Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Sistem Kesehatan, antara Gagal Ginjal Anak dan Omnibus

24 Oktober 2022   18:59 Diperbarui: 25 Oktober 2022   11:45 796
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Keberadaan sektor kesehatan merupakan hal strategis, sebagaimana pendidikan, berkontribusi pada pembentukan kekuatan bangsa."

Waspada! Perlu perhatian khusus, mencermati pergerakan kasus gagal ginjal akut pada anak.

Beberapa forum digelar, di antaranya mulai berbicara tentang pentingnya disematkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) agar terdapat fokus pada ranah penanganan dan pencegahan.

Sebelumnya, kejadian gagal ginjal akut anak bermula di Gambia, terindikasi akibat produk farmasi dari India. Hal itu berpotensi serupa di berbagai negara, akibat jejaring rantai pasok global.

Di tingkat lokal, semua pihak sepakat tentang urgensi langkah yang harus dilakukan pada kasus gagal ginjal akut anak, meski level kondisi kejadiannya belum mengalami perubahan.

Respon Sistemik

Problem ini perlu segera dirumuskan secara tegas, agar terdapat upaya terintegrasi dalam mengatasi persoalan yang masih terkategori misterius.

Peningkatan kasus gagal ginjal anak tentu memprihatinkan. Anak-anak adalah generasi masa depan, modalitas pembangunan dalam terma investasi.

Perlu ada perlindungan yang bersifat segera dan sistematik, terkait nasib kesehatan anak bangsa. Selayaknya pandemi, upaya untuk memahami masalah kesehatan ini perlu disegerakan.

Kabut ketidaktahuan kerap kali membuat kita kerap terlena pada kondisi yang ada, kemudian berujung pada keterlambatan penanganan permasalahan.

Karena itu, langkah untuk melakukan koordinasi, termasuk sosialisasi dan edukasi, penghentian peredaran obat yang diduga tercemar, hingga upaya pembelian obat dari luar negeri untuk mengatasi gagal ginjal anak perlu diapresiasi.

Tetapi responsivitas menyoal kesiapan dalam bertindak, perlu dibentuk dalam format sistemik. Sehingga tindakan antisipasi dapat dilakukan, bukan sekedar langkah reaktif. 

Pelajaran Pandemi

Disrupsi memang terjadi di sektor kesehatan. Pandemi mengubah segala bentuk persepsi tentang kesehatan. Terlebih pada kejadian penyakit yang belum mampu terjelaskan oleh pengetahuan.

Sifat pengetahuan yang terbatas --bounded rationality, situasi ini menyebabkan manusia memang harus terus menerus belajar. Sayangnya, waktu berkejaran.

Kita tidak bisa menunggu pengetahuan utuh, untuk bisa merespon dan beradaptasi dengan perubahan, namun bersikap sebaliknya karena terdapatnya sense of crisis.

Selama ini, masalah kesehatan menjadi isu yang terpinggirkan. Soal-soal kesehatan, umumnya baru disuarakan menjelang masa pemilihan di periode politik.

Pandemi menempatkan poros sentralnya kembali pada pokok persoalan kesehatan. Negara memiliki tanggung jawab dalam upayanya menjaga kesehatan publik.

Solusi Omnibus(?)

Kini kita sedang menghadapi euforia hukum ala Omnibus. Menempatkan satu payung hukum dan merangkum berbagai persilangan aturan hukum lainnya.

Begitu pula di sektor kesehatan yang menyebabkan banyak pihak terkait merasa langkah ini perlu mendapatkan pencermatan lebih jauh terkait urgensinya.

Keberatan kalangan kesehatan akan usulan Omnibus Kesehatan sekurangnya menyoal, (i) keterlibatan dan partisipasi publik, (ii) ketidakjelasan tujuan, hingga (iii) regulasi bidang kesehatan terbilang relatif baru, terlebih selama ini tidak banyak mengalami benturan di lapangan.

Hal terpenting dari laku kebutuhan sektor kesehatan domestik adalah penguatan ketahanan sistem kesehatan nasional. Bukan hanya dalam konteks utak-atik aturan semata.

Implementasi dari pelaksanaan regulasi yang telah ada, jauh lebih penting. Komitmen yang konsisten untuk mengangkat agenda kesehatan secara langsung, terasa lebih mendesak.

Sorot utamanya pada, (i) kemandirian domestik di sektor kesehatan, (ii) pembenahan dimulai dari hulu di bidang pendidikan, hingga institusi pelayanan kesehatan, (iii) perbaikan atas ketimpangan akses layanan kesehatan, hingga (iv) penambahan kapasitas anggaran pada sektor-sektor kesehatan.

Simplifikasi regulasi dapat dipahami dalam upaya harmonisasi, tetapi ada celah free rider yang juga harus diwaspadai dalam kerangka kepentingan tarikan pasar global.

Bila Omnibus Ciptaker ditujukan untuk menstimulasi investasi, maka apa maksud dari Omnibus Kesehatan? Lalu siapa yang akan diuntungkan(?) -cui bono sebut filsuf Cicero.

Keberadaan sektor kesehatan merupakan hal strategis, sebagaimana pendidikan, berkontribusi pada pembentukan kekuatan bangsa.

Dengan kesadaran itu, perlu ada kesungguhan kekuasaan, untuk memastikan sekaligus menjamin terpenuhinya hak-hak kesehatan publik.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun