Mohon tunggu...
Yudhistira Mahasena
Yudhistira Mahasena Mohon Tunggu... Freelancer - Desainer Grafis

Ini akun kedua saya. Calon pegiat industri kreatif yang candu terhadap K-pop (kebanyakan girl group) dan Tekken.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kenali Indonesiamu! Episode 16: Selalu Ada Cerita Mengesankan tentang Jawa Timur

13 Oktober 2024   13:04 Diperbarui: 13 Oktober 2024   13:09 1271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Madumongso berasal dari Ponorogo, namun juga populer di Madiun. Camilan ini berbahan baku ketan hitam fermentasi yang jika dimakan menghasilkan rasa manis dan masam. Biasanya, madumongso didatangkan dengan bungkusan kertas minyak warna-warni, dan cocok disajikan pada acara keluarga, seperti pernikahan, khitanan, atau Hari Raya Idulfitri.

Madumongso khas Ponorogo. (sumber: Diskominfo Kaltim - Pemprov Kaltim)
Madumongso khas Ponorogo. (sumber: Diskominfo Kaltim - Pemprov Kaltim)
Dan terakhir, ada putu lanang. Camilan khas Kota Malang ini didirikan oleh Ibu Supiah pada tahun 1935 dan tidak pernah sepi pembeli. Sekilas kue ini mirip dengan kue lopis yang juga ditaburi parutan kelapa, namun yang membedakannya adalah warnanya hijau karena berasal dari daun pandan.

Putu lanang khas Malang. (sumber: kabarbaik.co)
Putu lanang khas Malang. (sumber: kabarbaik.co)
4. #TEKANAN (Teman Makan Anda): Dongeng si Penjual Kucing
Rasa-rasanya menyantap semua makanan di atas kurang lengkap jika tidak ditemani dengan salah satu cerita rakyat Jawa Timur. Kita mungkin tahu tentang dongeng Keong Mas, yang memang berasal dari Jawa Timur, tetapi kita akan melihat sebuah dongeng dari Pulau Madura, yaitu Dongeng si Penjual Kucing. Dongeng ini berkisah tentang pentingnya menghindari sifat tamak dan meniru tindakan orang lain tanpa perhitungan. Tentunya saya akan menceritakan dongeng ini dengan kata-kata saya sendiri.

Alkisah, Abdullah adalah seorang petani yang miskin namun rajin dan pekerja keras di Pulau Madura. Tanahnya hanya sepetak, dan itu pun tidak cukup untuk menghidupi istri dan anak-anaknya. Oleh karena itu, dia berencana merantau ke Jawa untuk mengadu nasib. Istrinya menyanggupinya.

Abdullah pun berangkat ke Jawa hanya dengan bermodalkan 10 gobang (1 gobang = 2,5 sen; 10 gobang = 25 sen). Uang itu hanya pas untuk ongkos berlayar ke Jawa. Di tengah jalan, Abdullah bertemu dengan seorang perempuan miskin yang sedang menggendong anaknya yang tampak pucat kelaparan. Perempuan itu memegang sebuah keranjang berisi tiga ekor kucing yang tampak sehat. Perempuan itu (kita sebut saja namanya Lia) mendatangi Abdullah dan memintanya untuk membeli kucing-kucingnya.

Abdullah berpikir bahwa jika dia tidak menolong, mungkin saja kucing-kucing tersebut akan mati kelaparan. Maka ibalah hatinya. Dengan senang hati, Lia menawarkan 5 gobang untuk tiga ekor kucing, namun sayangnya uang Abdullah hanya sedikit sehingga dia menawarkan 3 gobang dan Lia menyetujuinya.

Sesampainya di pelabuhan, Abdullah menaiki perahu layar dengan ongkos lebih murah untuk kembali ke Madura. Namun perjalanannya kembali ke Madura tak semulus yang dibayangkan, karena dalam perjalanan, angin bertiup kencang. Bahkan sang juru mudi tidak dapat mengendalikan perahu tersebut saking kencangnya angin. Akhirnya perahu itu terombang-ambing dan membawa Abdullah ke sebuah pulau yang belum pernah mereka temui sebelumnya, yaitu Pulau Tikus. Pulau itu dinamakan demikian karena banyaknya tikus yang berkeliaran di sana. Mereka memamah habis semua hasil tani di pulau tersebut.

Akhirnya Abdullah teringat kembali akan kucing yang dia beli dari Lia. Dia lalu menunjukkan dan menerangkan bahwa kucing adalah hewan yang secara naluriah dapat membasmi dan memburu tikus. Kepala Pulau Tikus kemudian mempertanyakan apakah kucing-kucing tersebut dapat membasmi tikus, dan jika bisa, dia akan membeli kucing Abdullah seharga 5 dinar per ekor.

Abdullah lalu mengeluarkan seekor kucing dari karungnya. Nama kucing ini Belo. Lama tak makan, tentu saja Belo merasa sangat lapar. Begitu melihat seekor tikus berkeliaran di depan matanya, langsung saja dikejarnya tikus itu dengan ganas. Setelah Belo menghabisi dari satu ekor tikus ke tikus lainnya, Kepala Pulau Tikus sangat puas menyaksikan hal itu, dan dia memberi Abdullah hadiah uang 15 dinar. Uang itu dia belikan tanah yang lebih luas dan dikerjakan sendiri tanah itu, hingga akhirnya Abdullah menjadi orang kaya.

Beberapa hari kemudian, ada tiga orang penduduk desa yang ingin mengadu nasib. Mereka bermaksud ingin menjual kucing mereka ke Pulau Tikus. Mereka ingin seperti Abdullah. Setelah menjual seluruh harta benda mereka dan menukarnya dengan kucing yang banyak, mereka bersiap ke Pulau Tikus, namun naas, tikus-tikus di sana habis dimakan kucing-kucing Abdullah. Mereka kenyang, bertambah besar, dan beranak-pinak. Keturunannya juga memakan tikus-tikus lain yang masih tersisa, sampai habis semuanya.

Ketiga pemuda desa tersebut merasa kecewa dan sedih karena usaha yang mereka lakukan tidak ada gunanya sama sekali. Maka, mereka pulang ke Madura dengan penug rasa malu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun