyaman menjadi pelawak, membuat orang senang dan dikelilingi rekan kerja yang pengertian di dunia hiburan.
Kalau anak Pak Domu yang paling kecil itu, di mananya, leh? Kita akan berkenalan dengan si bungsu, Stefanus Sahat Ignazio Purba. Sahat lulus kuliah di Universitas Hayam Wuruk, Yogyakarta, dengan gelar sarjana di bidang agribisnis, dan setelah lulus dengan peringkat cumlaude, dia tumbuh menjadi wiraswasta sukses dan tinggal bersama Pak Pomo, seorang duda tua yang hidup bertani jagung. Pak Pomo tidak punya anak, istrinya juga telah lama meninggal. Padahal...
Orang Batak selalu mewariskan rumahnya kepada anak lelakinya yang terakhir, jadi Pak Domu percaya bahwa sebagai anak terakhir, Sahat tidak seharusnya merantau. Dia seharusnya tetap di Toba, mengurus orangtuanya agar setelah mereka meninggal nanti, rumah keluarga Purba akan diwariskan kepada Sahat. Namun, Sahat percaya bahwa berbakti kepada orangtua adalah sesuatu yang harus dilakukan dengan ikhlas dan tanpa pamrih serta tidak sepatutnya dijanjikan upah berupa warisan.
Juga, menjelang akhir film, Sahat menjelaskan mengapa dia memilih tinggal dengan Pak Pomo di Jogja dan enggan pulang ke Toba. Ternyata, Sahat nyaman tinggal dengan Pak Pomo karena beliau mau mendengarkan. Dia belajar mendengar, belajar hidup, dan belajar banyak hal lain dari Pak Pomo, ketika seharusnya dia mendapatkan ilmu tersebut dari ayahnya sendiri. Ketika Pak Domu datang ke Jogja, Pak Pomo menjelaskan usaha yang dirintis Sahat di Jogja; dulu, saat masih kuliah di UHW, Sahat melaksanakan KKN di desa tempat tinggal Pak Pomo. Selama KKN, Sahat dan teman-temannya tidur di atas tikar yang digelarkan Pak Pomo di rumahnya. Dia memimpin kelompok yang kebanyakan anak-anak Batak. Eloknya, dia dicintai dan disukai warga, padahal orang-orang di desa tersebut orang Jawa semua. Sahat pun menjadi orang terhormat di desa Pak Pomo, dan kendati Batak, dia berbaur dengan masyarakat Jawa di sana.
Dan pada waktu KKN, Sahat sempat mengatakan pada Pak Pomo bahwa, setelah lulus dari UWH, dia berjanji akan kembali dan tinggal bersama Pak Pomo. Beliau kira Sahat hanya bercanda, namun dia memegang janjinya dan kembali ke desa tersebut. Memanfaatkan ilmu yang dia dapat di bidang agribisnis, dia membantu warga desa, mengajari cara bertani jagung yang baru, membuat hasil panennya lebih baik, dan juga mengajari cara menjual jagung dengan harga lebih mahal. Itu semua berhasil. Memang, jagung merupakan salah satu komoditas terbesar di Daerah Istimewa Yogyakarta, dengan konsentrasi terbesar di Gunungkidul dan Bantul.
Sahat diperankan oleh Indra Jegel, salah satu komika favorit saya. Jegel berasal dari Binjai, dan jamak dikenal sebagai juara satu Stand Up Comedy Indonesia Kompas TV musim keenam. Dia dikenal karena pantunnya yang diawali dengan kalimat "petir bukan sembarang petir". Selain itu, Jegel yang berzodiak Aries ini merangkul erat budaya Melayu dalam dirinya.
Pak Domu memang tidak akur dengan ketiga putranya yang memilih untuk menikah dengan orang Sunda, menjadi pelawak, dan mengurus orang lain di kota lain. Oleh karena itu, anak perempuan satu-satunya di keluarga Purba, Sarma Elysia Purba-lah yang mengurus kedua orangtuanya di Toba. Untungnya dia bekerja PNS di kantor kecamatan, jadi tak perlunyalah dia merantau. Dia juga belum menikah. Padahal, Sarma pernah berpacaran dengan Nuel, seorang lanang Jawa dari Surabaya, juga pernah diterima di sebuah sekolah masak paling bergengsi di Bali. Namun, Sarma dan Nuel harus putus karena mereka berbeda suku, dan Sarma harus mencari pekerjaan yang jelas sambil mengurus orangtuanya karena abang dan adik-adiknya jarang pulang ke Toba.