Pada kondisi wabah, dibutuhkan konsistensi untuk menjalani apa yang diyakini sebagai kebenaran rasional, bersumber pada pengetahuan. Sebagaimana Albert Camus dalam Sampar, 1947.
Keteguhan Bernard Rieux sebagai seorang dokter, untuk tetap bekerja dan mendiagnosa pasien dalam situasi wabah, adalah cermin dari ujian rasionalitas. Absurditas berhadapan dengan humanitas. Maka pengetahuan bersanding dengan rasionalitas.
Tetapi manusia memang makhluk unik. Dalam balut kekuasaan, pengetahuan dapat diubah menjadi kengerian bagi manusia lain. Sebagaimana keheranan Viktor Frankl, dalam Man's Search for Meaning, 1946 pada peran pengetahuan yang justru dipergunakan untuk menyempurnakan kekejaman.
Pada akhirnya, manusia akan kembali pada jati dirinya, untuk mampu memberi dan melakukan pemaknaan, di setiap tahap kehidupan. Termasuk pada kesengsaraan serta penderitaan, yang membentuk makna harapan dan kemanusiaan.
Kini, tantangan bagi kekuasaan dimanapun adalah meringkus ketakutan, berbekal pengetahuan yang utuh, sebagai hasil kerja bersama umat manusia. Akankah harapan itu akan tercipta? Melalui periode wabah kali ini, pengetahuan akan kembali disusun, untuk mengatasi ketidaktahuan serta ketidakpastian.
Tentu hambatan terbesarnya, kembali pada diri manusia itu sendiri, akankah kita mempergunakan kekuasaan dan pengetahuan bagi tujuan bersama, atau justru pada akhirnya mempergunakan pengetahuan dalam upaya melanggengkan kekuasaan ber-status quo.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H