Salah satu tempat wisata sejarah lainnya di Jogja adalah Benteng Vredeburg, yang dibangun pada tahun 1787. Benteng ini awalnya digunakan sebagai benteng pertahanan VOC milik Belanda. Bangkrutnya VOC pada tahun 1799 menyebabkan benteng ini jatuh ke tangan Bataafsche Republiek, sehingga secara de facto menjadi milik Kerajaan Belanda. Kini, benteng ini beralih fungsi menjadi sebuah museum, yang menyimpan beberapa koleksi sebagai berikut:
- diorama pelantikan Soedirman sebagai Panglima Besar Tentara Nasional Indonesia;
- minirama Kongres Budi Utomo;
- mesin ketik Surjopranoto;
- tiga buah kendil yang pernah digunakan oleh Soedirman ketika tinggal di rumah Ibu Mertoprawira;
- dokumen Soetomo yang berisi daftar alamat kantor kementerian ketika Jogja menjadi ibukota Republik Indonesia;
- dan bangku yang dulu dipakai oleh para siswa MA (Militer Academie) pada tahun 1945-1950.
Ada pula Taman Sari, yang merupakan situs bekas taman atau kebun istana Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Dulu sekali, Sultan Jogja dan keluarganya menjadikan Taman Sari sebagai sarana melepas penat ketika beristirahat dari tugas kerajaan. Namun saat ini, Taman Sari dapat dikunjungi oleh umum, dan juga memiliki masjid bawah tanah.
Setelah wisata sejarah itu selesai, Anda dapat menyempatkan diri berbelanja batik di Pasar Batik Beringharjo. Jaraknya tidak jauh dari Keraton. Tidak hanya batik, di sini juga dijajakan jajanan pasar dan kerajinan tangan khas Jawa.
Dan itulah, lima kabupaten dan kota yang membentuk Daerah Istimewa Yogyakarta.
Semua kabupaten dan kota di Jogja menggunakan pelat AB di kendaraan bermotor mereka.
3. Jogja dari Segi Sosial Budaya
Sekarang kita akan meneroka Jogja dari segi sosial budaya.
Secara umum, suku Jawa adalah penghuni Daerah Istimewa Yogyakarta. Mereka masih melestarikan budaya Jawa yang dipengaruhi tradisi keluarga Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, dan pengaruh budaya Jawa ini dapat dilihat dari sejumlah tradisi seperti Sekaten untuk merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW, Tedhak Siten (turun tanah, ketika seorang anak pertama kali belajar menginjakkan kaki ke tanah), dll.
Dari 3,4 juta penduduk Jogja, suku Jawa adalah kelompok demografis terbesar, disusul oleh kelompok minoritas seperti Sunda, Melayu, Tionghoa, Batak, Madura, Minangkabau, and so on. Mereka berbahasa Jawa. Bahasa Jawa dialek Jogja-Solo dianggap sebagai dialek standar bahasa Jawa, namun di Jogja, mereka mengenal adanya boso walikan. Ini adalah salah satu bahasa pergaulan atau prokem yang dipakai oleh anak-anak muda Jogja. Seperti contoh, dalam boso walikan Jogja, mas, panggilan untuk lelaki Jawa yang lebih tua, menjadi dab.