Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Pandemi dan Polusi Infosfer

13 Juli 2021   11:36 Diperbarui: 15 Juli 2021   05:45 324
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sensasional! Di periode panjang pandemi yang kini telah memasuki tahun kedua, psikologi publik terkuras, burnout terjadi. Sebuah durasi penuh tekanan emosional yang sangat melelahkan.

Pandemi dapat dimaknai sebagai masa ketidakpastian. Tidak ada yang pernah mengetahui kapan semuanya akan berakhir? Serta bagaimana pengakhiran itu terjadi?.

Dalam ruang yang berfluktuasi tersebut, terjadi ketercampuran antara pengetahuan dan ketidaktahuan. Kebohongan dan kebenaran tersamar dalam keriuhan wacana.

Keberadaan media sosial menjadi arena terbuka, layaknya panggung setara bagi semua aktor. Mereka yang mampu mempergunakan media sosial dengan lihai, menggaet perhatian publik. 

Sorot lampu itu kini tertuju ke dr Lois Owien, dengan gempitanya menjelaskan penyangkalan atas pandemi Covid-19. Fenomena dr Lois, sesungguhnya merupakan puncak gunung es.

Situasi dimana terjadi ketiadaan sumber informasi yang dapat diandalkan oleh publik, menyebabkan penyangkalan -denial menjadi mekanisme pertahanan yang dilakukan.

Publik yang berada dalam kebimbangan, sulit untuk melihat sisi terang kebenaran ilmu pengetahuan. Para tokoh informal memainkan peran di media sosial membentuk opini berbeda.

Persis Tom Nichols, Matinya Kepakaran, 2019, para pakar seolah menghilang di kebisingan media sosial. Para aktor yang tampil dengan berbekal factoid -fakta semu justru diminati publik.

Efek psikologis Dunning Kruger bekerja, mereka yang muncul dengan tingkat kepercayaan diri tinggi serta bersuara lantang, justru mampu mengalahkan pihak dengan kompetensi . 

Para pakar kalah suara, kalah ramai, kalah jumlah pengikut -follower. Suara pakar tenggelam dan ditelan sorak sorai para pembentuk opini. Dalam ilmu komunikasi terbentuk efek ikutan -bandwagon.

Dalam lingkungan informasi -infosfer, apa yang terjadi saat ini dengan mengambil kasus dr Lois di masa pandemi tidak ubah layaknya polutan yang mencemari ruang bernafas publik.

Bagaimana mengatasinya? Efektifkah penanganan legal dalam kasus seperti itu? 

Upaya untuk menangkal disinformasi di era banjir informasi melalui media sosial, hanya akan ampuh ketika sumber informasi juga mampu membanjiri informasi yang benar sama kuatnya.

Lalu bagaimana agar di ruang informasi bisa terbebas dari polusi? Hal yang utama adalah menyampaikan kebenaran disertai dengan kejujuran sebagai aspek terpenting.

Fenomena dr Lois dan mungkin berbagai kisah yang sama lainnya, hanya akan ditangani dengan baik bila proses komunikasi di ruang publik disertai dengan keterbukaan ruang dialog.

Realitas fakta yang ada harus berani ditampilkan tanpa perlu ditutupi. Informasi bergerak liar dalam pemaknaan tafsir publik karena banyak hal yang masih tersamar dan remang-remang. 

Padahal kita membutuhkan lampu yang terang benderang untuk mampu melihat jalan ke depan. Otoritas pemangku kekuasaan harus mampu berhadapan suara berbeda, itulah dinamika. 

Kita memerlukan suara berbeda sebagai sarana penyeimbang, memastikan pengambilan kebijakan berjalan sesuai jalurnya. Pilihan mencerahkan publik menjadi lebih bijak dibanding sekedar memenjarakan.

Kabut pekat ruang informasi yang sesak dengan polusi, membutuhkan ketenangan berpikir dan pencerahan rasional agar kita mampu bernafas mendalam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun