Orang keturunan kasta Ksatria biasanya menggunakan gelar Anak Agung, Cokorda, Dewa (atau Dewa Ayu untuk perempuan), Ngakan, dan Bagus. Mereka umumnya keturunan raja dan tinggal di puri atau sekitar puri, yaitu kediaman leluhur mereka yang memerintah atau mengabdi pada masa lalu.
Contoh:
- Anak Agung Ayu Puspa Aditya Karang (alias Dita), anggota girl group Secret Number
- Dr. Ir. Tjokorda Raka Sukawati, insinyur Indonesia penemu sistem konstruksi Sosrobahu
- Cokorda Raka Satrya Wibawa, pebasket Indonesia
- Dewa Ayu Made Sriartha Kusuma Dewi, pebasket Indonesia
- Ngakan Putu Gede Suardana, Rektor Universitas Udayana
Orang keturunan kasta Waisya biasanya diawali dengan gelar Gusti, Kompyang, Sang, Si, dan Pande.
Contoh:
- I Gusti Ngurah Rai, pahlawan nasional dari Bali
- I Gusti Ketut Jelantik, pahlawan nasional dari Bali
- I Gusti Ayu Bintang Darmawati, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Indonesia pada Kabinet Indonesia Maju
Orang keturunan kasta Sudra dicirikan dengan nama tanpa gelar kebangsawanan sebagaimana keturunan kasta Brahmana, Ksatria, dan Waisya, melainkan langsung mengacu pada urutan kelahiran sesuai tradisi Bali. Nama-nama ini yang umum kita lihat dari orang Bali, seperti Wayan, Putu, Gede, Made, Kadek, Nengah, Nyoman, Komang, Ketut, dll.
Tata nama orang Bali juga tak kalah unik. Mereka menggunakan tata nama yang mencirikan urutan kelahiran anak. Contoh:
- Anak pertama diberi nama Wayan, Putu, atau Gede;
- Anak kedua diberi nama Made, Nengah, atau Kadek;
- Anak ketiga diberi nama depan Nyoman atau Komang;
- dan anak terakhir diberi nama Ketut.
Sebagai penganut agama Hindu, orang Bali memiliki dua hari besar keagamaan yang dirayakan di seluruh pulau. Tiga hari besar tersebut adalah Galungan dan Nyepi.
Hari Raya Galungan dirayakan oleh umat Hindu setiap 210 hari sekali, dengan menggunakan kalkulasi perhitungan kalender Bali, yaitu pada hari Budha Kliwon Galungan. Galungan adalah perayaan hari kemenangan Dharma (kebenaran) melawan Adharma (kejahatan). Setiap Galungan, sudah tradisi untuk orang memasang penjor atau bambu hias untuk merayakan hari besar ini.
Rangkaian acara Hari Raya Galungan adalah sebagai berikut:
- Tumpek Wariga, hari untuk memberi penghormatan kepada alam dan lingkungan, dirayakan 25 hari sebelum Galungan;
- Sugihan Jawa, diperingati enam hari sebelum Galungan, yaitu hari penyucian terhadap Bhuana Agung (makrosmos) secara skala maupun niskala;
- Sugihan Bali, upacara pembersihan diri atau Bhuana Alit yang dilakukan pada hari Jumat Kliwon Wuku Sungsang. Tata cara pelaksanaan Sugihan Bali adalah dengan cara mandi, melakukan pembersihan secara fisik, dan memohon Tirta Gocara kepada Sulinggih sebagai simbolis penyucian jiwa raga untuk menyongsong Galungan yang semakin dekat;
- Hari Penyekeban, yaitu mengekang diri agar tidak melakukan hal-hal yang tidak dibenarkan oleh agama, dilakukan setiap hari Minggu Pahing Wuku Dungulan;
- Hari Penyajaan, yaitu hari memantapkan diri untuk merayakan Hari Raya Galungan. Hari Penyajaan jatuh dua hari sebelum Galungan, dan dikenal sebagai hari untuk membuat jajan, karena umat Hindu mempersiapkan berbagai jajan tradisional untuk sesajen Galungan;
- Hari Penampahan, jatuh sehari sebelum Galungan, yang memiliki makna untuk menetralisasi kekuatan Sang Kala Tiga, yang dipercaya akan turun ke bumi untuk mengganggu umat manusia. Untuk mencegah hal tersebut, umat Hindu melakukan Penampahan Galungan dengan cara memotong hewan yadnya seperti babi, ayam, atau itik sebagai simbol untuk menghilangkan sifat buruk manusia, dan membuat segehan, yaitu persembahan kepada Bhuta Dungulan, yang diletakkan di depan sanggah, di lebuh, dan di depan rumah;
- Hari Raya Galungan. Pada pagi Galungan, umat Hindu Bali menghadiri upacara keagamaan. Kemudian, mereka melakukan mudik, atau pulang kampung ke daerah kelahiran masing-masing untuk sembahyang;
- Umanis Galungan, yaitu saat umat melaksanakan persembahyangan dan dilanjutkan dengan Dharma Santi dan saling mengunjungi sanak saudara atau tempat rekreasi;
- Hari Pemaridan Guru, yaitu saat umat melaksanakan persembahyangan kepada para dewa. Ini adalah upacara yadnya yang bermakna umat menikmati waranugraha Dewata;
- Ulihan, saat para dewata-dewati atau leluhur kembali ke kahyangan dengan meninggalkan berkat dan anugerah panjang umur;
- Hari Pemacekan Agung, hari di mana umat Hindu Bali melakukan upacara di pekarangan lebuh pada sore hari. Upacara ini dilakukan dengan menyembelih ayam salulung sebagai suguhan ke hadapan Sang Kala Galungan;
- Hari Raya Kuningan, yaitu hari di mana umat Hindu melakukan upacara perpisahan untuk para leluhur yang akan kembali ke stananya masing-masing. Upacara ini dilakukan dengan menyuguhkan sesajen yang berisi simbul tamiang dan endongan;
- dan Hari Pegat Wakan, yaitu runtutan terakhir dari perayaan Galungan, di mana umat akan melakukan persembahyangan, mencabut penjor yang dibuat pada Hari Penampahan, membakarnya, dan menanam abunya di pekarangan rumah.
Hari besar umat Hindu Bali lainnya adalah Hari Raya Nyepi. Nyepi adalah hari raya suci umat Hindu yang dirayakan untuk menyambut Tahun Baru Saka, atau tahun baru dalam sistem penanggalan Hindu.
Tiga atau dua hari sebelum Nyepi, umat Hindu melakukan penyucian diri dengan melakukan upacara Melasti. Pada hari tersebut, segala sarana persembahyangan yang ada di pura akan diarak ke pantai atau danau dengan makna menyucikan segala kotor di dalam diri manusia dan alam. Laut atau danau diyakini sebagai sumber suci (tirta amerta). Kemudian, sehari sebelum Nyepi, ada arak-arakan ogoh-ogoh, perwujudan Bhuta Kala, yang kemudian dibakar dengan tujuan mengusir Bhuta Kala dari lingkungan sekitar.