Museum lainnya yang terpenting di Semarang adalah Museum Rekor Indonesia, yang terletak di Jalan Perintis Kemerdekaan No. 275, Srondol Kulon, Kecamatan Banyumanik, Kota Semarang. Museum ini dibangun pada 27 Januari 1990 oleh Jaya Suprana sebagai perayaan rekor-rekor yang pernah dipecahkan oleh orang Indonesia sepanjang masa.
Semarang memang sarat akan bangunan kolonial dan museum tempat disimpannya barang-barang bersejarah, namun saat ini kota yang dijuluki Kota Atlas ini adalah kota modern. Semarang dijuluki Kota Atlas karena memiliki semboyan "ATLAS" (Aman, Tertib, Lancar, Asri, dan Sehat). Kota yang terkenal akan lumpianya ini merupakan rumah bagi dua perguruan tinggi ternama Indonesia, yaitu Universitas Diponegoro dan Universitas Islam Negeri Walisongo.
Ngomong-ngomong soal UIN Walisongo, salah satu tempat yang saya kunjungi saat berkunjung ke Semarang kemarin tidak jauh dari kompleks kampus UIN Walisongo. Adalah Planetarium dan Observatorium KH. Zubair Umar Al-Jailani, tempat wisata edukasi astronomi. Planetarium ini mendapatkan namanya dari Kiai Zubair, seorang ulama ahli falak yang memiliki reputasi internasional. Dalam Islam, ilmu falak diartikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari lintasan benda langit seperti matahari, bulan, bintang-bintang, planet-planet, dll.
Dan juga, Semarang merupakan rumah bagi sejumlah mal modern, seperti Paragon Mall. Kota ini memang tempat sejarah dan modernitas berbaur.
- Kecamatan Banjarsari
- Kecamatan Jebres
- Kecamatan Laweyan
- Kecamatan Pasar Kliwon
- Kecamatan Serengan
Jika Semarang merupakan pusat kegiatan politik dan ekonomi Jawa Tengah, maka Surakarta atau Solo merupakan pusat kegiatan budayanya. Solo dijuluki "The Spirit of Java" karena dikenal sebagai pusat kebudayaan Jawa. Budaya Jawa seperti wayang orang Sriwedari dan tradisi Grebeg Maulud setiap Maulid Nabi Muhammad SAW yang digelar di kompleks Keraton Surakarta Hadiningrat masih lestari di sini.
Kita mulai perjalanan kita di Solo dengan mengunjungi Keraton Surakarta Hadiningrat. Keraton ini didirikan oleh Sri Susuhunan Pakubuwono II sekitar tahun 1743-1744 sebagai pengganti Keraton Kartasura yang porak poranda akibat Geger Pecinan pada tahun 1743. Keraton yang terletak di Jalan Kamandungan, Baluwarti, Kecamatan Pasar Kliwon ini adalah kediaman keluarga kerajaan, namun saat ini, terbuka untuk umum sebagai salah satu ikon wisata budaya di Solo.